Dunia Esensi

Sebenarnya aku malu menceritakan kejadian yang sampai sekarang masih sering kulakukan ini. Aku adalah seorang ibu rumah tangga dan aku juga punya status sebagai janda. Kehidupan aku cukup baik, karena peninggalan deposito dari suami dan kadang2 ada bisnis jual beli perhiasan dengan teman. Anak aku ada 2 orang dan mereka semua sekolah di Jogya, karena dekat dengan kakek neneknya. Dirumah aku cuma ditemani oleh Surti (pembantu) dan Remi, anjing herder peninggalan suami juga.
Suatu hari teman jual beli perhiasan aku yang bernama Tina datang kerumah. Teman bisnis aku banyak, dengan Tina aku baru kenal kira2 1 bulan yang lalu. Usia wanita itu sama dengan aku dan punya anak satu, wajahnya cukup cantik ditambah dengan make up yang pandai, dan Tina tahu cara merawat tubuh dengan baik, aku mendengar dari teman2 bahwa dia sangat pandai dalam berbisnis perhiasan, apalagi ditambah kepandaiannya berbicara merayu pembeli. Tina datang kerumahku hari itu untuk menitipkan perhiasan yang hendak dijual, biasanya kami suka bertemu direstoran padang langganannya, tumben hari ini dia datang mengunjungiku.
"Halooo Rin.......apa khabar nih???" aku tersenyum senang sambil membalas salam Tina."Tumben, kok bisa nyasar kesini Tin?""Kangen aku tidak ketemu kamu 2 minggu""Ahhhh....bisa aja....ayo masuk, maaf ya rumah aku berantakan dan kecil" aku mempersilahkan Tina masuk keruang tamu."Ah rumah kamu bagus kok, dilingkungan elite lagi" Komentar Tina sambil duduk disofa."Seperti yg tadi kukatakan di telepon, aku ingin menitipkan perhiasan ini untuk kamu jualin, soalnya lusa aku akan keluar kota dengan suamiku" Kulihat Tina mengeluarkan kantong beludru hitam dari dalam tasnya."Lebih baik dikamar saja Tin, soalnya si Surti ada di dapur" Ajak aku. aku selalu berhati2 dalam berbisnis di bidang ini. Tina mengikuti masuk kekamar aku. Lalu kami duduk diatas ranjang dan Tina mengeluarkan semua isi kantung beludru itu. Perhiasan bertahtakan berlian terpampang diatas ranjang, berkilauan. aku kuatir juga melihat perhiasan banyak begitu, aku mengambil salah satu kalung yang paling indah.
"Waah indah sekali kalung ini" Kataku, lalu aku mencoba memasangnya dileherku."Sini aku bantu" Tina beranjak kebelakangku, lalu tangannya berusaha mengaitkan kunci kalung itu."Leher kamu bagus sekali Rin" Ujar Tina, kurasakan leherku dibelainya, bulu romaku jadi berdiri, perasaanku jadi nggak enak. Lalu tangan Tina membelai pipiku, sementara tangannya yang lain menelusuri leherku terus merayap menuju dadaku.
"Tin....jangan gitu ah.....aku jadi geli nih" Tapi Tina tidak menjawab. Tiba2 aku merasakan pipi kiriku panas, aku menoleh, belum sempat aku sadar apa yang membuat panas pipiku, bibir Tina sudah menyambar bibirku. Aku gelagapan dan aku berontak berusaha menghindar, tapi Tina seperti kesetanan, ia terus menekan mulutnya ke mulutku. Dan kurasakan buah dadaku diremas olehnya. Aku benar2 terkejut sekali dengan perlakuan seperti itu, aku mencoba mendorongnya, tapi tubuhnya sudah menindih tubuhku. Aku menendang dan Tina melepaskan pelukannya. Aku berusaha membetulkan letak buah dadaku yang tadi sampai keluar dari BH. Tina memandangku dengan mata yang redup.
"Sori Rin.....sejak kenal denganmu aku merasa kamu sangat merangsang sekali" Aku terdiam sambil menahan amarah."Kok kamu gitu sih? Kan kamu sudah punya suami??? Teganya kamu...." Sergahku sambil memelototinya. Tina memandangku dengan pandangan yang makin redup."Aku lebih bernafsu dengan wanita sepertimu, lagi pula suamiku tidak pernah bisa memuaskanku, belum apa2 sudah loyo sehingga selama perkawinan aku belum pernah merasakan kepuasan""Tapi dengan modal kecantikanmu kan kamu bisa cari laki2 lain utk memuaskanmu!""Aku tidak merasakan kenikmatan seperti kalau dengan wanita, aku ingin kamu juga mencoba merasakannya Rin" Jawab Tina sambil mendekatiku. Aku beringsut mundur kekepala ranjang."Tapi aku tidak pernah lesbian begitu" Hatiku berdebar2 memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi bila Tina menyergapku seperti tadi."Jangan takut Rin, aku tidak akan memaksamu, cuma aku ingin kamu mengijinkanku menciummu sekali saja, tolonglah....." Hatiku makin tak keruan, sudah lama sekali aku tidak pernah dijamah oleh laki2 apalagi perempuan. Mendengar kata cium saja, aku sudah merasa tidak keruan. Lagi pula apa salahnya dicium Tina, apalagi mulutnya tidak bau. Aku tahu hati kecilku bersikap pasrah."Baiklah.....tapi sekali saja, dan jangan macam2 ya" Jawabku. Tina lalu mendekatiku lalu tangannya merangkul leherku, lalu bibirnya mencium mulutku dengan lembut, perasaanku tak keruan merasakan ciuman itu, aku memberanikan diri membalas ciumanya. Lalu kurasakan lidah Tina menjalar masuk kedalam mulutku mencari2 lidahku. Yang kurasakan kemudian adalah perasaan aneh dan gamang yang tidak dapat dilukiskan. Kurasakan hembusan napas Tina yang panas dipipiku dan lumatan mulutnya yang begitu merangsang birahi.
Hampir 3 menit kami berciuman dan aku tahu kemaluanku sudah basah karena nafsu. Sekarang aku benar2 pasrah waktu Tina menjilati leherku dengan lembut, tangannya melepaskan tali daster dipundakku, lalu dengan lembut buah dadaku yang masih tertuutp bh diremas2."Tiin.....jangan ah....malu Tin" Aku berusaha mencegah setengah hati. Dan Tina tahu aku tidak benar2 ingin menghentikan aktivitasnya.Aku merasakan tangan kirinya masuk kedalam celana dalamku, dan jari2nya memainkan klitorisku, kadang2 dicubit2 kecil, benar2 sensasi yang hebat sekali. Tanpa kusadari aku juga sedang meremas2 pantat Tina. Tubuhnya menindih tubuhku dan kurasakan buah dadanya yang berukuran sedang menekan buah dadaku yang memang dari dulu tergolong besar. Tiba2 aku baru sadar Tina sudah setengah telanjang, cuma memakai cd saja, sedangkan aku benar2 bugil total. Tubuh Tina berbau harum, entah parfum apa yang dipakainya, tapi wangi tubuhnya menambah getaran berahiku. Tanganku menjalar melepaskan celana dalamnya, lalu kulihat sekilas kemaluannya berkilat tanpa sehelai bulu, rupanya bulunya dicukur rutin. Jari2ku masuk kedalam lubang kemaluannya lalu kutusuk2 dengan lembut. Tina merintih keenakan, tangannya makin dalam beroperasi dilubang kemaluanku. Aku juga merintih keenakan. Aku tidak tahu ternyata wanita dengan wanita dapat saling memuaskan dalam urusan sex.

