SERIAL ANDRE DAN CALVIN 26 : Wasiat Desi




Created and Story by: NicoLast
Edited by: Edy Cahyadi

Calvin akhirnya tak tahan juga untuk tak membaca surat wasiat dari sepupunya itu. Pagi-pagi sekali begitu terbangun dari tidurnya ia langsung membuka amplop berisi surat dari Desi yang semalaman dibiarkannya saja tergeletak di atas ranjangnya. Sambil menarik napas panjang, Calvin mulai membaca.



Dear Calvin,

Gue berharap saat Lo membaca surat ini Gue udah gak ada lagi di dunia ini. Mudah-mudahan HIT yang Gue minum sebentar lagi ini emang bener-bener ampuh mencabut nyawa Gue seampuh mencabut nyawa nyamuk-nyamuk di kamar ini. Sengaja emang Gue milih HIT, Vin, karena Gue inget iklannya di tipi. Lo pasti juga inget iklannyakan? “Emang ada yang lebih bagus dari HIT? Lebih mahal banyak,” hehehe.

Calvin tertawa miris membaca lelucon satir yang ditulis Desi di surat wasiatnya itu. Hatinya dirasakannya semakin nelangsa. Setitik air matanya jatuh ke kertas surat wasiat Desi.

Gue gak gila Vin. Gue sadar dengan apa yang akan Gue lakukan sebentar lagi. Gue hanya gak tahu harus berbuat apa lagi Vin. Sebenarnya ketika kita nginep bareng di hotel dan kemudian ngentot, Gue berharap semuanya akan lebih baik. Tapi ternyata Gue salah.

Elo jangan menyalahkan diri Lo Vin. Lo gak salah, Gue yang salah disini. Gue memanfaatkan Lo saat itu.Maafkan Gue Vin. Gue emang sengaja memancing Elo agar Lo ngentotin Gue. Harapan Gue setelah itu Gue bisa menjadikan Lo sebagai tempat berharap Gue. Tapi kemudian Gue nyadar, Lo gak mungkin mencintai Gue lebih sebagai saudara Vin.

Karena itu Gue kemudian pengen pulang ke rumah. Gue berharap akan menemukan kedamaian disana. Tapi ternyata Gue salah Vin. Kepulangan Gue ke rumah semakin membuat Gue hancur. Bukan karena mereka gak menerima Gue. Mereka sangat welcome malah karena mereka sangat menyangi Gue. Ketika Gue menceritakan apa yang Gue alami dan tentang Dion yang menghilang, mereka juga gak mempermasalahkannya. Mereka mengatakan kepada Gue akan membantu Gue membesarkan anak Gue dengan Dion nanti.

Lo bingungkan kenapa Gue hancur? Padahal orang tua Gue menerima Gue apa adanya.

Calvin memang bingung dengan apa yang ditulis Desi itu. Ia mengernyitkan keningnya. Mengapa Desi hancur padahal kedua orang tuanya menerima dirinya. Tak sabar Calvin melanjutkan membaca surat wasiat Desi.



Mama dan papa Gue ternyata bukan orang tua kandung Gue Vin! Mama Gue bukanlah orang yang melahirkan Gue. Yang melahirkan Gue ternyata adalah Mama Lo. Karena itu kita saudara kandung! Lo adik kandung Gue dan Gue kakak kandung Elo!

Deg! Jantung Calvin berdegup kencang. Tubuhnya terasa lemas. Langit-langit kamarnya dirasakannya seperti runtuh menimpa tubuhnya dan kemudian ruangan kamarnya dirasakannya gelap gulita. Calvin pingsan di atas ranjangnya.

***



Asep, Ricky, Indra, dan Albert masih di kamar hotel yang semalam digunakan oleh Albert untuk memuaskan nafsu Mas Yance. Seperti biasanya setelah urusan bisnis sex selesai, mereka males pulang dan nginep aja di kamar hotel itu yang udah dibayarin juga oleh klien mereka.

“Jam berapa nih kita balik?” tanya Indra. Cowok itu sedang duduk santai di kursi sambil menonton televisi. Sementara Albert, Asep, dan Ricky masih tiduran di atas ranjang.

“Ya terserah. Gue sih hari ini libur kuliah. Jam berapa balik juga gak ada masalah,” sahut Ricky.

“Gue entar sore ada shift nih. Balik sekarang aja yuk,” ajak Indra.

“Buru-buru kali kau pulangnya. Masuk kerja juga entar sore. Ngapain juga baliknya sekarang,” kata Albert dengan dialek Medan bercampur Jakartanya.

“Terus ngapain juga disini. Gak ada yang dikerjain juga,” kata Indra lagi.

