SERIAL ANDRE DAN CALVIN 39 : Akhir Kisah Dion



CREATED, STORY,AND EDITED BY: NICOLAST

Made tiba di kantor polisi tak lama kemudian. Pengacara ganteng itu datang sendiri ke kantor polisi setelah dihubungi oleh Ali melalui ponsel. Sesuai perintah Antonius, Ali dan Bayu sebenarnya menghubungi Made untuk menjemputnya, namun Made mengatakan ia tidak perlu dijemput.

Kedatangan Made disambut oleh Antonius di ruang kerja reserse. Antonius mempersilakan Made duduk di kursi depan mejanya lalu mengutarakan dengan singkat tujuannya meminta Made datang. Made tak bereaksi sama sekali mendengar penuturan Antonius. Ia tidak terlihat marah atau keberatan mendengar kliennya diinterogasi oleh Antonius tanpa memberitahu terlebih dahulu padanya apalagi memintanya untuk mendampingi.

“Terima kasih karena Anda bisa memakluminya,” kata Antonius kemudian setelah melihat reaksi Made yang tak menunjukkan sikap marah dan keberatan. Ia mengulurkan tangan kanannya bermaksud untuk mengajak Made berjabat tangan.

“Tunggu dulu Iptu Antonius,” sahut Made. Ia tak menyambut ajakan berjabat tangan oleh Antonius.

“Ada apa Bung Made?” tanya Antonius. Tangannya yang tadi terulur ditariknya kembali.

“Saya belum mengomentari sama sekali apa yang Anda kemukakan. Kenapa Anda bisa langsung menyimpulkan bahwa saya tidak marah atau keberatan dengan apa yang telah Anda lakukan?” tanya Made.

Antonius menatap wajah tampan Made. Dalam hatinya ia mengakui kelihaian pengacara muda ini. Sikap tanpa reaksi yang ditampilkan Made tadi berhasil menipu dirinya hingga mengira Made tidak keberatan atau marah. Biasanya pengacara-pengacara lain yang pernah bertemu dengannya akan langsung berang dan mengancam akan menggugat praperadilan atas tindakan menginterogasi tahanan tanpa didampingi oleh pengacara seperti yang telah dilakukan Antonius. Buat Antonius, menghadapi pengacara yang gampang berang dan suka mengancam seperti itu lebih mudah karena dibalik ancaman itu pasti tersembunyi tawaran bernegosisasi dengan polisi untuk meringankan atau meminta penangguhan penahanan kliennya.

“Saya belum menyimpulkan. Saya hanya berasumsi saja karena saya pikir Anda bersedia bekerja sama dengan polisi,” sahut Antonius ngeles. Sikapnya sangat tenang. Ia memang sudah mempersiapkan diri menghadapi situasi dan kondisi terburuk apabila Made, selaku pengacara Dion, keberatan.

“Bekerja sama sih oke-oke saja, tapi bukan berarti harus menyetujui pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian,” sahut Made dengan senyum tipis, membuat wajahnya terlihat makin tampan.

“Pengacara yang cerdas,” kata Antonius dalam hati. “Tentu saja Bung Made, saya setuju sekali dengan apa yang Anda katakan itu. Tapi, saya rasa kalimat Anda itu perlu ditambah sedikit,” sahut Antonius juga sambil tersenyum tipis.

“Menambahkan kalimat? Maksud Anda?” tanya Made bingung. Ia tak mengerti arah pembicaraan Antonius.

“Pelanggaran hukum juga bisa dilakukan oleh pengacara lho,” sahut Antonius. Senyumnya makin melebar.

“Saya belum menangkap maksud Anda,” sahut Made.

“Mungkin perlu saya panggil kemari Aiptu Ali dan Aiptu Bayu supaya Anda bisa menangkap maksud kata-kata saya,” sahut Antonius.

Serta-merta Made paham maksud Antonius. Made menatap lurus ke wajah tampan sang reserse. Sikapnya tetap tenang. Wajahnya tak menunjukkan reaksi terkejut sama sekali.

“Sudah menangkap maksud kata-kata saya?” tanya Antonius. Ia balas menatap wajah tampan Made.

“Sudah,” sahut Made singkat.

“Oke. Bisa kita mulai sekarang?” tanya Antonius.

“Terserah Anda,” sahut Made lagi.

“Kalo gitu mari kita temui klien Anda sekarang,” kata Antonius sambil berdiri dan bersiap untuk menuju ruang tahanan Dion.

“Tunggu sebentar,” sergah Made sambil menarik lengan Antonius menahan langkah sang reserse.

“Anda mau apa?” tanya Antonius agak kesal karena sikap Made yang dirasanya tidak sopan menarik lengannya seperti itu.

Made tak menjawab. Tiba-tiba saja ia mendorong tubuh Antonius hingga terduduk di depan meja kerja. Lalu tubuhnya menekan tubuh sang reserse dan wajahnya didekatkan ke wajah Antonius serta bibirnya melumat bibir sang reserse. Antonius yang tak mengira akan diperlakukan seperti itu secara tiba-tiba tak sempat melakukan perlawanan sama sekali.

Ciuman Made sangat gentle dan membuat Antonius terhanyut. Reserse ganteng itu menikmati lumatan bibir Made dan ikut membalas melumat juga. Keduanya berpagutan sambil saling menekan tubuh cukup lama. Setelah ciuman itu berakhir keduanya saling pandang dengan nafas agak terengah.

“Dasar nekat,” kata Antonius setelah beberapa saat. Reserse ganteng itu tersenyum lucu pada Made.

“Lo gak nolak sih,” sahut Made juga tersenyum lucu pada Antonius.

Suasana formal dan kaku antara keduanya langsung mencair.

“Lo gak takut gue tembak?” tanya Antonius.

“Lo mau nembak Gue? Sekarang? Tembak aja,” tantang Made.

“Lo nantang? Beneran Gue tembak deh Lo,” sahut Antonius dan dengan gerakan kasar ia membuka sabuk celana Made. Tak lama ia sudah berhasil menurunkan celana panjang yang dikenakan pengacara ganteng itu hingga ke lututnya.

Antonius kemudian membuka dan menurunkan celananya sendiri. Kontol keduanya yang sama-sama gemuk panjang terlihat sudah mengeras. Antonius rupanya sudah tak sabar, ia langsung mendorong tubuh Made dan mengarahkan pengacara ganteng itu agar berdiri setengah menungging sambil berpegangan pada meja kerja.

Kedua telapak tangan Antonius membuka belahan pantat Made. Matanya mencari celah lobang pantat sang pengacara di antara bulu-bulu halus yang tumbuh disana. Setelah bertemu lobang mungil keriput yang dicarinya itu sang reserse langsung meludahi lobang itu beberapa kali. Tak ada pelumas disitu, Antonius hanya mengandalkan ludahnya saja untuk dijadikan sebagai pelumas. etelah meludahi lobang pantat itu Antonius meludahi telapak tangannya sendiri dan kemudian melumuri ludah itu di kepala kontolnya.

“Pelan-pelan,” rintih Made pada Antonius saat reserse itu mulai melakukan penetrasi.

Antonius tak menjawab. Ia sibuk bekerja membenamkan batang kontolnya sambil menggerak-gerakkan pantatnya perlahan mendorong kepala kontolnya menyusup di celah lobang pantat Made.

Sedikit demi sedikit kepala kontol Antonius memasuki lobang pantat Made. Antonius terus mendorong hingga batang kontolnya berhasil masuk setengah. Made mengerang. Otot-otot lobang pantatnya berkontraksi. Antonius merasa batang kontolnya seperti dicengkeram sedemikian kuat oleh lorong lobang pantat Made.

“Ohhh…, ketatnyahhh…,” erang Antonius keenakan.

***

“Ndre, siapa yang mengajari kamu tidak sopan seperti ini??!” tanya Mama Andre menghardik. Suaranya keras sekali. Sang mama yang tak pernah marah pada putra semata wayangnya itu terlihat emosi sekali.