Sekarang Tina sedang menghisap puting buah dadaku, sementara tangannya yang lain terus bermain di klitorisku. Aku merasakan Tina mulai menciumi perutku, lalu memainkan lidahnya di pusarku, aku kegelian, tak lama kemudian lidahnya sudah menjilati kemaluanku."Tin jangan disitu ah......kan jorok" Bisikku sambil berusaha mendorong kepalanya. Tapi Tina malah makin merenggangkan pahaku dan klitorisku dhisap2 olehnya, kadang2 lidahnya masuk keluar dalam lubang kemaluanku. Aku sudah tak dapat berpikir sehat lagi, yang kurasakan cuma kenikmatan yang tiada taranya. Tahu2 didepan wajahku sudah ada kemaluan Tina, kedua lututnya ada dikiri kanan kepalaku. Tina tidak menurunkan pinggulnya, jadi aku dapat dengan jelas melihat kemaluanya yang botak. Bibir kemaluannya berwarna merah kehitaman dan kulihat klitorisnya cukup besar menonjol bertengger diatas bibir kemaluannya. Aku menyibak bibir kemaluan Tina, dan kulihat kemaluannya basah sekali oleh lendir yang bening, aku lalu menusuk2 kemaluan itu dengan telunjuk, jari tengah dan jari manisku, kadang2 dengan kelingking juga. Lubang kemaluan Tina sudah agak kendur, mungkin punyaku juga sama. Aku ragu2 mejilat kemaluannya, soalnya aku belum pernah menjilat kemaluan sesama wanita. Tina terus mengeluar masukkan lidahnya dilubang kemaluanku, aku sudah tak tahan lagi.
"Tin....aku hendak keluarrrr....." Tubuhku bergetar hebat, kurasakan lidah Tina masuk makin dalam kedalam kemaluanku, dan aku merasakan orgasme yang hebat sekali. Sepertinya ini yang paling enak semenjak aku menikah. Tina masih terus menjilati lendirku, aku juga tak perduli lagi, kuraih pinggul Tina lalu ketarik sampai wajahku terbenam disela2 pahanya. Tercium bau yang sama dengan bau kemaluanku. Kujilat2 klitorisnya lalu kumasukkan juga lidahku kedalam lubang kemaluannya, kurasakan lendir asin masuk kedalam mulutku. Aku tidak perduli lagi. Lalu kurasakan ada yang geli di lubang pantatku.
"Aduh Tin jangan disitu dong.....jorok kan?" Kurasakan lubang pantatku berkerut ketika lidah Tina berusaha menerobos masuk. Kemudian aku tak perduli juga, karena aku merasakan kenikmatan yang sama, aku juga melakukan hal yang sama dengan Tina. Kutusuk2 lubang pantatnya dengan lidahku, lubang yang kehitam2an itu jadi becek oleh air liurku dan lendir kemaluannya. Tiba2 Tina seperti tersentak lalu beku.......mulutnya mengeluarkan jeritan kecil, lalu kurasakan ia menekan lubang memiawnya makin dalam kewajahku dan menggoyang2kan pinggulnya sehingga hampir seluruh wajahku tersapu oleh kemaluannya.
"Aduuuuh riiin.....enak sekaliii...." Ia memeluk erat2 pinggulku, klitorisku digigit2 kecil olehnya. Tak lama kemudian tubuhnya melemas lalu betul2 lemas sehingga aku tidak bisa bernapas karena tekanan kemaluannya diwajahku. Keringatnya bergulir turun masuk kedalam mulutku. Aku juga benar2 puas sekali.
Kemudian Tina bangun lalu mencium mulutku, kami kembali bergelut sambil mendesah2. Tina menempelkan kemaluannya pada kemaluanku, lalu menggosok2nya. Kira2 15 menit kami berciuman sambil berpelukan erat sampai aku tak merasa kalau aku tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur, samar2 aku seperti mendengar suara Remi. Aku membuka mataku dan......astaga!!! Kulihat Tina sedang bergelut dengan Remi dilantai kamarku yang beralaskan karpet biru. Kulihat Tina sedang menjilat2 kemaluan Remi yang sudah keluar dan berwarna merah sekali. Mulut Tina berlumuran cairan yang keluar terus dari kemaluan anjing itu, dan anjing itu bersuara kecil sepertinya keenakan kemaluannya dihisap oleh Tina. Kemaluan Remi cukup besar, mungkin karena anjing herder dan cairan seperti lendir itu terus keluar menetes netes, dan Tina mencerucup cairan itu......
"Tin!! Gila kamu......kok sama Remi sih???" Aku memberondong Tina. Tapi lagi2 Tina tidak menjawab, yang kulihat kemudian ia berusaha menuntun kemaluan Remi memasuki kemaluannya. Dan Kudengar rintihan Tina ketika kemaluan yang cukup besar itu masuk kedalam lubang kemaluannya. Kulihat Remi menggerakkan bokongnya dengan amat cepat, lalu tidak berapa lama kemudian terdengar Remi mendeking halus lalu dari sela2 kemaluan Tina kulihat cairan merembes keluar banyak sekali, seperti air kencing tapi juga seperti lendir yang encer. Kulihat Tina mengerang2 lalu tangannya meraih kemaluan Remi dan dimasuk keluarkan sendiri olehnya. Melihat pemadangan itu tubuhku kembali bergidik, ada perasaan aneh merayap kedalam jiwaku. Aku tahu bahwa aku terangsang oleh aksi Tina. Tanpa sadar aku juga turun kelantai dan kepalaku mengarah menuju selangkangan Tina. Kulihat dari dekat kemaluan Remi masih digerak2an Tina keluar masuk dalam kemaluannya, dan dari kemaluan hewan itu masih terus menetes lendir, sedangkan kemaluan Tina kulihat sudah merah sekali, juga kulihat lendir Remi memenuhi kemaluan Tina.