“Kau kasih kesempatan si Asep menikmati tidur di kamar hotel dengan tenang kenapa sih Ndra? Kau itu apa-apa maunya maen cepat aja. Grasa-grusu kalo kata orang Jawa. Tenanglah kau sikit,” kata Albert lagi. Kalo sudah berbicara dengan dialek Medan campur Jakarta begitu, Albert jadi seperti preman pasar, tapi preman pasar yang ganteng banget, hehehe. Seperti biasanya kalo Albert sudah ngomong seperti itu Indra akan mingkem. Seperti juga sekarang. Indra segan berdebat dengan Albert. Sementara Asep senang sekali mendapat dukungan dari Albert.

Albert memang paling disegani oleh teman-temannya itu. Albert jarang banyak bicara, namun kalo teman-temannya punya masalah dengan orang lain dia akan menjadi orang yang paling depan maju membela dan melindungi temannya itu. Albert memang memiliki keahlian di bidang bela diri kung fu full body contact. Keahliannya itu sudah teruji ampuh melindungi dirinya dan teman-temannya saat rumah kontrakan mereka pernah coba dimasuki dua orang maling. Dengan mudah Albert melumpuhkan kedua maling yang membawa dua bilah parang itu dan kemudian mereka serahkan kepada polisi setempat. Sampai saat ini Albert masih rutin latihan bela diri plus olah raga lainnya, seperti renang dan jogging kalau sedang tidak ada order sex, untuk menjaga staminanya.

Setengah jam berlalu.

“Rick, perutku rasanya mulai lapar nih,” kata Albert pada Ricky, sahabat sekaligus germonya.

Ricky melirik ke jam tangan yang ada di pergelangan lengan kirinya. Tak terasa sudah pukul setengah sembilan pagi. Ricky pun sudah merasakan laper seperti Albert.

“Makanya Gue ngajakin balik tadi, perut Gue juga udah lapar banget dari tadi,” samber Indra.

“Jangan banyak cakaplah Ndra. Mana ada kau bilang lapar tadi. Yang kau bilang tadi itu, kau mau masuk kerja nanti sore karena ada sift,” jawab Albert. Indra kembali mingkem.

“Udah deh, gak usah pada berantem. Udah sama-sama laper juga. Ayo deh pada mandi dulu, trus kita cari sarapan dan balik,” kata Ricky menengahi.

Perdebatan Indra dan Albertpun terhenti. Selanjutnya keempat cowok itu segera menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Mereka mandi bersama dengan cepat tanpa ada pergumulan sex. Rupanya keempatnya sudah sama-sama laper dan pengen segera mengisi perut mereka yang keroncongan.

Setelah selesai mandi mereka segera check out dari hotel. Kemewahan yang tadi mereka nikmati sirna sudah. Keempatnya kembali lagi pada kehidupan mereka yang sebenarnya, anak kos yang terpaksa jadi lonte lanang karena butuh duit untuk membiayai hidup. Keempatnya lalu sarapan di warteg pinggir jalan yang letaknya tak terlalu jauh dari hotel tempat mereka menginap tadi malam.

Warteg itu sedang sepi pengunjung. Tak ada pengunjung yang lain selain mereka berempat. Keempatnya duduk berjajar di kursi panjang yang diletakkan di depan meja khas warteg yang berisi berbagai macam makanan siap disantap. Keempatnya memesan makanan sesuai selera masing-masing dan langsung disajikan oleh pelayan warteg. Setelah itu keempatnya langsung menyantap makanan dengan lahap diiringi suara lagu dangdut yang terdengar sayup-sayup dari radio milik warteg itu.

“Seminggu lalu Dion menghubungi Gue,” kata Ricky beberap saat kemudian. Keempatnya masih menikmati makanan mereka masing-masing. Ricky berbicara dengan suara direndahkan. Cowok itu tak mau kata-katanya didengar dengan jelas oleh pelayan warteg.

“Tumben, emang dia masih inget sama kita? Bukannya dia maennya high class sekarang?” samber Indra. Suaranya agak tinggi, kekesalan terpancar dari nada suaranya.

“Pelankan suaramu Ndra! Kita sedang di Warteg,” bisik Albert sambil mendelikkan matanya pada Indra, “Ini bukan lapangan bola, tak perlu kau teriak-teriak!”.

“Sorry,” sahut Indra dengan suara rendah.

“Dion siapa A’?” tanya Asep pada Ricky.

“Dion itu dulu pernah gabung dengan kita,” sahut Ricky.

“Gabung ngapain atuh A’?” tanya Asep bingung. Dasar pemuda kampung.

“Jadi lonte Sep, kayak kita ini,” bisik Indra di telinga Asep. Cowok itu duduknya bersebelahan dengan Asep.

“Oooooooo,” kata Asep sambil mengangguk mengerti.

“Ngapain dia menghubungi Elo Rick?” tanya Indra.

“Dia lagi nyari orang,” sahut Ricky.

“Untuk apa dia nyari orang?” tanya Indra.