“Udah Ma, udah,” kata sang papa menenangkan sang mama.

Mama dan Papa Andre duduk di atas ranjang, menutupi tubuh mereka yang telanjang bulat dengan selimut. Tertangkap basah sedang ngentot–dalam posisi yang tak lazim pula—rupanya membuat kedua orang tua Andre malu juga. Tak cukup dengan menutupi tubuh dengan selimut saja, Mama Andre menutupi rasa malunya dengan memarahi putra semata wayangnya itu.

Andre tak menyahut pertanyaan mamanya itu. Ia tahu kemarahan mamanya itu hanya untuk menutupi rasa malunya saja. Andre mendekati papa dan mamanya ke ranjang. Dengan santai ia duduk di tepi ranjang kedua orang tuanya itu. Sementara itu Dadang dan Yusuf hanya terdiam sambil memandangi ketiga anak beranak itu berganti-ganti.

“Kamu mau apa Ndre?” tanya sang mama. Suaranya masih tinggi.

“Enggak ngapa-ngapain Ma. Andre cuman pingin duduk dekat Papa dan Mama aja,” sahut Andre kalem.

“Apa yang kamu lakukan ini nak?” tanya sang papa. Ini kali kedua buatnya ditangkap basah oleh putra semata wayangnya sedang ngentot. Yang pertama saat ngentot dengan bekas ajudannya dulu, Mas Fadly.

“Tadinya Andre hanya bermaksud untuk menemui Mama dan Papa untuk ngobrol dengan jujur tentang apa yang terjadi dalam keluarga kita. Tapi ternyata kita gak perlu ngobrol lagi, Pa, Ma. Apa yang Andre lihat bersama-sama dengan Mas Dadang dan Mas Yusuf kayaknya udah menjelaskan semuanya,” sahut Andre.

“Apa maksud kamu Ndre? Kenapa kamu harus membawa Dadang dan Yusuf kemari? Pa, Mama gak mau tahu, pokoknya besok pagi dua ajudan Papa ini sudah harus dipecat!” kata Mama Andre.

“Kok dipecat sih Ma? Harusnya Mama berterima kasih sama mereka berdua karena selama ini sudah memuaskan nafsu setan Mama,” sahut Andre.

“Kamu betul-betul kurang ajar Ndre. Mama gak sangka kamu bisa ngomong seperti itu pada Mama!” seru sang mama.

“Ma, udahlah. Andre udah tahu semuanya kok. Gak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi,” kata Andre.

“Apa yang kamu tahu? Kamu jangan sembarangan omong Ndre,”

“Sebelum Mas Dadang dan Mas Yusuf jadi ajudan disini, Andre udah pernah ngelihat Mama ngentot dengan Mas Dharma di ruang kerja papa,”

“Astaga! Kotor sekali kata-katamu itu Ndre,” kata sang mama.

“Kotor Ma? Apalagi kata yang lebih tepat? Zina mungkin?” tanya Andre sinis.

Sang Mama terpaku mendengar kesinisan kalimat putra semata wayangnya itu. Papa Andre tak berbicara, ia hanya diam.

“Andre hanya ingin keluarga kita bisa saling jujur. Itu saja. Gak usah berpura-pura suci padahal dalamnya busuk. Andre mau Papa dan Mama mau jujur sama Andre. Andre mau Mama dan Papa gak jadi orang munafik di depan Andre. Karena Andre juga ingin jujur dan gak munafik pada Papa dan Mama,” kata Andre lirih. Tanpa bisa ditahannya air matanya menetes.

Kemarahan sang mama langsung buyar melihat tetesan air mata putranya itu. Andre adalah anak yang keras hati dan sangat jarang menangis. Melihat Andre menangis, sang mama jadi terharu.

“Mama lihat Mas Dadang dan Mas Yusuf itu? Mereka berdua adalah ajudan yang baik. Mereka berdua pasti berharap banyak pada Papa dan Mama. Paling tidak mereka berdua berharap dengan menjadi ajudan menteri. karir mereka kedepan akan lebih baik. Namun tiba-tiba mereka ingin mengundurkan diri,” kata Andre.

“Mengundurkan diri? Kenapa kalian mau mengundurkan diri? Kenapa kalian tidak bicarakan hal ini ke saya?” tanya Papa Andre pada kedua ajudan itu.

“Maaf Pak,” sahut Dadang dan Yusuf dengan suara pelan.

“Mereka bingung Pa,” Andre yang mewakili kedua ajudan itu menjawab pertanyaan papanya.

“Bingung kenapa?” tanya sang papa.

“Bingung dengan segala kemunafikan Papa dan Mama,” sahut Andre.

“Kenapa kamu bilang begitu nak?” kali ini sang mama yang bertanya. Suaranya sudah terdengar lembut seperti biasanya bicara pada Andre.

“Betulkah perasaan mama selama ini tertekan karena mengetahui papa suka ngentot dengan cowok dan tidak bisa berbuat apa-apa?” tanya Andre tanpa tedeng aling-aling pada mamanya.

“Siapa yang ngomong ke Andre seperti itu?” tanya sang mama pada putranya. Sementara sang papa hanya diam mendengarkan. Reaksi Papa Andre terlihat biasa-biasa saja.

“Andre mendengarkan pembicaraan Mas Dadang dan Mas Yusuf tadi,” sahut Andre.

Mama Andre melirik ke Dadang dan Yusuf. Kedua ajudan ganteng itu langsung menunduk.

“Kamu yang membicarakan hal ini Suf?” tanya Mama Andre dengan suara tegas pada Yusuf.

“Iya, bu. Saya merasa gak enak hati setelah mendengar apa yang ibu utarakan. Saya merasa terenyuh dengan nasib ibu,” sahut Yusuf takut-takut.

“Kenapa kamu masih mikirin apa yang saya utarakan? Bukankah saya sudah bilang anggap saja apa yang saya bicarakan itu gak pernah ada?” tanya Mama Andre sewot.

“Mohon maaf, bu. Saya gak bisa melupakan apa yang ibu bilang. Saya kepikiran terus. Perasaan saya jadi gak enak.” Sahut Yusuf.

“Mama ini gimana sih? Ini membuktikan kalo Mas Yusuf adalah ajudan yang sangat setia. Ia ikut susah kalo mama juga susah. Kalo dia gak kepikiran dan cuek aja dengan apa yang mama katakan itu, artinya dia gak peduli dengan mama. Harusnya mama senang punya ajudan setia seperti Mas Yusuf ini, bukannya malah sewot padanya,” potong Andre.

“Iya, iya sayang. Mama tahu Yusuf adalah ajudan yang setia. Mama bukan sewot sama dia. Mama sewot sama sikapnya yang gak ngedengerin apa yang mama katakan agar pembicaraan itu gak usah dianggap pernah ada,” sahut sang mama.

“Kalo gitu mama emang bener dong merasa tertekan mengetahui apa yang papa lakukan selama ini?” tanya Andre.

“Jujur aja sebenarnya kadangkala mama emang merasa tertekan …,” sahut sang mama.

“Lho? Lho? Bukannya mama udah tahu kalo papa emang doyan ngentot sama cowok sejak dulu? Kok mama gak pernah protes selama ini?” tanya sang papa yang akhirnya ngomong.

“Apa? Mama udah tahu sejak dulu?” tanya Andre kaget.

“Iya Ndre. Mama kamu udah tahu sejak dulu. Bahkan sejak papa dan mama belon kawin lagi,” sahut sang papa.

“Kalo gitu kenapa mama gak keberatan nikah sama papa?” tanya Andre.

“Kalimat mama belum selesai sayang. Papa kamu langsung motong aja, jadinya mama enggak selesai ngomongnya,” sahut sang mama.

“Oke, silakan mama lanjutin ngomongnya,” kata Andre. Ia merasa senang karena akhirnya papa dan mamanya mau jujur.