"Rin....dijilat Rin....tolonglah Rin" Rintihan Tina makin merangsang nafsuku. Seperti ada yang mendorong, kepalaku segera menyusup keselangkangan Tina. Pelan2 kujilat kemaluan Tina yang sangat banjir itu. Aku merasa cairan kemaluan Remi terasa asin sekali, tapi baunya tidak menyengat. Seperti kesetanan aku menghirup dan mencelucupi kemaluan Tina. Persis seperti Remi jika sedang minum air. Lidahku menguak bibir kemaluan Tina, lalu masuk menjelajahi seluruh dinding vaginanya.
"Riiiiiiinnnnnn.........." Tina merengek hebat,pinggulnya terangkat menekan mulutku. Aku tak perduli lagi. Kemudian aku berpindah menghisap kemaluan Remi, kumasukkan seluruh kemaluannya kedalam mulutku. Penis Remi terasa panas dalam mulutku dan aku mencium bau hewan itu, tapi pikiranku sudah gelap yang ada hanya nafsu yang selama ini terkubur dalam2 dan kini meledak tak terbendung.Aku tahu aku bakalan menyesali perbuatanku setelah ini.
Aku terus menjilat dan mengulum penis Remi. Anjing itu mendeking2 pelan, kadang2 berusaha menghindar, tapi Tina memegang kedua kakinya dengan erat. Tak lama kemudian dari penis Remi menyembur cairan panas kedalam mulutku. Kumasukkan seluruh penis Remi lalu kusedot2, anjing itu mencoba memberontak, entah kenikmatan atau kegelian. Tina memajukan wajahnya lalu kami saling berciuman, kukeluarkan sebagian cairan Remi kedalam mulutnya. Wajah kami sudah basah oleh cairan encer itu.
Sekarang aku berbaring dibawah Remi, kemudian Tina mulai menghisap kemaluan Remi agar nafsu Remi kembali. Setelah itu Tina mencoba memasukkan penis Remi kedalam vaginaku. Ternyata penis itu kebesaran untuk lubang vaginaku. Mungkin lubang vaginaku menciut sepeninggal suamiku yang meninggal 4 tahun yang lalu. Kepala penis Remi yang meruncing itu masuk sedikit, tiba2 Remi mendorong keras sambil menusuk2 cepat sekali. Aku merasa agak perih, tapi kemudian kurasakan kenikmatan yang tak terbayangkan, lubang vaginaku seperti ditusuk oleh mesin penggerak yang amat cepat. Aku tak tahu bagaimana melukiskannya sampai aku mencapai orgasme yang sangat hebat. Seluruh rambut ditubuhku seperti berdiri tegak membuatku merinding. Tak lama kemudian aku merasakan cairan panas menyemprot dalam vaginaku, aku berusaha mengeluarkan penis Remi, tapi hewan itu seperti tak perduli, aku pasrah membiarkan seluruh cairannya keluar dalam vaginaku. Kemudian Tina menyuruhku jongkok diatas wajahnya. Tina melumat vaginaku dengan penuh nafsu, kulihat dari vaginaku mengalir cairan Remi yang tersisa, mengalir seperti air kencing masuk dalam mulut Tina. Akupun tidak mau ketinggalan, kulumat juga vagina Tina yang sekarang sudah agak lembab dan lengket.
Hari itu aku dan Tina bersetubuh 3 kali, pagi, siang dan malam hari. Aku tak mengerti lagi apakah aku ini normal atau tidak. Yang pasti kebutuhan yang selama ini tak tersalurkan, kini menemukan muaranya. Aku sangat menyesal dengan perbuatanku yang mungkin bertentangan dengan agama yang kuanut, tapi aku terus menerus melakukannya dengan Tina. Seolah2 kami sudah tak terpisahkan. Tina selalu mempunyai ide2 yang baru dalam setiap permainan kami. Aku juga tak tahu apakah aku harus berterima kasih padanya atau mengutuknya. Dan belakangan aku Tina mengatakan bahwa hampir semua ibu2 yang kukenal pernah diajak berlesbi olehnya.
Gue mau nyeritain pengalaman gue yang aneh tapi lucu, deh. ‘Kali aje elu elu semua pade ketawa.
Ceritanya gini, waktu itu gue kebetulan lagi mandi dan ada yang ketok-ketok pintu terus kedengeran suara nyokap gue, katanya biar gue mandinya agak cepetan abis dia mau berak. Tapi apa boleh buat, gue lagi bersiin mem*k gue, trus gue buka aja pintunya dan gue suruh dia masuk. Karena nyokap udah kagak tahan lagi, langsung aja nyelonong, jadi berduaan deh kita di dalem.
Selesai berak, nyokap cebok dan kelihatan, deh, jembutnye yang lebat tapi mem*knya kagak kelihatan lantaran ketutupan ame jembut yang udah kayak utan belantara gitu. Trus nyokap ngomong ke gue kalo’ jembut gue juga lebat banget, karena nyokap juga suka bercanda, ya gue tanya aja sama dia apa gue boleh liat mem*knya. Eh, dia kasih liat juga, lho.
Mungkin juga karena sama-sama cewek dan apalagi gue adalah anaknya sendiri, jadi dia kagak malu. Lumayan indah juga, sih, hampir sama ama yang pernah gue liat di majalah porno ama film cabul. Bibir mem*knya berwarna merah muda dan sudah agak keluar, dan kelihatan masih seger banget. Kayaknya nyokap gue ini rajin juga dalam hal pemeliharaan mem*k.
Udah liat begitu gue bilang ame tuh nyokap kalau mem*knya seindah seperti yang di majalah cabul ama filem jorok, trus dia ngomong, “Masa, Lin. Kamu udah sering, ya, liat-liat yang begituan.”
Gue bilang aja, “Emang bener, kok, Ma. Malah suka diliatin yang lagi dijilatin. Kelihatan merangsang juga, Ma. Aaaa…..aah, Mama kayak pura-pura nggak tau aja. Punya Mama juga sering ‘kan dijilatin ama Papa.”