“Ya biasalah. Masak Lo gak ngerti juga sih Ndra,” sahut Ricky, “Lo ketularan Asep ya?” sambung Ricky lagi. Albert terkekeh mendengar kata-kata Ricky itu.

“Gue ngerti Rick. Maksud Gue emangnya si Dion apa gak bisa sendiri?” tanya Indra.

“Kata Dion orangnya pengen bikin sebuah party gitu di apartemennya dia. Jadi perlu orang banyak,” sahut Ricky.

“Seberapa banyak emangnya?” tanya Indra lagi.

“Dion udah nyediain sepuluh orang dari kita mintanya sepuluh orang juga,” sahut Ricky.

“Banyak amat,” celetuk Albert.

“Namanya juga party,” sahut Ricky nyengir.

“Lo dah nanya bayarannya?” tanya Indra.

“Pasti dong. Bersepuluh dibayar dua puluh juta untuk pesta semalaman sampai besok paginya. Setengahnya dibayar saat kita dateng dan setengahnya lagi dibayar saat kita pulang,”

“Royal banget tuh orang. Siapa sih orangnya?” tanya Indra.

“Kata Dion sih pengusaha muda gitu. Gimana menurut kalian, kita terima gak tawaran Dion?” tanya Ricky.

“Emang kapan waktunya?”

“Besok, pas ulang tahun pegusaha itu,” sahut Ricky.

“Kenapa kau bilangnya ke kita baru sekarang Rick? Padahal Dion sudah menghubungi kau seminggu lalu,” kata Albert.

“Sorry Bert, Gue baru bilang sekarang karena Gue kemaren kurang yakin bisa menuhin tawaran Dion itu,”

“Maksudmu?” tanya Albert.

“Kitakan cuman berenam, itupun setelah Asep gabung beberapa hari lalu. Gue kan harus nyari empat orang lagi dan empat-empatnya harus perjaka. Repot bangetkan? Tapi syukurlah Gue dah dapet empat perjakanya kemaren. Makanya Gue bilangin sekarang ke kalian,”

“Empat orang perjaka? Buat apaan?” tanya Indra.

“Buat kado ulang tahun pengusaha itu dong Ndra. Mereka nanti dapet tambahan dua juta lagi untuk keperjakaan mereka,” sahut Ricky.

“Nemu dimana Lo empat perjaka?” tanya Indra.

“Di kampus Gue,” sahut Ricky.

“Siapa aja Rick?” tanya Albert, “kok aku juga gak kau kasih tahu sama sekali,”

“Sengaja Bert, biar surprise, hehehe. Lo bakalan kaget deh ngelihat mereka yang berhasil Gue ajak,” sahut Ricky.

“Kok Lo bisa dapet?” tanya Indra lagi.

“Gue bujuk dong mereka,” jawab Ricky.

“Gimana caranya Lo ngebujuknya? Kayaknya kok bisa mudah banget,” sambung Indra lagi.

“Ceritanya panjang Ndra. Gue ceritain juga gak ada gunanya deh. Yang pasti mereka semua emang lagi perlu duit banget. Sama kayak Lo juga, kenapa Lo mau beginian padahal Lo mulanya cowok sejati, karena butuh duitkan?”

Indra menggangguk.

“Mereka juga gak beda sama Elo,” kata Ricky lagi.

***



“Vin, Calvin,” kata Papa Calvin sambil mengetuk pintu kamar anak semata wayangnya dari luar. Sang papa akan berangkat kerja dan bermaksud untuk pamitan dulu pada anaknya itu. Karena tak ada sahutan dari dalam kamar sang papa lalu membuka pintu itu yang kebetulan tidak terkunci. Begitu pintu terbuka sang papa melihat Calvin terlihat masih terbaring di atas tempat tidurnya. Sang papa mengira anaknya itu masih tertidur lelap.

“Vin, bangun dong. Udah siang nih,” kata sang papa sambil mengguncang-guncang tubuh Calvin. Namun Calvin tak juga bangun. Mata sang papa tertumbuk pada surat wasiat Desi yang tergeletak di samping tubuh Calvin. Ia lalu mengambil surat itu dan membaca isinya.



….

Vin, sekarang Lo ngertikan kenapa Gue bilang hancur. Gue udah melakukan kesalahan yang sangat fatal Vin. Gue udah ngentot dengan Elo yang ternyata adalah adik kandung Gue sendiri! Vin, Gue gak sanggup menerima kenyataan ini semua. Lebih baik Gue mati aja. Biarlah apa yang telah terjadi ikut terkubur dengan mayat Gue di dalam tanah.

Vin, Elo harus tabah. Ini semua bukan kesalahan Elo, Gue yang salah disini. Kalo Gue gak bego hingga menyerahkan diri Gue ke Dion maka semua ini gak perlu terjadi. Karena itu sekali lagi Gue bilang Elo gak salah disini karena itu Gue gak mau Elo ikut hancur kayak Gue. Lo laki-laki dan Elo harus kuat menghadapi ini semua.