“Kadangkala mama emang merasa tertekan, tapi mama sangat sayang dan cinta sama papa kamu. Lagipula papa kamu juga sangat sayang sama mama. Papa kamu juga selalu membahagiakan mama sejak muda dulu. Ia selalu melakukan yang terbaik untuk mama dan keluarganya. Makanya mama bisa menerima kondisi papa kamu,” sahut sang mama.

“Eit, ada satu yang terlupa,” sela sang papa.

“Apa lagi pa?” tanya sang mama.

“Mama juga mau sama papa karena papa bisa nerima kondisi mama yang suka juga ngentot dengan sesama perempuan kan?” kata Papa Andre sambil mencubit pipi istrinya mesra.

“Iya, iya. Mama lupa bilangin soal itu,” sahut sang mama malu-malu.

“Lupa apa sengaja? Mama malu ya jujur soal itu didepan Andre?” tanya sang papa.

Sang mama hanya nyengir.

“Jadi gitu ya. Kalo gitu apa yang terjadi sama Andre emang turunan dari papa dan mama dong,” kata Andre.

“Maksud kamu sayang?” tanya sang mama. Ia belum ngerti maksud Andre karena Mama Andre memang belum tahu kalo putra semata wayangnya itu juga suka ngentot dengan dengan cewek dan cowok sekaligus. Sementara sang papa hanya senyum-senyum saja karena memang sudah mengetahui sebelumnya.

“Papa sudah tahu, kini saatnya mama juga tahu,” sahut Andre sambil tersenyum manis pada papa dan mamanya.

“Apa yang mama perlu tahu sayang?” tanya sang mama.

“Ma, Andre juga suka kok ngentot sama cewek dan cowok,” sahut Andre lalu berdiri dari tempat tidur kedua orang tuanya yang tadi didudukinya. “Nah, karena papa dan mama sedang asik berdua, boleh dong Andre asik-asikan bertiga dengan Mas Dadang dan Mas Yusuf,” tambah Andre sambil mengedipkan sebelah matanya pada kedua orang tuanya dan kemudian berjalan mendekati kedua ajudan ganteng itu yang terlihat kebingungan.

“Ndre, kamu jangan gitu dong sayang. Biar aja papa dan mama aja yang seperti ini,” kata sang mama.

“Udah deh ma. Biarin aja. Kita juga kayak gini masak kita harus ngelarang putra kita. Kalo emang dia juga kayak kita mau diapain lagi,” kata Papa Andre.

“Tapi pa, kita harus mendidik Andre supaya gak seperti kita,” sahut sang mama.

“Mama ini ada-ada aja deh. Sebagai orang tua kitakan contoh tauladan buat anak-anak kita. Harusnya kalo kita mau anak kita tidak melakukan sesuatu kita juga jangan melakukannya. Kalo kita melakukannya maka kita harus siap kalau anak kita juga melakukannya. Kesalahan ini sudah datang dari diri kita. Maka kita tanggunglah akibatnya,” kata sang papa.

“Iya sih pa. Tapi mama rasanya gimana gitu,” sahut sang mama lagi.

“Udah deh ma. Kita bebaskan saja Andre untuk memilih sekarang. Nanti ketika saatnya tiba dia harus memutuskan sendiri mana yang terbaik buat dia. Yang penting dia bisa menjaga dirinya,” kata sang papa.

“Terima kasih Pa atas kepercayaannya. Andre akan jaga kepercayaan papa itu. Andre janji, kalo udah dewasa nanti Andre akan persembahkan yang terbaik untuk Papa dan Mama,” sahut Andre.

“Andre janji ya sayang,” kata sang mama.

“Iya ma,” sahut Andre.

“Andre juga harus nikah sama perempuan. Jangan sama laki-laki,” kata mamanya lagi.

“Pastilah ma,” sahut Andre.

“Ya udah kalo gitu Andre boleh asik-asikan sama Dadang dan Yusuf sekarang,” kata mamanya.

“Terima kasih ma,” sahut Andre bersiap-siap pergi dengan kedua ajudan ganteng yang tetap saja masih kelihatan kebingungan.

“Kamu mau kemana sayang?” tanya sang mama. “Asik-asikannya disini aja,” ajak sang mama.

“Enggak ah ma. Kami asik-asikan di kamar Andre aja. Kalo disini kesannya gimana gitu ma. Kayak keluarga kita gak bermoral aja,” sahut Andre.

“Andre bener sayang. Ya udah kalian boleh pergi sekarang,” sahut sang mama.

“Pintunya jangan lupa ditutup ya Ndre,” tambah sang papa.

“Sip, Pa,” sahut Andre sambil menarik kedua lengan ajudan ganteng itu mengikutinya.

Dadang dan Yusuf bener-bener bingung mendengarkan seluruh pembicaraan keluarga Andre yang sangat aneh bin ajaib itu.

***

Baju yang dikenakan Antonius dan Made sudah basah kuyup bersimbah keringat. Keduanya masih terus memacu birahi dengan posisi yang tak berubah sejak awal dimana Antonius mengentoti Made dari belakang. Buah pantat terlihat bergerak maju mundur semakin bertambah cepat. Ia merasakan orgasmenya akan segera menjelang sesaat lagi.

“Ohhh…, ohhh…, Gue dah mau nyampehhh…,” erang Antonius.

“Keluarin, keluarin di dalem. Gue juga dah mau nyampehhh…,” sahut Made juga mengerang. Pantatnya juga bergerak cepat maju mundur menjemput gerakan pantat Antonius. Tangan kanan Made mengocok kontolnya sendiri dengan gerakan tangan yang sangat cepat.

Tak lama tubuh keduanya mengejang. Erangan keras serempak terdengar dari mulut mereka. Orgasme telah mendatangi keduanya pada saat yang bersamaan.

Antonius memeluk tubuh Made erat-erat. Mulutnya mencari mulut pengacara ganteng itu. Setelah mulut mereka bertemu keduanya langsung saling memagut dengan penuh nafsu diantara deru nafas mereka yang memburu.

“Setan! Enak banget pantat Lo,” puji Antonius setelah deru nafas mereka mulai mereda.

“Kontol Lo juga enak banget,” sahut Made.

Antonius lalu melepaskan kontolnya dari lobang pantat Made. Reserse ganteng itu menyambar tissue kering dari kotak tempat tissue yang ada di meja kerja.

“Pantat Lo bersih. Kontol Gue gak kena tai sedikitpun,” puji Antonius setelah melihat tissue yang digunakan untuk mengelap botong kontolnya tak dikotori bercak noda berwarna apapun selain putih kental.

“Makasih,” sahut Made. “Gue emang kalo cebok selalu sampe kedalem supaya bersih.” Pengacara ganteng itu juga menyambar tissue kering dan kemudian berjongkok mengangkang di lantai. Made mengelap lobang pantatnya yang menganga dengan tissue kering itu. Beberapa kali ia mengejan pelan untuk mendorong keluar cairan sperma Antonius yang terkubur di lobang pantatnya tadi.

“Kenapa Lo tadi nekat nyium Gue?” tanya Antonius sambil mengelap batang kontolnya yang belepotan cairan spermanya sendiri.

“Karena Gue yakin Lo pasti suka dan gak bakalan nolak,” sahut Made.

“Kenapa Lo bisa yakin Gue pasti suka dan gak bakalan nolak?” tanya Antonius lagi.

“Karena Lo yang ngomong sendiri,”

“Kapan Gue ngomong?”

“Waktu Lo ngomong apa perlu Ali dan Bayu dipanggil,”

“Lho? Apa hubungannya?” tanya Antonius bingung.