Nyokap gue agak melotot meliat ke gue sambil ngomong, “Hush, kamu ‘ni ngomong sembarangan aja. Jangan gitu, ah.” Terus gue godain lagi, “Kira-kiraaaaa…………Ellin boleh nggak, Ma, nyoba njilatin mem*knya Mama.” Nyokap melotot lagi sambil ngomong, “Udah, ah, kamu ‘ni kayak orang kurang kerjaan aja.” Trus gue rayu lagi, “Yaaaa…… Mama orang Ellin cuma ngajak becanda gitu aja marah. Masak, sih, Ma ama anak sendiri yang sesama cewek, Mama nggak mau. Sekaliiii…aja, deh, Ma.”
Nyokap terus menyanggupi, “Ya udah, ya udah. Tapi hanya sekedar coba sekali ini aja, lho.” Gue cuma ngangguk sambil senyum gembira dan nyokap duduk lagi di kloset tetapi di atas tutupnya, terus gue jongkok di depan kedua kakinya dan pelan-pelan nyokap mulai ngangkang. Wah !! OK banget, deh, mem*knya, gue liatin ‘bentar dan trus gue julurin lidah gue dan gue sentuh-sentuhin di depan bibir mem*knya. Masih basah karena kena air waktu nyokap cebok tadi. Tapi gue cuek aja dan mulai, deh, gue berani njilatin semuanya sembari kedua tangan gue ngelus-ngelus daerah deket pangkal kedua pahanya. Lama-lama enak juga rasanya karena gue juga kebayang action-action yang ada di blue film yang pernah gue liat sama temen-temen.
Nggak lama kemudian kedengeran, deh, suara nyokap mendesah dan agak merintih. Emh, emh, uuuuh, uuuu…..uuuuh. Wah ! rupanya nyokap udah mulai keenakan terangsang. Ya gue terusin aja soalnya gue juga tambah seneng. Lama-lama nyokap semakin sering merintih keenakan sambil nyebutin nama gue, Elliiii….iin, uuuuu….uuh, Liiii…..in, Elliiiiii…..in, emmmmm…mmmh, uuuu…..uuuh. Gue liatin matanya udah merem ikut nikmatin rasa enak.
Trus keluar, deh, cairan-cairan dari mem*k nyokap, baunya kurang bisa gue sebutin tetapi sempet gue jilat juga, rasanya asin dan kecut. Rupanya nyokap udah nyampe kli- maksnye dan kelihatan dia agak lemes. Gue tanya, “Gimana, Ma. Enak Ma?” Terus nyokap ngejawab sambil senyum dan melambaikan tangan kanannya ke arah muka gue, “Lumayan juga. Sialan kamu, ah. Ada-ada aja.” Abis itu gue tanya lagi, “Kita gantian. Mau nggak, Ma?” Langsung dia jawab, “Eh !!! Kamu ‘ni kok jadi nglunjak. Udah, ah.” Mulai gue rayu lagi, “Yaaaaaa…….Mama payah. Nggak feee..eer. Curang.” Nyokap ngomong agak ngotot, “Ya jiiii…iijik donk Lin. Kamu ‘ni apa-apan, sih.” Trus gue berlagak marah sambil cemberut, “Ya, udah !!!!” Tapi nyokap nimpalin lagi, “Lhooo…..Kamu, kok, jadi gitu siiii….iiih.
Gue ama nyokap diem sebentar, tapi nyokap akhirnya ngajakin juga, “Ya udah, Lin, sini, deh, mama kerjain daripada kamu cemberut aja. Tapi sekali ini aja, lho.” Akhirnye gue mulai senyum lagi dan ngomong ke nyokap, “Tapi, Ma.” Belum gue selesai nyokap nyamber lagi, “Tapi apa lagi.” Gue sambung lagi, “Mama juga harus telanjang donk biar kayak di filem jorok.” Nyokap ngejawab lagi, “Aduh, Lin, kamu ini cerewet banget, deh.” Gue mau berpura-pura marah lagi, “Yaaaaa……..Mama.”
Terus nyokap mulai buka-bukain baju dan BH-nya. Kelihatan toketnya yang bulet cukup gede tapi udah mulai turun. Asik juga, sih, sempet gue elus-elus dan remes-remes. Udah gitu nyokap nyuruh gue duduk di kloset kayak dia tadi. Langsung aje gue kangkangin kaki gue lebar- lebar karena gue udah kepengen banget. Nyokap ngeliat sebentar ke mem*k gue sembari ngomong, “Punya kamu masih rapet. Perawan, sih.” Abis itu, gila, nyokap tanpa ngomong lagi langsungjilatin mem*k gue. Wuah ! Rasanya darah gue jadi panas, rasa geli dan enak di mem*k terasa hebat banget. Mata gue arahin ke bawah, wah !! gila, lidah nyokap gue lincah banget gerakannye ngeji- latin mem*k gue.
Terus kedua tangannya membuka belahan mem*k gue yang masih rapet dan lidahnya dimasukin. Uuuuuu…..uuuuh asik banget. Nyokap matanya lihat ke arah muka gue dan brenti’ sebentar terus nanya, “Gimana Lin. Enak?” Gue jawab aja, “OK banget, Ma. Terus donk Ma.” Langsung aje nyokap nyamber mem*k gue lagi, malah sekarang lebih ganas lagi. Bibir mulutnya ikut beroperasi nyiumin mem*k gue seperti orang ciuman mulut ame mulut. Busyet deh ! Asik banget. Mata gue ampe merem terus gue merintih keenakan. Uuuuuuh, uuuuuuh, aaaaah, Maaaaa…., emmmmm….mh.
Lama-lama gue terasa mau pipis dan langsung gue agak treak, “Maaa…..,Maaa….., mau pipis, Ma.” Langsung aje nyokap brentiin jilatannya dan gue juga langsung jongkok sembari ngangkang dansyurrrrrrr……………. air pipis gue keluar semua dan rasanya nikmaaaaa…..aat banget. Terasa yang keluar banyak banget. Gue nggak perhatiin apa cairan yang kayak punya nyokap juga keluar dari mem*k gue.
Abis itu nyokap nanya, “Puas Lin. Enak? He’eh?” Gue ngangguk sembari senyum. Trus nyokap nyebokin mem*k gue dengan sabun ampe busanya banyak banget. Terasa enak lagi elusan tangan nyokap gue. Abis itu kita berdua pada pake baju dan gue nanya lagi ke nyokap, “Kapan-kapan lagi, ya, Ma. Mama juga suka ‘kan.” Sembari buka pintu kamar mandi nyokap ngomong, “Bodo’ ah. Ayo keluar. Udah kelamaan di dalem.” Tapi gue bisa tebak kalo’ nyokap gue doyan banget cuma nggak mau terus
terang aja. Yang penting sekarang gue udah punya pengalaman lah main jilat-jilatan mem*k ame nyokap. Enak juga lho.
Eh !! Lu temen-temen, berani nggak jilatin mem*k nyokap lu pade
Namanya Ita, usianya 4 tahun lebih tua dariku, karena Ita sekarang sudah berusia 32 tahun. Namun status Ita masih bujangan sama denganku. Awalnya aku juga bingung terhadap Ita, wajahnya cukup cantik, bahkan boleh dibilang termasuk sangat cantik untuk ukuran seorang wanita biasa, tapi sampai seusia itu kok belum juga dia menikah? Tingginya semampai, mungkin sekitar 173 cm, karena dia lebih tinggi dariku saat kami berdiri berjajar, sedangkan tinggiku saja sudah 170 cm. Aku memang tidak menanyakan hal itu padanya.