Gue minta ke Elo simpan rahasia kita ini, gak usah Elo ungkapkan pada siapapun termasuk orang tua kita dan Gue harap Elo bersedia untuk selalu mengunjungi makam Gue ya Vin.

Gue juga udah buat surat wasiat ke mama dan papa/ Gue katakan Dionlah penyebab ini semua. Gue minta mereka melaporkan cowok keparat itu ke polisi. Semoga Dion bisa ditemukan dan diberikan hukuman yang setimpal ya Vin.

Udah ya Vin, Gue pamit. Semoga ketika saatnya tiba kita bisa ketemu lagi di alam sana.

Vin, Gue selalu sayang sama Elo.

Desi

Papa Calvin tercenung setelah selesai membaca surat Desi. Untuk beberapa saat ia hanya bisa menarik napas panjang. Beberapa saat kemudian baru ia tersadar bahwa Calvin masih belum terbangun juga. Segera sang papa menelepon dokter keluarga mereka melalui ponselnya, ia tak mau terjadi apa-apa pada Calvin.

***



Andre gelisah. Entah kenapa ingin sekali rasanya ia menghubungi Calvin saat itu. Tapi kegelisahannya itu terpaksa harus ditahannya dulu karena Christian sudah memaksa dirinya dan Wisnu untuk mulai berlari keliling halaman villa.

“Ayo lari kelilingi halaman villa ini sepuluh kali!” perintah Christian dari sudut halaman.

Andre dan Wisnu langsung melaksanakan apa yang diperintahkan Christian itu dan mulai berlari keliling halaman.

“Larinya jangan kayak bebek. Ayo yang semangat!” teriak Christian lagi.

Andre dan Wisnu mempercepat lari mereka mendengar kata-kata Christian itu.

***



Calvin sudah sadar dari pingsannya setelah mendapatkan pengobatan dari dokter keluarga mereka. Kondisinya berangsur-angsur normal dan tidak sampai seperti mamanya yang syok. Papa Calvin menemani Calvin di kamarnya. Ia mengajak putra semata wayangnya itu bicara dari hati ke hati tentang isi surat wasiat Desi.

“Vin, papa tidak akan mempermasalahkan apa yang telah terjadi antara kamu dengan Desi. Semuanya sudah terjadi dan biarlah itu terkubur bersama mayat Desi seperti apa yang ditulisnya dalam surat wasiatnya itu. Papa akan menjaga rahasia ini nak. Papa juga tidak pernah tahu mengenai hal ini. Nanti kalau mamamu sudah sembuh, papa akan berbicara dengannya baik-baik soal Desi. Papa juga tidak akan mempermasalahkan mamamu yang selama ini menyimpan rahasia tentang Desi dari papa. Kita manusia pasti tidak ada yang sempurna, semuanya pasti punya salah dan dosa. Papa bahagia bersama mamamu selama ini dan itu cukup untuk papa,” kata Papa Calvin bijak.

“Kenapa harus nunggu mama sembuh pa? Kenapa papa tidak tanyakan saja langsung kepada Tante Rini?” tanya Calvin.

“Papa rasa saat ini waktunya juga belum tepat menanyakannya ke tantemu. Mereka masih dalam keadaan berduka,” sahut Papa Calvin.

“Bener pa,”

“Saat ini kita harus bersabar dulu Vin,”

“Calvin setuju pa. Sekarang apa yang bisa kita lakukan pa?” tanya Calvin.

“Om dan Tantemu pasti sudah melaporkan Dion ke polisi. Tapi sampai saat ini cowok itu belum tertangkapkan. Papa punya rencana lain untuk menangkap dia,”

“Gimana rencananya pa?”

“Papa punya kenalan reserse Vin. Papa akan meminta bantuan dia untuk menyelidiki keberadaan Dion. Papa akan mengurus hal itu dan papa minta Calvin tenang aja,”

“Baiklah pa. Calvin percaya papa akan melakukan yang terbaik,” sahut Calvin, kemudian ia memeluk papanya. Kedua anak beranak itu kemudian berpelukan dengan erat.

Tiba-tiba ponsel Calvin berdering. Sang papa melepaskan pelukannya.

“Vin, papa pergi dulu untuk mengurus Dion. Kamu jagain mama kamu ya,” kata sang papa.

“Iya pa,” jawab Calvin sambil mengambil ponselnya yang terletak di meja di sebelah ranjangnya. Nama Andre muncul di layar ponselnya. Perasaan Calvin senang sekali mendapat telepon dari teman tersayangnya itu. Begitu papanya sudah keluar kamarnya dan menutup pintu ia langsung menjawab panggilan telepon Andre. “Halo,”

“Halo Calvin sayang. Gue rindu banget sama Elo,” kata Andre dari sana dengan suara berbisik.