“Hubungannya adalah bahwa Lo tahu apa yang terjadi antara Gue dan mereka berdua. Harusnya setelah Elo tahu kedua reserse itu harusnya sudah ditangkap termasuk juga Gue. Tapi Elo gak melakukan itu. Elo membiarkannya saja. Artinya jelas, Elo juga suka begitu,” sahut Made sambil berdiri dari jongkoknya. Tissue yang digunakannya untuk mengelap lobang pantatnya tadi diremas lalu dibuang di tempat sampah yang ada disitu. Sebelah matanya mengedip pada Antonius.

“Lo emang cerdas,” kembali Antonius memuji Made sambil tersenyum dan membuang tissue-nya ke tempat sampah setelah Made.

Keduanya kemudian merapikan kembali celana panjang yang mereka kenakan. Setelah rapi keduanya kemudian meninggalkan ruang reserse. “Saatnya bekerja,” kata Antonius sambil berjalan menuju ruang interogasi diikuti Made.

“O ya, Pak Gunawan Wijaya dan Pak Hendra Tandanu juga ikut menginterogasi. Gue harap Lo gak keberatan,” kata Antonius.

“Sebenarnya sih keberatan. Tapi mau apa lagi. Kalo Gue nolak, Lo pasti akan membujuk Gue pake alasan kita harus saling bekerja sama,” sahut Made.

Antonius terbahak mendengar jawaban Made itu.

Tiba di depan ruang interogasi mereka berdua disambut oleh Papa Calvin, Om Hendra, Ali, dan Bayu yang sudah lama menunggu.

“Kok lama sekali?” tanya Papa Calvin sambil memperhatikan dengan serius Antonius dan Made yang keringatan. Baju dan rambut keduanya jelas sekali basah kuyup bersimbah keringat belum sempat kering karena keduanya langsung menuju ruang interogasi. “Kalian habis ngapain?” tanya Papa Calvin dengan senyum menyelidik.

“Gak ngapa-ngapain. Hanya mengklarifikasi apa yang telah dilakukan Made bersama-sama dengan Ali dan Bayu tadi siang,” sahut Antonius dengan senyum nakal.

“Dasar! Masih juga disempetin dalam waktu kayak gini,” kata Papa Calvin.

“Gak ngajak-ngajak lagi,” tambah Om Hendra.

Made tak ikut berkomentar. Ia hanya tersenyum saja. Sementara Ali dan Bayu pura-pura tak mendengarkan pembicaraan itu.

“Okelah, mari kita menemui Dion!” ajak Antonius pada Papa Calvin, Om Hendra, dan Made.

Mereka berempat lalu masuk kedalam ruangan interogasi. Dion langsung sumringah melihat kedatangan Made.

“Syukurlah kamu datang De. Mereka sudah menginterogasi aku tanpa didampingi oleh kamu,” kata Dion bersemangat mengadukan hal itu pada Made.

“Aku sudah tahu Yon. Kamu tenang dulu. Sekarang aku sudah hadir, alangkah baiknya kalo interogasi ini dilanjutkan dulu. Nanti kita pikirkan apa yang terbaik untuk kita lakukan,” sahut Made. “Kamu pokoknya tenang aja Yon. Aku akan mendampingi sampai kasusmu ini selesai,” tambah Made.

Dion mengangguk. Ia merasa lebih nyaman dengan kehadiran Made mendampinginya.

“Kalau begitu kita bisa lanjutkan lagi sekarang,” kata Antonius.

“Silakan,” sahut Made.

“Mas Gunawan silakan kalo ingin bertanya pada Dion,” kata Antonius mempersilakan Papa Calvin yang kelihatan sudah tak sabar ingin mengetahui sedetil-detilnya.

“Baiklah. Yon, aku ingin tahu bagaimana kalian masuk dalam kehidupan keluarga kami serta gimana caranya kamu menjalin hubunga dengan Desi?” tanya Papa Calvin.

“Baiklah, aku akan ceritakan sejelas-jelasnya,” sahut Dion.

***

Pintu lift mulai tertutup ketika sebuah jemari indah menahannya. Pintu lift itu kemudian membuka kembali dan seorang gadis cantik pemilik jemari indah itu memasuki lift. Gadis cantik itu tak lain dan tak bukan adalah Sonya.

“Selamat pagi, Pak,” sapa Sonya ramah pada Gunawan Wijaya alias Papa Calvin yang sudah lebih dahulu ada di dalam lift.

“Selamat pagi,” sahut Gunawan Wijaya simpatik sambil memandangi keindahan fisik Sonya. “Mau kemana dik?” tanya Gunawan Wijaya.

“Ke lantai tiga belas, Pak,” sahut Sonya memberikan senyumannya yang paling manis pada Gunawan Wiyaya.

“Kebetulan sekali, saya juga mau ke lantai tiga belas,” sahut Gunawan Wijaya dan kemudian menekan angka tiga belas dengan ujung jari telunjuk tangan kanannya. “Mau ngapain kesana?” tanya Gunawan lagi. Matanya melirik nakal pada Sonya yang cantik dan bertubuh ranum itu.

“Saya mau menanyakan lamaran kerja saya kenapa ditolak. Bapak bekerja di hotel ini juga?” tanya Sonya sopan.

“O, bukan. Saya hanya bertamu kemari. Saya ada janji bertemu dengan pimpinan hotel ini,” sahut Gunawan berkilah. Padahal sesungguhnya dialah pimpinan yang mengelola sekaligus pewaris hotel berlantai tiga belas itu. Hotel termegah yang ada di Indonesia.

“Andai saja saya bisa seperti Bapak, bertemu langsung dengan pimpinan hotel ini maka saya bisa menanyakan langsung kenapa lamaran saya ditolak,” kata Sonya bergaya malu-malu. Sonya berpura-pura tidak mengenal pengelola dan pemilik hotel agar tidak menimbulkan kecurigaan Gunawan. Padahal sesungguhnya dia tahu persis siapa orang yang sedang bicara dengannya ini. Ia sudah melihat foto Gunawan dari Ricky, anak Om Rezky, sebelumnya.

Atas kesediaan Om Rezky membantu, disusupkanlah Ricky dalam kehidupan Rina Handoyo, istri Gunawan Wijaya. Hal ini bisa terjadi karena Om Rezky adalah germo besar yang memiliki jalur koneksi prostitusi kelas tinggi. Ricky saat itu masih duduk di kelas satu SMA dan menjadi gigolo kesayangan Rina Handoyo. Dengan kelihaiannya merayu, Ricky berhasil mengumpulkan informasi tentang keluarga Rina sedetil-detilnya. Termasuk siapa suami Rina Handoyo.

“Kenapa kamu ingin sekali kerja di hotel ini?” tanya Gunawan. Matanya tak lekang dari tubuh Sonya. Ia sangat tergoda untuk mencicipi tubuh gadis cantik didepannya ini. Keinginan Sonya untuk bertemu dengannya, membuat pikiran mesum Gunawan makin merajalela. Ia berencana untuk mengerjai gadis ini namun tidak main tembak langsung.

“Tentu saja saya sangat ingin bekerja disini Pak. Hotel ini sangat bergengsi. Orang lain juga banyak yang ingin kerja disini,” sahut Sonya memuji. Ia tetap menjalankan aksi gaya malu-malunya saat menjawab pertanyaan Gunawan.

“Begitu ya. Kalo begitu nanti saya akan sampaikan pada Pak Gunawan bahwa ada seorang gadis yang sangat cantik dan punya semangat yang luar biasa ingin bekerja di hotel ini,” sahut Gunawan. Ia merasa sangat senang mendengar pujian Sonya itu.

“Mohon maaf Pak, siapa Pak Gunawan itu?” tanya Sonya pura-pura.

“Dialah orang yang mau saya temui. Pengelola hotel ini sekaligus anak pemilik hotel ini,” sahut Gunawan.

“Pak, terima kasih sekali kalau Bapak bersedia menyampaikannya pada Pak Gunawan. Saya tidak tahu harus bagaimana berterima kasih pada Bapak,” sahut Sonya.