Aku dan Ita baru berkenalan belum lama, awalnya sejak aku mulai menuliskan kisahku di sumbercerita.com. Ita termasuk salah seorang wanita yang juga rajin membaca kisahku. Emailnya yang pertama tidak kurespons dengan serius, kujawab asal-asalan saja, karena kupikir ini pasti cowok yang menyamar dan mengaku sebagai cewek. Namun lama kelamaan aku percaya juga padanya dan ternyata memang dia cewek juga sepertiku, ini diawali dari foto yang ia kirimkan via email, kemudian nomor HP yang ia berikan padaku. Aku tidak pernah mengontak dia, Ita yang berkirim SMS duluan padaku dan dia juga yang mengawali meneleponku. Akhirnya kami sering kontak melalui telepon, juga janji bertemu, jalan bersama hingga terkadang cuci mata di mall.

Hubungan kami makin hari makin akrab dan kami saling curhat hingga bertukar pengalaman tentang sex, kami berbagi rasa hingga cerita tentang kiat menulis pengalamanku di sumbercerita.com. Ita juga memuji keberanianku dalam mengungkapkan kisahku, dia juga berterus terang sering melakukan masturbasi di depan computer saat membaca kisah-kisahku.

Akhirnya aku tahu bahwa Ita ternyata seorang bisex, dia bisa berhubungan dengan laki-laki, tapi dia juga suka melakukan hubungan dengan perempuan. Aku terus terang jadi penasaran dengan pengalamannya melakukan ML dengan para cewek temannya itu, kalau didengar dari ceritanya cukup membuat diriku ikut terangsang. Apa lagi aku juga secara tidak sengaja pernah melakukan hal yang hampir serupa dengan apa yang Ita lakukan, hanya bedanya aku melakukannya dengan Lina bersama dengan suaminya saat aku ke Jakarta beberapa waktu yang lalu, pembaca yang belum pernah mengikuti kisahku yang satu itu, silakan membaca kisahku terdahulu.

Tak jarang pada setiap obrolannya Ita juga sering memancingku untuk melakukan hubungan, namun momentnya banyak yang kurang tepat, lagi pula aku bukan seorang lesbian, jadi terus terang kurang begitu berminat dan masih ada rasa aneh bila aku harus melakukannya dengan sesamaku secara sengaja.

Entah kalau kejadiannya tidak disengaja seperti saat aku melakukannya dengan Lina yang kemudian diikuti oleh suaminya itu. Tapi terus terang dalam lubuk hatiku yang paling dalam, ada terselip rasa ingin sesekali mencobanya, dan akhirnya apa yang kubayangkan itu terjadi juga bersama Ita. Begini ceritanya..

Pada suatu siang Ita menghubungi HP-ku..

"Hallo Lia! Lagi ngapain nich?" tanya Ita diseberang sana.
"Nggak lagi ngapa-ngapain, kenapa?" balasku.
"Kamu di rumah kan? Aku jemput ya? Kita ke Trawas nginap di villaku yuk!" ajak Ita.
"Aku sudah lama tidak menginap di sana dan aku juga harus memberi gaji untuk penjaga villaku, karena Papaku sedang sibuk di luar kota" lanjut Ita menjelaskan padaku.
"Kapan pulangnya?" tanyaku pada Ita.
"Terserah! Mau besok siang atau besok malam juga boleh, aku jemput sekarang ya, kamu siap-siap saja, okey sampai nanti" sambung Ita yang kemudian mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dariku lagi.

Pukul 11 siang, tepatnya 40 menit setelah Ita meneleponku, mobil Ita sudah parkir di depan rumahku. Seperti biasanya Ita langsung nyelonong masuk ke rumahku tanpa mengetuk lagi, karena rumahku terbiasa terbuka lebar begitu saja saat siang hari. Melihat kondisi rumahku yang sepi, Ita langsung main teriak saja seperti biasanya.

"Lia! Ayo! Sudah siap belum? Cepetan dikit aku sudah lapar, nanti kita makan di rumah makan aja ya", demikian ajak Ita dengan sedikit berteriak padaku.

Ita siang itu memakai singlet tipis warna putih sehingga BH-nya yang tipis dan berbentuk mini dapat terlihat dengan jelas dari luar singletnya. Aku yakin BH yang dipakainya siang itu pasti satu setel dengan CD-nya, karena aku dapat mengenali bentuk dan warna BH yang ia pakai. Setelan tersebut memang dia beli bersamaku di Darmo Outlet beberapa saat yang lalu. Modelnya memang banyak yang bagus-bagus dan sexy sekali, sangat cocok dengan seleraku, maka aku juga membeli beberapa saat itu.

"Sebentar ya, aku ganti pakaian dulu" kataku sambil berganti pakaian tanpa menutup pintu kamarku, aku tidak kuatir ada orang yang melihat saat aku berganti pakaian, karena siang itu di rumahku juga tidak ada siapa-siapa, kecuali adikku yang juga perempuan dan juga ada Ita.

Aku sengaja memakai singlet juga tapi tanpa BH, pembaca yang sudah pernah membaca kisahku tentu sudah paham akan kebiasaanku yang memang selalu tanpa BH. Aku juga memakai celana pendek mengikuti penampilan Ita, tapi bentuk celana pendekku lebih sexy daripada yang dikenakan Ita. Celana pendekku berbentuk hot pants yang sangat pendek dan sexy, ujungnya lebih tinggi daripada selangkanganku, apa lagi ujung bawahnya agak lebar sehingga dari belakang dapat terlihat dengan jelas bentuk lekukan pantatku yang sintal.