“Gue juga rindu banget sama Elo Ndre. Kok Elo ngomongnya mesti bisik-bisik sih? Emang Elo lagi dimana?” tanya Calvin.

“Gue nelpon dari halaman belakang. Gue ngomongnya bisik-bisik supaya gak kedengaran Mas Chris. Gue lagi istirahat nih. Capek banget,” kata Andre.

“Maaf banget Gue gak bisa nemenin Elo ya Ndre,” kata Calvin sesal.

“Gak papa, Elo kan masih banyak urusan disana. Gimana kabar Desi?” tanya Andre.

“Ndre, Desi udah meninggal …,” kata Calvin lirih.

“Lho??!! Astaga!!! Vin, Gue balik aja ke Jakarta sekarang ya,” kata Andre.

“Gak usah Ndre. Lo selesaikan aja latihan jasmani Elo disana. Gue pengen Elo bisa lulus Akmil. Lo harus lulus ya Ndre,”

“Iya, iya. Tapi Gue gak tenang jadinya nih,”

“Lo harus tenang. Gue aja bisa menerimanya kok. Entar Elo balik ke Jakarta Gue akan cerita ke Elo tentang apa yang terjadi disini,”

“Elo gak papa kan Vin,”

“Gak papa. Gue gak papa. Gue cuman rindu banget sama Elo,”

“Gue juga Vin,”

“Love you,”

“Love you too,”

“Udah dulu ya Ndre. Entar Lo ketahuan Mas Chris lagi,”

“Iya. Begitu sampai Jakarta Gue langsung jumpai Elo Vin,”

“Iya, Gue tunggu,”

“Love You lagi,”

“Love You lagi juga,”

“Muah,”

“Muah,”

Klik!



***



Hari menjelang siang ketika Dion tiba di rumah tempat tinggal mereka.

“Kak Dion dari mana saja?” tanya Rafael, adik bungsunya, yang sedang berbaring di sofa sambil membaca sebuah majalah remaja.

“Ada urusan Raf,” sahut Dion lembut pada adik bungsunya itu. Ia kemudian duduk di sofa yang digunakan oleh Rafael untuk berbaring. Rafael bangkit dari berbaringnya dan ikut duduk. Kedua kakak beradik itu kini duduk bersebelahan.

“Kak Sonya resah, Kak,” kata Rafael lagi.

“Mana Kak Sonya?” tanya Dion.

“Sudah berangkat kerja dari pagi tadi,”

“David mana?”

“Lagi mandi,”

“Kak Sonya resah, Kak,” kata Rafael mengulangi kata-katanya.

“Kakak tau Raf. Kakak berharap kamu dan David bisa menenangkannya,”

“Kami berusaha menenangkannya Kak, tapi kata-kata Kak Sonya perlu juga Kak Dion dengarkan,”

“Kata-kata yang mana Raf?”

“Kata-kata Kak Sonya tentang kita harus menyudahi ini semua,”

“Apa yang harus kita sudahi? Kita belum dapat apa-apa Raf,”

“Sudah banyak yang kita dapatkan Kak. Rumah ini, tabungan kita, Kak Sonya mengajak kita untuk memulai hidup yang baru dengan tidak perlu melakukan seperti yang selama ini kita lakukan. Termasuk melupakan dendam kita, Kak,”

“Kamu setuju dengan apa yang dikatakan Kak Sonya?” tanya Dion dengan suara agak keras sambil menatap mata adik bungsunya tajam. Rafael grogi ditatap Dion seperti itu, ia menundukkan kepalanya. Dion lalu merangkul bahu adiknya dan mulai berbicara dengan suara yang kembali lembut, “Kamu masih kecil saat kedua orang tua kita meninggal Raf. Kamu belum bisa berpikir untuk melakukan apa supaya bisa survive. Kakak dan Kak Sonya yang harus berpikir keras bagaimana supaya kita bisa tetap makan, tetap sekolah, tetap bisa punya tempat tinggal, sementara orang tua kita tidak meninggalkan harta apapun buat kita. Raf, diusia yang sangat muda, jauh lebih muda dari usiamu sekarang, Kakak dan Kak Sonya harus rela memberikan tubuh kami pada om-om dan tante-tante keparat yang mau memberikan uang mereka. Kamu tahu kenapa itu semua terjadi Raf? Karena si bangsat Thomas Handoyo! Kalau bukan karena dia papa masih tetap bekerja dan tidak kena stroke karena stress. Kitapun masih hidup mewah seperti dulu,”

“Raf ngerti Kak, tapi Raf juga gak mau Kak Sonya sedih,”

“Kak Sonya perempuan Raf, wajar kalau dia terlalu kuatir. Tapi kita laki-laki Raf. Kakak berharap kamu dan juga David bisa tetap tegar seperti Kakak. Seperti apapun nantinya kita, seandainyapun kita kaya-raya nantinya, dendam orang tua kita harus tetap kita balaskan. Kita harus tetap mengambil hak orang tua kita yang sekarang hanya dinikmati keluarga besar Thomas Handoyo!”