“Kamu hanya perlu berterima kasih pada Gunawan kalau dia menerima kamu kerja disini,” sahut Gunawan sambil mengedipkan sebelah matanya nakal pada Sonya.

“Tentu saja saya sangat berterima kasih pada beliau kalau beliau memang bersedia menerima saya kerja disini. Apapun yang beliau perintahkan pasti akan saya lakukan,” sahut Sonya.

Birahi Gunawan makin meninggi mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Sonya dengan gaya malu-malunya itu. Tak lama tibalah mereka di lantai tiga belas.

“Mari dik. O ya, siapa nama adik supaya saya bisa omongkan pada Pak Gunawan?” tanya Gunawan.

“Nama saya Sonya Pak,” sahut Sonya.

“Baiklah, dik Sonya ikut saya nanti dik Sonya menunggu sebentar di depan ruang kerja Pak Gunawan, biar saya masuk dulu kedalam dan bicara dengan beliau,” kata Gunawan.

“Baik Pak. Terima kasih sekali Pak,” sahut Sonya.

***

“Jadi rupanya Sonya sudah kenal sama saya waktu itu?” tanya Papa Calvin geregetan mendengar cerita Dion itu.

“Ya, begitulah Om,” sahut Dion santai.

“Benar-benar rapi kalian melakukannya. Saya benar-benar tidak menyadarinya selama ini,” kata Papa Calvin lagi.

“Mohon jangan dipotong dulu Pak Gun. Mari kita dengarkan lanjutan cerita Dion agar kita tidak terlalu lama disini. Ini sudah malam lho,” kata Made mengingatkan.

“Oke, oke. Sorry,” sahut Papa Calvin.

Dion kembali melanjutkan ceritanya.

***

Hampir dua puluh menit Sonya menunggu di depan pintu ruang kerja Gunawan, ketika tiba-tiba seorang perempuan setengah baya yang terlihat masih cantik, memanggil Sonya dan menyuruhnya masuk kedalam ruang kerja Gunawan.

Sonya memasuki ruang kerja Gunawan dengan gaya masih malu-malu. Ketika masuk kedalam ruangan itu Sonya melihat Gunawan sedang duduk sendirian di sofa. Di depannya ada meja rendah yang di atasnya terlihat sebuah botol sampanye yang sudah terbuka lengkap dengan tabung es dan dua gelas minum yang masih kosong disampingnya.

“Silakan duduk dik Sonya,” kata Gunawan mempersilakan Sonya duduk.

“Terima kasih Pak. Engghhh…, Pak Gunawannya gak ada ya Pak?” tanya Sonya pura-pura kecewa karena tidak bertemu dengan orang yang ingin ditemuinya.

“Santai aja dulu dik Sonya, mari kita minum-minum dulu,” kata Gunawan.

“Maaf Pak, saya gak biasa minum,” sahut Sonya.

“Lho, katanya mau kerja di hotel masak gak biasa minum. Nah, hari ini latihan dulu nantikan jadi biasa,” kata Gunawan sambil menuang sampanye ke dua gelas kosong itu dan kemudian menambahkan sedikit es batu di masing-masing gelas.

“Tapi Pak saya takut nanti jadi mabuk,” sahut Sonya.

“Mending mabuknya sekarang daripada nanti kalo udah kerja,” kata Gunawan. Ia memberikan sebuah gelas pada Sonya. “Mari minum,” ajaknya sambil mendekatkan dua gelas itu hingga terdengar bunyi ‘ting’ lalu Gunawan langsung meneguk sampanyenya.

Sonya ikut minum dengan pura-pura menutup hidungnya dan bergaya seolah-olah tak suka dengan sampanye yang diminumnya itu. Padahal gadis ini sudah biasa meneguk minuman beralkohol selama ini. Gunawan terkekeh melihat Sonya yangseolah-olah tak pernah minum.

“Sini Sonya, duduk disamping saya. Gak usah malu-malu,” ajak Gunawan.

“Maaf Pak. Saya disini aja,” sahut Sonya yang duduk di sofa depan sofa Gunawan.

“Kamu takut sekali kayaknya. Saya gak akan perkosa kamu deh,” kata Gunawan lagi.

“Maaf Pak. Nanti Pak Gunawan datang,”

“Kalo Pak Gunawan datang lalu kenapa?”

“Ini ruang kerja beliau Pak. Nanti beliau mengira saya gadis yang gak punya sopan santun, mengganggu tamu beliau,” sahut Sonya.

“Hehehe, kamu benar-benar gadis yang baik Sonya. Baiklah kalo gitu saya jujur aja deh ke kamu. Sebenarnya sayalah Gunawan,” kata Gunawan.

“Jangan bohon Pak,”

“Saya gak bohong. Kalo kamu gak percaya kamu bisa tanya sama sekretaris saya diluar,” sahut Gunawan.

Sonya langsung bangkit dari duduknya dan membuka pintu ruang kerja Gunawan dan memanggil sekretaris yang tadi menyuruhnya masuk.

“Bu. Maaf saya boleh bertanya?” tanya Sonya.

“Silakan dik,” sahut sekretaris itu.

“Apakah benar itu Pak Gunawan?” tanya Sonya sambil menunjuk Gunawan yang sedang tertawa-tawa.

“Benar dik. Itulah Pak Gunawan,” sahut sekretaris itu sambil tersenyum geli.

“Terima kasih bu,” sahut Sonya.

Sekretaris itu lalu kembali ke meja kerjanya. Sonya lalu memnutup pintu ruang kerja Gunawan dan kembali duduk di sofa depan Gunawan.

“Udah percaya?”

“Bapak jahat sekali. Bapak ngerjain saya ya,” kata Sonya dengan gaya merajuk.

“Jangan marah gadis cantik. Kalo kamu marah makin cantik lho,” goda Gunawan.

“Kenapa Bapak mesti ngerjain saya?” tanya Sonya.

“Saya suka ngelihat kamu. Cantik, gigih, dan punya semangat tinggi. Saya tadi sudah bicara dengan bagian personalia, kamu saya terima bekerja sebagai sekretaris disini berdua dengan ibu sekretaris yang tadi. Namun ada syaratnya …,”

“Apa syaratnya Pak?” tanya Sonya.

“Kalo ibu tadi Cuma jadi sekretaris urusan luar saja, kamu jadi sekretaris urusan luar dalam,” sahut Gunawan.

“Maksud Bapak?”

“Selain membantu saya urusan kantor kamu juga membantu saya urusan kontol,” sahut Gunawan nakal.

“Ih, Bapak ngomongnya kok gitu sih?” kata Sonya menutupi wajahnya pura-pura malu.

Gunawan cengengesan. Ia berdiri dan mendekati Sonya. Wajahnya didekatkannya pada wajah cantik gadis itu. Sonya kaget ketika menyadari wajah ganteng Gunawan sudah dekat sekali di depan wajahnya.

“Kenapa malu Sonya? Kamu belum pernah dengar kata kontol?” kata Gunawan dengan suara berbisik didepan wajah Sonya.

“Pernah Pak,”

“Ngelihat kontol?”

“Pernah Pak,”

“O ya. Punya siapa?”

“Punya mantan pacar saya,” sahut Sonya berbohong.

“Pernah ngerasainnya juga?”

“Pernah Pak,”

“Kamu udah gak perawan lagi dong,”

“Mantan pacar saya yang merenggutnya Pak,” sahut Sonya tetap berbohong sambil bergaya sedih.

“Kesian. Kalo mulai sekarang anggap saja saya pacar kamu ya,” kata Gunawan.

Pagi itu pembicaraan diakhiri dengan tiga kali Gunawan mengentoti Sonya di ruang kerjanya. Ia ketagihan mengentoti gadis cantik itu karena keliahaian Sonya melayaninya.

“Kamu kayaknya udah ahli banget,” komentar Gunawan saat istirahat setelah sesi kedua mengentoti Sonya.