"Ayo..! Aku sudah selesai" ajakku.

Setelah pamit ke adikku, kami pun segera memasuki mobil Ita dan langsung meluncur mengarah keluar kota, melewati Jalan Mayjend Sungkono, masuk jalan tol Satelit untuk menghindari tengah kota terutama bundaran Waru yang sering macet. Keluar pintu tol Gempol, Ita langsung membelokkan mobilnya masuk ke halaman rumah makan. Kami pesan sepiring nasi cap cay dan sea food untuk dibagi berdua, karena porsinya yang banyak tidak mampu kami habiskan sendirian. Kami juga sama-sama pesan orange juice. Siang itu rumah makan itu agak sepi. Selesai makan kami melanjutkan perjalanan menuju ke Trawas. Siang itu jalanan cukup lengang.

Villa Ita yang letaknya dekat dengan Grand Trawas, ternyata cukup besar dan halamannya sangat luas, ada kolam renang yang cukup besar di sana. Letaknya di bagian belakang Villa. Orang tua Ita memang dari kalangan keluarga yang berkecukupan, dalam bidang apa usahanya aku juga tidak pernah bertanya.

Villa yang mewah dan sebesar itu hanya dijaga oleh seorang penjaga yang usianya sudah cukup lanjut, panggilannya Pak Djo, usianya mungkin sekitar 70 tahun. Menurut Ita, Pak Djo sudah ikut keluarga Ita sejak dari kakek Ita, kakek Ita sendiri sudah almarhum dan Pak Djo juga ikut mengasuh Ita sejak masih bayi, saat diajak kedua orang tuanya berlibur di villa keluarga itu. Jadi hubungan Ita dengan Pak Djo juga seperti layaknya kakek sendiri hingga aku pun ikut menaruh hormat pada Pak Djo. Semua kebutuhan sehari-hari sudah ada dan tersedia di villa milik keluarga Ita, mulai dari makanan kecil, hingga pakaian ganti dan sebagainya, maka tak heran kalau Ita tadi tidak membawa apa-apa walau harus menginap di villanya.

"Kita berenang yuk!" ajak Ita sambil langsung melepat singlet dan celana pendeknya.

Ternyata betul juga perkiraanku, Ita memang memakai setelan dalaman yang mini berbentuk bikini yang dibelinya beberapa saat yang lalu bersamaku di Darmo Outlet. BH dan CD-nya tipis sekali sehingga puting susunya dapat terlihat dari luar BH yang ia kenakan, demikian pula CD-nya, lipatan vagina Ita tampak dengan jelas tapi tidak terlihat bulu kemaluannya, rupanya Ita telah mencukur bersih bulu kemaluannya.

Ita tampak cuek dan santai sekali dengan hanya memakai bikini mini dan tipis begitu di villanya, mungkin juga karena di villa itu tidak ada orang lain selain aku dan Pak Djo yang sudah dianggapnya seperti kakeknya sendiri itu tadi. Namun aku ragu-ragu untuk mengikuti caranya, bukan karena aku takut berenang tapi karena bentuk CD-ku adalah model G string yang sangat mini sekali, bahkan lebih mini daripada yang dipakai Ita, dan lagi aku tidak memakai BH. Rupanya Ita tahu akan keraguanku.

"Ayo, tidak masalah, lepaskan aja singletmu, tidak ada orang lain kecuali Pak Djo" ajak Ita.
"Lho It, aku kan tidak pakai BH, lagian CD-ku bisa bikin Pak Djo tidak bisa tidur nanti" jawabku.
"Gila loe! Pak Djo kan sudah uzur, lagian dia tau diri dan tidak bakal iseng, tau kita sedang berenang pakai pakaian minim begini, paling dia malah sembunyi di kamarnya, ayo aku temani juga tanpa pakai BH" lanjut Ita sambil langsung menarik tali BH-nya yang ikatannya ada di lehernya.

Tubuh Ita pun hampir bugil tanpa sehelai benang pun kecuali selembar kain tipis segi tiga yang membungkus bagian bawah selangkangannya. Aku akhirnya terpaksa mengikuti juga apa kemauan Ita. Kulepas singlet dan hot pants-ku hingga tinggal memakai G String yang di ujung lipatannya tersembul ujung-ujung bulu kemaluanku yang halus dan lembut.

Aku buru-buru menceburkan diri ke dalam air, kami bermain dan berenang dengan riangnya. Baru kali ini aku melihat bentuk tubuh Ita yang ternyata juga molek serta bersih dan putih sekali. Terus terang tubuhku juga tidak kalah dengan tubuh Ita hingga tidak dapat kubayangkan seandainya ada mata cowok yang mengintip kami berdua saat itu. Tapi aku melihat sekeliling yang ternyata cukup aman, selain dikelilingi tembok yang tinggi, di sekeliling bagian dalam tembok juga ditumbuhi pohon penesium yang cukup rindang dan tumbuh rapat sekali, jadi boleh dibilang tidak mungkin ada orang dari luar pagar tembok yang bisa mengintip ke dalam villa.

Air kolam renang lumayan dingin juga hingga kami pun tidak bisa berlama-lama berenang, maka kemudian kami sama-sama naik dan masuk ke dalam rumah untuk mandi dengan air hangat. Kami berdua mandi dalam satu kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur utama, kamar mandinya cukup besar dan mewah.

Ita tidak canggung-canggung melepaskan CD-nya di hadapanku, tubuhnya mulus dan sexy sekali, tak kalah dengan kemolekan tubuhku. Vaginanya bersih tanpa bulu kemaluan yang ternyata bukan karena dicukur, vagina Ita menurut pengakuannya memang sejak kecil sudah tidak pernah ditumbuhi bulu.

Ita menarik tali G Stringku sehingga aku pun ikut bugil di hadapannya, Ita juga mulai menggosokkan sabun cair ke tubuhku, tangannya mengelus seiap bagian tubuhku sambil meratakan tubuhku dengan sabun cair. Elusannya membuatku horny. Aku pun ikut menyabuni tubuhnya, sehingga kami akhirnya saling mengelus dan saling meraba. Elusan dan rabaan itu lama-kelamaan menjadi remasan-remasan, terutama saat tangan-tangan kami menyentuh bagian payudara kami masing-masing.

Saat itu kami sudah sama-sama terangsang sekali, sehingga entah kapan mulainya, kami pun sudah saling berpagutan, bibir kami saling lumat dan tangan kami juga saling raba, lidah kami pun bergantian saling menyusup dan saling lumat. Entah sudah berapa lama kami berdua saling kulum.