David selesai mandi. Dengan hanya masih berbalut handuk putih menutupi bagian bawah tubuhnya cowok itu langsung mendekati tempat duduk Dion dan Rafael yang ada di ruang tamu. Ia ingin tahu apa yang terjadi karena tadi sempat mendengar suara Dion yang agak tinggi saat berbicara dengan Rafael.

“Kamu sudah selesai mandi Vid?” tanya Dion pada adiknya itu.

“Iya Kak,” sahut David.

“Duduk sini Vid,” kata Dion. David lalu duduk di sebelah Dion. “Kamu mendengar apa yang Kakak katakan pada Rafael tadi?”

“Sedikit kak, tapi saya bisa memahami maksud Kakak,” sahur David.

“Kakak berharap kamu dan Rafael bisa membantu Kakak untuk menenangkan Kak Sonya,”

“Kami akan berusaha Kak,” sahut David.

“Baiklah kalau begitu. O ya, kalian ingatkan dengan acara besok malam?”

“Ingat Kak,” sahut David dan Rafael serempak.

“Gimana dengan teman kalian yang akan ikut apakah sudah kalian beritahukan untuk ngumpul disini besok sore?”

“Kalo saya sudah Kak,” sahut Rafael.

“Kamu ngajak temen-temen kamu dari pom-pom boy Raf?” tanya David.

“Iya Kak,”

“Siapa aja?” tanya David lagi.

“Kak Dion kan bilang butuh empat perjaka, jadi Raf ajak tiga orang aja biar pas empat orang dengan Raf. Yang Raf ajak yang paling cakep-cakep dong, si Thomas, Angga, dan Tody. Mereka mulanya nolak waktu Raf ajakin tapi setelah Raf bilangin bayarannya mereka akhirnya mau juga,” sahut Rafael.

“Kamu yakin mereka masih perjakakan Raf?” tanya Dion.

“Yakin kak. Udah Raf cek, hehehe,” sahut Rafael.

“Gimana kamu ngeceknya Raf? Emang kamu udah pinter ngebedain cowok perjaka dan yang enggak?” tanya Dion.

“Raf liat lobang pantat mereka, kak. Mereka bertiga lobang pantatnya masih sempit banget kayak Raf,” sahut Rafael.

“Kamu pinter Raf, hehehe. Kamu sendiri gimana Vid. Teman-teman kamu udah oke?” tanya Dion.

“Oke, kak. David ajak temen-temen basket yang emang pada hobi ngentot dengan cowok. Enggak dibayar aja mereka doyan apalagi dibayar, hehehe,” sahut David.

“Hehehe. Berapa orang?” tanya Dion.

“Empat orang. Robin, Ruben, Randy, dan Devon,” sahut David.

Dion ternyata menugaskan adik-adiknya untuk merekrut teman-teman mereka untuk menjadi pemuas nafsu pada acara ulang tahun Papa Calvin besok malam.

“Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong Kak Sonya tidak kalian beritahu soal acara besokkan?” tanya Dion. Keduanya menggeleng. “Bagus. Raf, kakak mau bilang bahwa kakak sangat menghargai keputusanmu untuk ikut mencari uang dan membalaskan dendam orang tua kita,” kata Dion sambil memandang Rafael.

“Rafael kan udah besar kak. Beberapa bulan lagi Rafael udah genap tujuh belas tahun. Udah saatnya Rafael ikut membantu. Dibandingin Kak David, Rafael udah telat ikut membantu. Kak David aja udah ikutan ketika umurnya masih enam belas tahun,” sahut Rafael.

“Ketika kakak menceritakan kepadamu saat kamu masuk SMA tentang orang tua kita dan apa yang telah kakak lakukan bersama Kak Sonya dan kemudian diikuti juga oleh David, kakak bukan bermaksud untuk melibatkanmu Raf,” kata Dion.

“Rafael tau kak. Ini keputusan Rafael dan Rafael udah siap untuk melakukannya sekarang. Kalau Kak Dion, Kak Sonya, dan Kak David bisa memorotin harta anggota keluarga Thomas Handoyo yang gila sex itu, Rafael juga pasti bisa,” sahut Rafael mantap.

“Kamu udah pernah mengenalkan Rafael ke Tante Rini kan Vid?” tanya Dion.

“Udah kak. Malahan kami dah pernah ngentot bertiga, hehehe. Tapi ngomong-nomong Tante Rini sekarang gak bisa dihubungi Kak. Kalau David telpon dia gak balas,” sahut David.