“Saya ngikutin goyangannya Bapak aja kok. Soalnya saya keenakan banget dengan kontol Bapak yang besar ini jadinya gak terkontrol deh,” sahut Sonya manja sambil melintir-melintir pentil dada Gunawan.

Gunawan terkekeh. Diciumnya rambut Sonya yang basah sambil memeluk erat tubuh gadis itu. Mereka berdua berbaring di atas sofa dalam keadaan sama-sama telanjang bulat.

Besoknya Sonya sudah mulai bekerja sebagai sekretaris di hotel Gunawan. Kelihaian Sonya berakting dan memuaskan nafsu syahwat membuat Gunawan tidak menyadari dirinya diporotin oleh Sonya. Kekayaannya yang berlimpah membuatnya tak peduli dengan segala rayuan maut Sonya. Gunawan sangat royal menghambur-hamburkan uangnya untuk gadis itu yang penting Sonya bisa memberikannya kepuasan.

Sonya sangat ahli berimprovisasi untuk mengekplorasi nafsu Gunawan. Berbagai macam metode dilakukannya agar Gunawan tak bosan. Sonya juga tak pernah menolak untuk melayani fantasi mengumbar semua fantasi sexnya yang sangat liar. Ngentot bertiga, ngentot berempat, ngentot rame-rame, atau ngentot sesama jenis, semuanya dilakoni Sonya. Khusus tentang ngentot sesama jenis yang dilakukan Gunawan, Sonya diwanti-wanti untuk merahasiakan hal itu pada siapapun.

Selain ahli ngesex Sonya ternyata juga bagus dalam bekerja. Hasil pekerjaan Sonya senantiasa membuat Gunawan puas. Tak perlu dijelaskan secara detil, Sonya sudah mengerti apa yang harus dilakukannya. Karena itulah Gunawan senantiasa mempertahankan Sonya menjadi sekretarisnya. Setelah sekretaris lama Gunawan yang sudah agak tua umurnya mengundurkan diri, Sonyalah kemudian yang menjadi sekretaris Gunawan satu-satunya di kantor hingga kini.

Sementara Sonya bekerja di kantor Gunawan, Dion sibuk menyelesaikan sekolahnya sambil tentu saja tetap jadi lonte lanang lepas. Ia belum ikut masuk dalam kehidupan keluarga Rina Handoyo karena tidak ingin terikat mengingat saat itu ia sudah duduk di kelas tiga SMA dan bersiap-siap mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.

Sebenarnya Ricky sudah merencanakan untuk menyusupkan Dion menjadi gigolonya Rini Handoyo, kakak kandung Rina Handoyo. Ricky memang sudah kenal padanya karena dikenalkan oleh Rini Handoyo. Ia juga pernah ngentot dengan Rini Handoyo, namun cuman freelance aja, bukan sebagai gigolo tetap. Hehehe. Rini sendiri sudah oke untuk menerima Dion jadi gigolonya. Ia pernah diperlihatkan foto Dion oleh Ricky dan langsung berselera melihat fisik Dion yang oke. Karena Dion serius untuk menyelesaikan sekolahnya dan akan ikut ujian masuk perguruan tinggi akhirnya Ricky dan Dion menyusun rencana untuk menawarkan David pada Rini. Waktu itu David masih duduk di kelas tiga SMP.

Dion mengutarakan rencananya dan Ricky itu pada David. Ternyata adiknya itu langsung oke.

“Kenapa Kak Dion gak nawarin sejak dulu sih? Kalo sejak dulu kakak nawarin, David udah ikut ngebantuin kakak dan Kak Sonya untuk nyari duit sejak dulu,” sahut David penuh semangat merespon tawaran Dion.

“Kamu beneran mau Vid?” tanya Dion meyakinkan.

“Pasti kak. David mau banget. Soalnya selama ini kontol David cuman dipake buat coli doang. Nah, sekarang saatnya kontol ini dipake buat memek, hehehe,” sahut David sambil tertawa nakal. David memang gayanya paling nakal diantara mereka berempat dan suka ngomong seenaknya.

“Vid, kakak pesan kamu jangan ngomong soal ini ke Kak Sonya ya,” kata Dion. Rencana ini memang belum Dion utarakan pada Sonya karena yakin Sonya akan keberatan karena usia David yang masih sangat muda.

“Sip kak. David gak akan ngomong sama Kak Sonya,” sahut David.

Ketika akhirnya Sonya mengetahui kalo David juga sudah ikutan jadi gigolo gadis itu mulanya sangat marah pada Dion dan David. Namun akhirnya mau tak mau ia harus menerima kenyataan itu karena sudah terjadi. Sonya meminta pada Dion dan David tidak mengajak adik bungsu mereka, Rafael, untuk melakukan hal itu kelak. Ia mengatakan cukup mereka bertiga saja yang terjun ke dunia prostitusi untuk membalas dendam pada keluarga Thomas Handoyo. Namun ternyata ketika Rafael sudah SMA ia mengikuti juga jejak ketiga saudaranya.

Ricky mengenalkan David sebagai pengganti Dion pada Rini Handoyo. Melihat David yang masih brondong dan cakep itu Rini langsung oke dan tak masalah kalo Dion ditukar dengan David. Tentu saja Ricky dan David tidak mengatakan pada Rini bahwa David adalah adik kandung Dion. Mereka merahasiakan itu untuk jaga-jaga agar rahasia keluarga Dion tidak tercium oleh keluarga Thomas Handoyo.

Apa yang dilakukan Ricky menyusupkan David ke keluarga Thomas Handoyo ternyata menjadi perhatian Om Rezky. Om Rezky menilai Ricky ternyata memiliki keahlian juga menjadi germo. Sejak itu Om Rezky sering mewakilkan urusan mengatur lonte lanangnya pada Ricky. Ketika akhirnya Om Rezky meninggal dunia jadilah Ricky mewarisi profesi papanya menjadi germo sampai sekarang.

Selepas SMA, Dion ternyata lulus perguruan tinggi negeri. Cowok itu diterima di UGM jurusan teknik sipil. Dion kemudian pindah ke Yogya dan ngekos disana. Meski sudah kuliah di Yogya, Dion masih sering pulang ke Jakarta karena ada saja klien yang mem-booking-nya.

Setahun kemudian Dion mendapat kabar dari David bahwa putri Rini Handoyo yang bernama Desi diterima sebagai mahasiswa di UGM jurusan teknik arsitektur. Begitu mendapatkan kabar itu dari David, Dion langsung menyusun rencana untuk mendekati putri keturunan Thomas Handoyo itu.

Karena kebetulan mereka satu fakultas yaitu sama-sama di Fakultas Teknik maka langkah Dion untuk mendekati Desi sangat terbuka luas. Saat ospek di Fakultas Teknik kala penerimaan mahasiswa baru Dion berkenalan dengan Desi. Dion yang bergaya sesimpatik mungkin dihadapan Desi membuat gadis itu tertarik padanya. Akhirnya mereka pacaran. Selama pacaran Dion tentu saja memanfaatkan Desi tanpa disadari oleh gadis itu. Dion berbohong pada Desi bahwa keluarganya masih tinggal di Palembang dan hidup susah. Dian mengaku bahwa ialah satu-satunya harapan keluarganya.

Desi yang hidup dalam kelimpahan materi tentu saja siap sedia untuk membantu Dion, cowok yang dicintainya. Bila Dion sudah mengeluh karena butuh uang sementara kiriman belum datang maka Desi langsung memberikan cowok itu uang tanpa mengharapkan Dion mengembalikan uang itu padanya. Ketika Dion berpura-pura akan mengembalikan uang, Desi langsung menolak. Inilah yang memang diharapkan oleh Dion.