Liang vaginaku sudah basah sekali, demikian pula liang vagina Ita saat jari-jari tanganku menyusup di celah belahan vaginanya. Kami melakukan semua itu di bawah siraman shower, hingga beberapa saat kemudian Ita memutuskan untuk melanjutkannya di tempat tidur saja.

Selesai mengeringkan tubuh kami dengan apa adanya, kami pun bergumul di tempat tidur. Ita langsung melumat bibirku, dan aku pasrah saja saat bibir Ita melumat bibirku. Herannya aku tidak merasa jijik saat bibirku dikulum oleh sesama jenisku, bahkan aku sangat menikmatinya.

Ciumannya memang berbeda dengan cowok, beda yang paling menyolok adalah adanya kelembutan pada ciuman bibir Ita, kami sudah sama-sama diselimuti hawa nafsu hingga kami pun bergumul layaknya sepasang kasih yang sedang dilanda asmara, Ita bertindak lebih agresif dengan menjilat bagian leherku, sesekali bibirnya memberi kecupan di tubuhku.

Mulut Ita terus beraksi di sekujur tubuhku, payudaraku tak luput dari lumatannya, puting susuku dimainkan dengan ujung lidahnya. Aku jadi benar-benar horny, liang vaginaku kembali basah karena luapan birahiku, aku hanya dapat mengelus selangkangan Ita yang ternyata juga sudah mulai dibasahi oleh cairan yang mengalir keluar dari dalam rahimnya.

Kumainkan ujung jariku di atas klitoris Ita hingga membuat cairan bening yang membasahi liang vaginanya lebih deras mengalir keluar, kuselipkan ujung jariku dan kugesekkan naik turun dari atas ke bawah di sela lipatan bibir vaginanya. Ita jadi lebih bernafsu sekali tampaknya, jilatan lidahnya terus mengarah ke bagian bawah tubuhku.

Tangan Ita meremas-remas payudaraku sambil mulutnya tetap menjilat menjalari bagian perutku, ujung lidah Ita sengaja dikorekkannya di pusarku, sesekali bibirnya mengecup pusarku hingga aku merasa geli bercampur nikmat, kemudian Ita mengawali menjilat vaginaku, aku pun melakukan hal yang sama padanya dalam posisi 69.

Aku terus terang sangat terangsang saat menjilati vagina Ita yang mulus tanpa bulu kemaluan itu, kukecup klitorisnya dan kumainkan dengan ujung lidahku. Cairan sedikit kental yang membasahi vagina Ita kujilat dan kutelan bersama ludah yang membasahi rongga mulutku.

Dapat kurasakan Ita sangat menikmati sekali jilatanku, dia pun tak kalah piawainya melumat habis bibir vaginaku, ujung lidahnya dijulurkan dan ditancapkannya ke dalam liang vaginaku, dapat kurasakan ujung lidahnya menyentuh bagian dalam dinding vaginaku yang juga sudah sangat basah oleh cairan yang mengalir deras dari dalam rahimku. Mulut Ita mengulum klitorisku, sambil ujung lidahnya sengaja dimainkannya di situ.

Entah dari mana diambilnya, tiba-tiba tangannya sudah menggenggam sebuah alat yang berbentuk seperti batang kemaluan pria yang terdiri dari dua sisi bertolak belakang. Panjang dan besar sekali batang kemaluan mainan itu, bila dibandingkan dengan aslinya yang selama ini pernah kulihat, terbuat dari bahan semacam silikon atau mungkin sejenis plastik elastis.

Ita langsung memasukkan ujung batang kemaluan mainan itu ke dalam liang vaginaku sambil diputar dan dikocoknya, aku mengalami kenikmatan yang luar biasa. Liang vaginaku jadi tersumbat penuh oleh benda yang mirip sekali dengan batang kemaluan asli itu, ujungnya menyentuh-nyentuh benjolan daging sebesar ibu jari yang tumbuh di dalam liang vaginaku.

Aku hanya dapat mengeluh panjang sambil menghentikan jilatanku pada vagina Ita, aku tidak mempu melakukan sesuatu kecuali merintih dan menggeliat sambil menikmati batang kemaluan mainan yang keluar masuk memompa liang vaginaku. Punggungku terangkat dan kugoyangkan mengikuti irama kocokan batang kemaluan mainan yang besar dan panjang itu.

Ita rupanya mengetahui bahwa aku sudah akan mencapai puncak hingga tangannya mengocokkan batang kemaluan mainan tadi lebih cepat lagi. Rasanya luar biasa sekali, lebih heboh daripada aslinya, dan aku baru pertama kali merasakan hal seperti ini, sebelumnya memang aku juga pernah melihatnya saat menonton BF, namun tidak pernah terbayang sebelumnya kalau aku ternyata akhirnya juga dapat menikmati memakai alat tersebut.

Tubuhku menggigil dan terguncang hebat, akhirnya aku mencapai puncaknya, kurasakan semburan cairan dari dalam rahimku muncrat keluar membasahi liang vaginaku. Mengetahui bahwa aku sudah mengalami orgasme, Ita langsung menjilati klitorisku sambil tetap mengocokkan batang kemaluan mainan tadi.

"Aa.. Aacch! Ayoo.. Itt..! Teruu.. Uuss..!" rrangku sambil terus melepaskan semburan lendir dari dalam liang vaginaku.

Vaginaku berkedut-kedut saat melepaskan hasratku sementara bibir Ita tetap menempel ketat di klitorisku sambil ujung lidahnya sengaja menggelitiknya. Kemudian Ita juga memasukkan ujung batang kemaluan mainan yang sisi satunya ke liang vaginanya sendiri sehingga posisi vagina kami saling berhadapan dan masing-masing tersumpal oleh ujung mainan yang berbentuk batang kemaluan itu.

Tangan Ita memegang dan mengocok-ngocok batang kemaluan mainan tersebut, saat ujung yang satu masuk lebih dalam ke liang vaginaku, di bagian ujung lain yang berada di dalam liang vagina Ita jadi sedikit tercabut. Demikian pula sebaliknya, bila di bagian ujung yang terbenam di dalam liang vagina Ita tertancap lebih dalam lagi, maka di bagian yang terbenam dalam liang vaginaku jadi sedikit tercabut, demikian terus menerus saat dikocok oleh Ita. Posisiku tetap telentang sementara Ita sedikit berjongkok di atas tubuhku.