“Biarin aja. Kali dia sedang sibuk Vid. Lagian besok juga kita bakalan dapet duitkan dari Om Gunawan, papanya si Calvin—teman kalian itu,” sahut Dion. Cowok itu belum mengetahui apa yang terjadi dengan Desi rupanya. Sejak meninggalkan Desi di Yogya, Dion memang tidak pernah menghubungi lagi gadis itu. “Raf, ini pertama kalinya lobang pantat kamu akan diperjakai. Kamu udah siap?” tanya Dion pada adik bungsunya.

“Pasti harus siap kak. Bayarannya kan gede,” kata Rafael sambil nyengir.

“Bagus,” kata Dion merangkul bahu Rafael.

“Dimana besok acaranya Kak?” tanya Rafael.

“Kakak belum bilang ke kalian tempatnya ya?” tanya Dion.

“Belum kak,” sahut David.

“Di apartemennya Om Gunawan,” sahut Dion.

***



Papa Calvin sedang menunggu kedatangan reserse kenalannya di ruangan kerjanya di kantor. Hari itu ia tidak banyak bicara dengan stafnya termasuk dengan Sonya. Sang sekretarispun tidak berani berbicara dengan atasannya yang terlihat sedang tidak ingin diganggu itu. Apalagi pikiran Sonya pun sedang gundah melihat sepak terjang adiknya, Dion yang dirasakannya semakin membahayakan karena ingin menggarap sekaligus semua keluarga besar Thomas Handoyo. Andai saja Sonya tahu bahwa Papa Calvin sedang merencanakan untuk menangkap Dion betapa akan semakin resahnya pikiran sekretaris cantik itu.

Sonya termenung memikirkan Dion hingga tak sadar seorang pria muda berwajah tampan dan bertubuh tinggi atletis sudah berdiri dengan gagah di depan mejanya. Pria itu menggenakan kaos warna coklat lengan pendek yang ngepas di tubuhnya yang kekar. Otot-ototnya yang terlatih tercetak jelas di kaosnya. Celana panjangnya juga ngepas sehingga tonjolan di selangkangannya yang cukup besar terpampang jelas di mata Sonya. Sesaat Sonya melupakan kegundahan hatinya melihat cowok berkulit gelap itu.

“Selamat siang Mbak, saya mau ketemu dengan Pak Gunawan,” kata cowok itu.

“Apakah sudah ada janji?” tanya Sonya.

“Sudah Mbak. Tolong sampaikan saya sudah datang,”

“Maaf, boleh saya tahu nama Mas, eh Bapak?” tanya Sonya lagi.

“Mas aja, saya Antonius,” sahut cowok itu.

“Silakan duduk dulu, saya akan sampaikan ke Pak Gunawan bahwa Mas Antonius sudah datang,” sahut Sonya. Kemudian Sonya bangkit dari duduknya dan menuju pintu ruangan Papa Calvin. Antonius duduk menunggu di sofa.

Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan masuk Sonya membuka pintu ruangan atasannya dan amsuk ke dalam ruangan. Tak lama ia sudah keluar dan mempersilakan Antonius masuk dengan senyum ramah.

“Terima kasih,” sahut Antonius kemudian masuk ke ruangan kerja Papa Calvin dan menutup pintu.

“Silakan duduk Ton,” kata Papa Calvin hangat pada tamunya. Ia mempersilakan Antonius duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya.

“Terimakasih Mas Gun,” sahut Antonius.

“Lagi sibuk?” tanya Papa Calvin.

“Enggak juga Mas. Lagipula sesibuk apapun saya pasti akan saya luangkan waktu untuk Mas Gun,” sahut Antonius.

“Terima kasih banyak Ton,” kata Papa Calvin.

“Apa kabar Sony?” tanya Papa Calvin.

“Sehat Mas. Tadi dia kirim salam juga ke Mas Gun. Mohon maaf gak bisa datang karena harus ke Sukabumi ada sebuah kasus yang sedang diselidikinya,” sahut Antonius.

Ya, reserse yang dikenal oleh Papa Calvin ini memang Antonius dan Sony yang juga dikenal oleh Wisnu dan Andre. Jakarta ternyata kecil, hehehehe.

“Apa yang bisa saya bantu Mas,” tanya Antonius.

“Sebentar ya, saya ambil minum dulu. Wine, oke?” tanya Papa Calvin.

“Boleh,” sahut Antonius.

Papa Calvin mengambil sebotol wine dari lemari es yang ada di ruangannya. Setelah itu mengambil dua gelas dan mengisinya dengan wine yang diambilnya tadi lalu meletakkannya di atas meja.

“Sambil diminum,” kata Papa Calvin.

“Terima kasih Mas,” sahut Antonius.

“Besok saya ulang tahun Ton,” kata Papa Calvin.

“Selamat Mas, sorry nih saya enggak tahu jadi gak bawa kado apa-apa,” kata Antonius.

“Gak apa-apa. Saya berharap kamu bisa datang di acara pesta ulang tahun saya besok,”

“Dimana Mas?”