Dion yang biasa hidup bebas berlagak alim di depan Desi. Ia sengaja menghindari hal-hal yang berhubungan dengan nafsu di depan gadis cantik itu. Sikap Dion ini tentu saja membuat Desi makin mencintainya. Satu tahun mereka kenal dan pacaran Dion tak pernah mengajak Desi ngesex. Padahal kehidupan mahasiswa disana sudah sangat permisif pada hal-hal berbau sex. Dion paling hanya mencium Desi sebatas pipi dan kening saja. Meskipun ia sangat bernafsu untuk menggumuli Desi, sekuat tenaga ditahannya. Ia akan melampiaskan nafsu sexnya pada klien yang mem-booking-nya atau pada teman-teman mahasiswa cowok yang dikenalnya yang punya hobi ngesex sejenis. Dion memang sengaja tidak mencari gadis lain untuk melampiaskan nafsunya agar tidak menjadi masalah dalam hubungan cintanya dengan Desi. Lagipula mencari mahasiswa cowok yang suka ngesex sejenis di kampusnya sangat gampang masa itu. Cukup ke warnet dan chatting di MiRC melalui channel gim ia akan menemukan puluhan cowok-cowok kampus undercover yang horny dan siap untuk menyalurkan nafsu bareng. Kalau ternyata sedang sial tak ada tempat untuk melampiaskan nafsunya maka Dion akan coli sepuasnya di kamar kosnya sekembalinya dari ngapel atau jalan bareng Desi.

Dion kebetulan aktif di kegiatan kemahasiswaan di kampus karena itu ia punya alasan pada Desi bila harus meninggalkan gadis itu karena ada booking-an dari Jakarta. Dion selalu beralasan kepergiannya untuk memenuhi undangan kegiatan kemahasiswaan dari kampus lain. Desi yang kebetulan memang tidak tertarik kegiatan kemahasiswaan dan lebih suka menekuni pelajaran percaya saja pada Dion. Ia tak pernah curiga atau bertanya meski hampir setiap bulan cowoknya itu meninggalkannya sendirian di Yogya.

Setahun menjalani pacaran akhirnya Desi menyimpulkan bahwa Dion adalah cowok yang setia. Sebagai hadiah atas kesetiaan Dion (menurut anggapan Desi) di ulang tahun pertama masa pacaran mereka Desi menghadiahkan keperawanannya pada Dion. Sepanjang malam hingga pagi Dion menikmati memek Desi sepuas-puasnya. Dari mulanya Desi kesakitan saat pertama kali merasakan batang kontol memasuki memeknya yang masih perawan hingga Desi tak merasakan lagi sakit melainkan kenikmatan saja saat batang kontol Dion mengobok-obok memeknya.

Untuk mencegah kehamilan, Desi selalu membuang sperma Dion yang masuk memeknya selesai ngentot. Selain itu ia juga minum pil anti hamil yang dibelinya dari apotek. Adakalanya Desi tak melakukan upaya mencegah kehamilan karena menurut perhitungannya ia sedang dalam masa tidak subur. Namun ternyata perhitungan manusia bisa meleset juga. Tanpa disadari oleh Desi saat ia datang membawa Dion ke rumah Calvin rupanya saat itu ia sedang dalam masa subur. Ngentot yang dilakukannya dengan Dion di rumah Calvin merupakan awal bencana buatnya.

***

“Saya ingat, saat itulah saya menyuruh kamu menemui saya di kantor,” kata Papa Calvin memotong cerita Dion.

“Betul Om. Saat itu pula Om tanpa malu-malu mengajak saya ngentot,” sahut Dion.

“Hahahahaha, betul-betul. Kamu juga cerita kalo kamu punya banyak koleksi cowok-cowok brondong,” sahut Papa Calvin.

“Ya, Om lalu mengatakan satu saat akan meminta saya untuk membawa cowok-cowok itu untuk sebuah pesta sex bersama Om,” tambah Dion.

“Akhirnya kamu merealisasikan permintaan itu ketika ulang tahun saya kemaren. Tapi yang paling menarik buat saya adalah ketika kita selesai beristirahat sehabis ngentot dan kemudian mengulanginya lagi untuk kedua kalinya dengan mengajak Sonya ikut serta. Kalian berdua benar-benar pintar bersandiwara. Kalian bisa berpura-pura tidak saling kenal padahal kalian berdua adalah saudara kandung. Ketika di lain waktu kita ngentot bertiga lagi di ruang kerja saya tetap saja kalian bisa berpura-pura tidak saling kenal seperti itu. Kalian benar-benar luar biasa Yon. Apakah sebelumnya kalian berdua memang sudah biasa melakukan incest?” tanya Papa Calvin.

“Saya belum pernah incest dengan Kak Sonya sebelum itu. Pertama kali melakukannya ya dengan Om,” sahut Dion.

“Dengan adikmu yang lain pernah?” tanya Papa Calvin penasaran.

“Dengan David ya. Kalau dengan Rafael belum pernah,” sahut Dion.

Papa Calvin geleng-geleng kepala mendengar pengakuan Dion.

“Gimana ceritanya sih? Ceritain dong,” sela Om Hendra penasaran.

“Cerita soal apa?” tanya Papa Calvin pada Om Hendra.

“Cerita Lu ngundang Dion ke kantor dan kemudian kalian ngentot bertiga dengan Sonya. Dijelasin yang detil dong, jadi kita mengetahuinya dengan lengkap,” sahut Om Hendra.

“Koh Hendra kayaknya terpuaskan banget fantasinya ya mendengar seluruh cerita-cerita bagian ngesexnya,” sindir Papa Calvin pada iparnya itu.

“Terserah Elu deh mau ngomong apa,” sahut Om Hendra sambil ngelengos.

“Gimana Om, apa perlu diceritakan juga soal itu?” tanya Dion meminta persetujuan Papa Calvin.

“Silakan aja deh. Udah terlanjur pada tahu juga,” sahut Papa Calvin.

“Gimana kalo kita nyeritainnya bareng-bareng Om?” tanya Dion.

“Oke,” sahut Papa Calvin.

***

Dion dan Papa Calvin membuka kembali memori mereka saat Dion bersama Desi menginap di rumah keluarga Calvin tepatnya keesokan paginya ketika Dion sedang melepas lelah di teras rumah keluarga Calvin usai lari pagi. Untuk membantu Elo mengingat kembali adegannya kita rewind deh.

***

Dion akan meneguk air putih dari botol air minum ketika tiba-tiba Mama Calvin datang dari arah belakang dan menegurnya, “Abis lari pagi nih?” tanya Mama Calvin menegur Dion.

“Eh, Tante. Pagi Tante,” sahut Dion tersentak, sedikit kaget karena teguran dan kedatangan Mama Calvin yang tiba-tiba itu. Karena kaget genggamannya pada botol air minum yang sedang diarahkannya ke bibirnya yang tipis dan kemerahan itu goyah. Wajah dan tubuhnya terpercik air putih dari lubang botol air minum itu. Percikan air itu menambah efek kesegaran yang makin kentara di wajah gantengnya.

Teras rumah keluarga Calvin masih cukup gelap pagi itu. Kehadiran Mama Calvin yang tiba-tiba itu tentu saja membuat Dion kaget. Kekasih Desi itu baru saja selesai lari pagi keliling kompleks perumahan tempat keluarga Calvin tinggal. Lari pagi adalah kegiatan rutin yang dilakoninya saban pagi sejak SMA.

Untuk beberapa saat kemudian Dion dan Mama Calvin terdiam. Keduanya hanya saling memperhatikan satu sama lain. Mata Mama Calvin tajam memandang tubuh Dion yang bersimbah peluh dalam balutan kaos putih tanpa lengan plus celana pendek ala Hawaii. Sementara tatapan Dion juga tak kalah tajam pada Mama Calvin yang pagi itu menggenakan tanktop ketat dan celana short selutut warna putih yang juga ketat. Buah dadanya yang masih kencang di usianya yang sudah masuk kepala empat itu, tidak di lindungi oleh bra sama sekali. Puting susunya terlihat menonjol di puncak buah dadanya yang menggunung.