Nikmat sekali, aku terus terang baru pertama kali melakukan hal seperti ini. Tangan Ita terus membantu memegang dan mengocok batang kemaluan mainan tersebut. Ita memainkannya dengan piawai sekali sehingga kami akhirnya mengalami orgasme secara hampir bersamaan. Pada saat selesai orgasme, Ita langsung mencabut alat itu dan kembali melumat vaginaku.

Dengan tanpa merasa jijik sama sekali Ita menjilat habis dan menelan semua cairan yang membasahi liang vaginaku. Aku pun tidak mau kalah dengannya, kujilat pula vaginanya hingga kami akhirnya kembali melakukan posisi 69. Ita rupanya mempunyai kesamaan denganku, sangat suka saat klitorisnya dijilat, apa lagi saat ujung klitorisnya dimainkan dengan ujung lidah.

Ini adalah sungguh suatu pengalaman yang luar biasa bersama Ita yang pasti juga membaca kisahku ini. Selesai melampiaskan segala bentuk kepuasan bersama, kami tertidur tanpa mengenakan sehelai benang pun yang menutupi tubuh montok kami, dan kami baru terbangun saat udara dingin di Trawas mulai menghembus dan merayapi tubuh dan menyusup ke dalam tulang.

Ita memberikan sebuah kimono untuk kupakai, sedang Ita sendiri hanya memakai hem yang longgar dan agak panjang, sehingga lebih mirip dengan rok mini yang berbentuk hem. Gila betul Ita ini, pikirku, karena selain itu ia sudah tidak mengenakan apa-apa lagi, sehingga bagian selangkangannya dapat terlihat dengan jelas saat dia berjalan, karena ujung hem yang ia kenakan ujungnya hanya menutupi tepat di bagian selangkangannya.

Mungkin ini juga dikarenakan Ita sudah terbiasa dan tidak terusik dengan keberadaan Pak Djo, yang memang sejak Ita masih kecil sudah ikut mengasuh Ita hingga dia terbiasa cuek saja dengan penampilannya seperti itu saat ada Pak Djo, dan kulihat Pak Djo juga biasa-biasa saja saat kami berada dalam satu ruangan, ketika Pak Djo harus mengantarkan minuman untuk kami.

Untuk makan malam, Ita meminta Pak Djo membelikan ayam goreng di sebuah restoran. Pak Djo pergi cukup lama dengan mengendarai ojek, karena tempatnya cukup jauh dari villa yang kami tempati. Pada saat menunggu kedatangan Pak Djo kami berdua menonton BF koleksi Ita.

Rupanya Ita banyak menyimpan BF di villanya, ada tempat tersembunyi yang hanya dia yang mengetahui tempatnya untuk menyimpan BF, dan berbagai peralatan masturbasi. Ita punya berbagai macam dan bentuk mainan yang berbentuk alat kelamin pria, ada pula vibrator, memakai baterai yang bisa berputar meliuk-liuk sambil bergetar.

Ita mengambil salah satu yang bisa bergetar dan meliuk-liuk, bentuknya transparan, di dalamnya ada banyak semacam bola-bola yang akan bergeser saat berputar melingkar bagaikan mata bor. Di bagian atasnya ada tonjolan panjang dan lunak sekali, bisa bergetar hebat saat vibrator dinyalakan, fungsinya ternyata untuk mengorek-ngorek klitoris kita (kaum wanita tentunya) saat batang kemaluan mainan tersebut ditancapkan ke dalam liang vagina. Gila!, pikirku dalam hati, bagaimana Ita bisa mendapatkan benda-benda seperti itu?

Ita menyalakan TV-nya, sementara dia menyuruhku telentang di sofa yang panjang, aku seperti terhipnotis saja layaknya dan menuruti semua perintah Ita. Lalu dia berjongkok di samping sofa dekat selangkanganku. Kimonoku disingkapnya sedikit ke atas sehingga bagian bawah tubuhku terpampang jelas, karena aku tidak mengenakan apa-apa lagi di dalam kimono yang kukenakan.

Ita membuka pahaku lebar-lebar, kakiku yang kiri diletakkan di atas sandaran sofa, sementara kaki kananku diarahkan ke bawah sofa sehingga selangkanganku terbuka lebar dan vaginaku terpampang jelas di hadapannya. Ita mulai menyalakan vibrator di tangannya, dan kulihat batang kemaluan mainan yang dipegangnya sejak tadi itu mulai menggeliat berputar melingkar dengan tempo tetap.

Butiran yang ada di dalamnya ikur terputar, ujungnya digesekkan ke belahan bibir vaginaku, dapat kurasakan ujung batang kemaluan mainan itu bergetar dan berputar di belahan bibir baginaku. Ita menggesek-gesekkan ujungnya naik turun di sela-sela lipatan bibir vaginaku, sesekali berhenti di ujung klitorisku dan ditekankan sedikit.

Bisa dibayangkan bagaimana rasa yang menyelimuti bagian luar vaginaku yang langsung seketika itu juga menjadi basah. Hal ini memudahkan Ita untuk mulai menyusupkan batang kemaluan mainan itu masuk ke dalam lipatan bibir vaginaku, dapat kurasakan ujungnya mulai masuk ke dalam liang vaginaku.

Bagaikan mata bor yang besar berputar pelan sambil bergetar memasuki liang vaginaku lebih dalam lagi, aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya, kuremas-remas payudaraku sendiri sambil memilin-milin puting susuku. Batang kemaluan mainan itu akhirnya benar-benar masuk membenam di dalam liang vaginaku, kurasakan ujungnya menempel, menekan dan berputar di tonjolan daging kecil sebesar ibu jari yang tumbuh di dalam liang vaginaku. Ita menarik dan membenamkannya kembali, mengocok terus makin lama makin cepat.

Ujung tipis yang bergetar di bagian luar vaginaku menyentuh ujung klitorisku, aku merasakan setiap inci dinding vaginaku mendapat rangsangan hebat, liukan batang kemaluan mainan itu membuat dinding bagian dalam vaginaku bergetar, cairan yang membasahi liang vaginaku makin lama makin banyak.

Aku hampir pingsan rasanya karena merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tidak memerlukan waktu yang lama hingga aku mengalami orgasme yang hebat sekali. Ita tampak tersenyum puas setelah berhasil mengerjaiku dengan alat koleksinya.

"Kamu mau alat ini?" tanya Ita padaku sambil menawarkan alat yang baru digunakannya untuk memuaskanku.
"Ini untuk kamu saja. Kalau kamu mau, besok boleh kamu bawa pulang" imbuh Ita sambil menyodorkan batang kemaluan mainannya yang baru saja membuatku orgasme.