“Di apartemen saya,”

“Oke Mas, saya datang. Jam berapa?”

“Jam tujuh malam. Kita pesta semalaman sampai pagi, bisa?”

“Bisa Mas,”

“Siapa aja yang diundang?”

“Kamu aja,”

“Berdua aja nih?” tanya Antonius tersenyum penuh arti.

“Ada dua puluh orang lain yang akan bersama kita,”

“Lho, katanya cuman saya doang yang diundang, kok ada dua puluh orang lagi? Siapa aja mereka?”

“Yang dua puluh orang lagi bukan undangan, mereka anak-anak muda yang saya bayar khusus untuk memuaskan nafsu saya dan kamu,”

“Asik dong. Saya suka maen rame-rame Mas. Seru. Pasti saya datang,”

“Kamu memang harus datang Ton, karena setelah pesta itu saya minta kamu menangkap salah satu dari mereka. Dion namanya,”

“Kenapa saya harus menangkap dia?” tanya Antonius.

Papa Calvin kemudian menceritakan secara gamblang pada Antonius apa yang telah terjadi. Reserse itu mendengarkan dengan serius.

“Kenapa saya harus menangkapnya setelah pesta? Kenapa tidak sebelum pesta saja atau sekarang?” tanya Antonius pada Papa Calvin setelah memahami apa yang telah terjadi.

“Pesta ini sudah saya rencanakan minggu lalu. Saya pengen pesta ini tetap jalan dan setelah itu baru Dion kamu bereskan,” sahut Papa Calvin.

“Oke, saya akan lakukan apa yang Mas Gun inginkan. Apakah saya perlu melakukan penyamaran?”

“Saya rasa perlu Ton karena mereka taunya acara ini sangat pribadi dan rahasia. Kalau tiba-tiba ada orang lain selain saya disitu tanpa alasan, saya kuatir mereka akan keberatan,”

“Kalau begitu saya akan menyamar sebagai pelayan kamar saja Mas, yang khusus melayani urusan pesta pribadi itu. Gimana?”

“Saya setuju Ton. Cocok sekali kalo penyamaran kamu seperti itu,” sahut Papa Calvin.

Keduanya kemudian menenggak sisa wine di gelas mereka dan melanjutkan obrolan membicarakan hal-hal lain. Beberapa saat kemudian Antonius memotong pembicaraan yang dirasakannya semakin kurang penting. “Mas Gun,” katanya.

“Ya,” sahut Papa Calvin.

“Sebelum pesta besar besok, gimana kalau kita pesta kecil dulu sekarang?” tanya Antonius sambil mengerling nakal.

“Disini?” tanya Papa Calvin tersenyum lebar. Ia mendekati posisi Antonius duduk.

“Ya,” jawab Antonius.

“Gimana kalau kita ajak juga sekretaris saya?” tambah Papa Calvin tangannya mulai meraba selangkangan Antonius yang membengkak.

“Entar saya kurang bebas dong ngentotin Mas Gun,” jawab Antonius sambil meraba-raba selangkangan Papa Calvin juga.

“Gak ada masalah. Dia udah biasa kok,” sahut Papa Calvin sambil membuka resleting celana Antonius.

“Oke deh kalo gitu,” sahut Antonius girang, ia bangkit dari duduknya dan melepaskan celana panjang dan juga celana dalamnya.

Kini reserse turunan India itu berdiri tegak di depan Papa Calvin tanpa selembar benang pun menutupi bagian bawah tubuhnya. Batang kontolnya yang sudah mengacung tegak terlihat sangat menggiurkan. Papa Calvin yang sedang duduk di depan Antonius langsung menyElomoti batang kontol yang tersaji di depan wajahnya itu. Mulutnya menyeruput kepala kontol Antonius bak menyeruput permen lolipop saja.

Setelah beberapa saat Papa Calvin menghentikan oralannya dan berdiri menuju meja kerjanya. Antonius terlihat kurang rela karenanya. Reserse muda itu kemudian duduk di sofa dan meminum wine-nya lagi sambil menunggu. Papa Calvin memencet bel yang ada di mejanya untuk memanggil Sonya. Setelah itu Papa Calvin kembali mendekati Antonius yang duduk mengangkang di sofa sambil mengocok batang kontolnya yang hitam. Papa Calvin melanjutkan kembali oralannya di batang kontol Antonius.

Tak lama Sonya pun masuk ke ruang kerja Papa Calvin dan langsung mengunci pintu. Sekretaris cantik itu tersenyum lebar melihat atasannya sedang asik menyelomoti batang kontol milik Antonius. Segera saja Sonya menelanjangi dirinya dan bergabung dengan dua lelaki yang sedang asik itu.

SERIAL ANDRE DAN CALVIN 26 : Wasiat Desi. There are any SERIAL ANDRE DAN CALVIN 26 : Wasiat Desi in here.