“Abis lari pagi nih?” sekali lagi pertanyaan itu diulang oleh Mama Calvin.

Kali ini dengan suara yang terdengar agak berat. Rupanya libido sang Mama mulai naik akibat memandang tubuh kekar Dion yang membayang pada kaos basah yang di kenakannya.

“Eh, iya Tante. Abis, kalo gak lari pagi tubuh saya suka pegel seharian,” sahut Dion.

Entah sengaja atau enggak, sambil ngejawab pertanyaan Mama Calvin, Dion ngelap wajahnya yang basah pake bagian bawah kaosnya. Terang aja perutnya yang kotak-kotak terekspos jelas di hadapan mata Mama Calvin. Di tambah lagi bonus lipatan ketiaknya yang di penuhi bulu ketiak halus nan lebat. Gak lama emang, tapi aksi Dion yang hanya sesaat itu mampu meningkatkan suhu libido sang Mama.

“Tante abis lari pagi juga?” Dion balik bertanya.

“Enggak. Tante tadi penasaran aja, kok pagi-pagi gini ada suara-suara di teras. Makanya Tante kesini. Rupanya ada Dion,” sahut sang Tante.

“Kenapa lari paginya, enggak di ruang gym aja?”

“Mmm… sungkan aja Tante. Lagian lari pagi di udara terbuka kan lebih sehat.”

“Ada-ada aja. Dion gak perlu sungkan-sungkan di rumah ini. Lagian Dion kan bakalan jadi ponakan Tante juga,” goda Mama Calvin.

Sambil ngomong, wanita cantik itu melangkahkan kakinya ke arah kursi yang terdapat di teras itu. Dengan gaya yang sangat anggun ia duduk di kursi teras itu, sementara Dion tetap berdiri menatap sang Tante dengan pandangan salah tingkah.

Jelas aja Dion jadi salah tingkah, abisnya posisi duduk sang Tante diatur sedemikian mungkin untuk merangsang syahwat pemuda ganteng itu.

“Pokoknya Dion boleh pakai apa aja dan ngelakuin apa aja yang Dion suka di rumah ini.”

“Dion jadi gak enak nih Tante,” sahut Dion dengan gaya yang sangat sopan.

Sebagai gigolo profesional, sudah biasa baginya menghadapi godaan seperti yang di lakukan oleh orang-orang seperti Mama Calvin ini. Namun begitu, syaraf matanya terus merekam kemolekan tubuh sang Tante dan menyimpannya dalam memori otaknya.

“Apanya Dion yang jadi gak enak?” tanya Mama Calvin dengan tatapannya yang semakin menantang. Bibirnya melemparkan senyum nakal untuk Dion.

Sang Tante duduk dengan posisi tubuh tegak, membusungkan buah dadanya. Kedua lengannya menyiku dan telapak tangannya menggenggam pegangan kursi yang berbentuk silinder, sambil melakukan gerakan meremas yang sangat mirip dengan gerakan mengocok kontol secara perlahan-lahan. Pahanya di lebarkan sehingga short ketat itu tak bisa menyembunyikan garis belahan pada gundukan memeknya.

“Kalau Dion mau, Tante mau kok ngasih yang enak ke Dion,” sambung Mama Calvin semakin menjurus.

“Maksud Tante?” tanya Dion dengan gaya pura-pura bodoh yang sangat meyakinkan.

“Jangan pura-pura deh, Tante tau kok apa yang Dion dan Desi lakukan tadi malam,” Mama Calvin mulai tak sabar.

Dion menyadari ketidak sabaran Mama Calvin ini. Karena itu dia pun tak lagi bergaya pura-pura bodoh. Apalagi kedoknya juga sudah ketahuan sang Tante.

“Sebelumnya Dion minta maaf Tante, bukannya Dion gak tertarik dengan tawaran Tante. Apalagi Tante cantik banget. Tapi Dion kan pacarnya Desi, keponakan Tante. Enggak enak dong kalo sampe Desi tau Dion selingkuh sama Tantenya sendiri,” kata Dion sok alim. Gayanya persis orang yang sangat menjunjung moralitas. Padahal semuanya ini dalam rangka menaikkan tarif semata. Dasar gigolo profesional!

Tapi, bagaimanapun juga Mama Calvin sudah banyak pengalaman menghadapi gigolo yang pasang aksi jual mahal seperti Dion ini. Mama Calvin berdiri dari duduknya, tubuhnya mendekati tubuh Dion. Lalu bibirnya mendekat ke telinga cowok itu.

“Emangnya Dion mau ngasih tau ke Desi kalau kontol Dion ngentotin memek Tante?” bisik sang Tante santai. Kata-kata kontol, ngentot, dan memek di berikan penekanan suara yang khusus olehnya. Sambil berbisik, tangannya mulai menjalar di tubuh jantan milik Dion.

“Bukan gitu maksudnya.”

“Lalu apa?”

“Mmm…,“

“Atau Dion minta sesuatu? Apa yang Dion minta, Tante kasih deh.”

“Ih, Tante ada-ada aja. Dion gak jual diri lo,” Dion pura-pura tersinggung.

“Siapa yang bilang Dion jual diri. Mana sanggup Tante beli Dion. Tante cuman sayang aja sama Dion, udah Tante anggap kayak keponakan sendiri. Makanya Tante mau ngasih apa yang Dion minta,”

“Tapi Tante…”

“Gini aja, ini Tante kasih nomor ponsel Tante ke Dion, kalo nanti Dion perlu apa-apa bilang aja ke Tante ya,”

“Tapi Tante…”

“Udah deh. Jangan mikir yang enggak-enggak dulu.”

“Tapi Tante…,”

“Berapa nomornya, biar Tante misscall dari ponsel Tante.”

“0812345678,” jawab Dion cepat. Nah lho. Dasar gigolo!

***

Pembicaraan Dion dan Mama Calvin rupanya diamati oleh Papa Calvin dari jendela kamar tidurnya. Kedatangan Mama Calvin menemui Dion di teras rumah mereka pagi itu sebenarnya sudah diketahui oleh dan atas persetujuan Papa Calvin juga. Semalam Mama Calvin memang telah mengutarakan pada Papa Calvin keinginanannya untuk merasakan kontolnya Dion. Dalam hal ini Papa Calvin tak keberatan malahan ia ikut mendukung rencana istrinya itu. Untuk lebih jelasnya Lo baca lagi deh bagian akhir Bab 5 yang judulnya ‘Ngintip’.

Mama Calvin tidak mengetahui bahwa Papa Calvin juga punya rencana sendiri pada Dion. Papa Calvin tentu saja tak mengutarakan hal itu pada istrinya. Namun ia mengamati apa yang dilakukan oleh Mama Calvin melaksanakan rencananya pada Dion. Termasuk menemui Dion di teras rumah mereka pagi itu. Papa Calvin merasa senang karena dengan mudahnya Mama Calvin bisa mendapatkan nomor ponsel Dion. Papa Calvin langsung menyimpan di ponselnya sendiri nomor ponsel yang didengarnya dari mulut Dion saat berbicara dengan Mama Calvin.

Siangnya, dari ruangan kerjanya Papa Calvin langsung menghubungi Dion.

“Halo Dion,” sapa Papa Calvin ramah.

“Halo, ini siapa ya?” tanya Dion karena nomor ponsel Papa Calvin belum tersimpan di ponselnya.

“Ini Om, Yon,” sahut Papa Calvin langsung sok akrab.

“Om yang mana nih?” tanya Dion bingung.

“Masak Dion gak ingat sama Om sih?” balas Papa Calvin memancing. Sebenarnya ia hanya bermaksud untuk memancing ingatan Dion apakah masih mengingat suaranya karena semalam mereka baru saja bertemu.

“Sorry Om, saya bener-bener gak inget. Kasih tau dong ciri-ciri Om, supaya Dion inget,” sahut Dion tak menyangka kalo yang menelpon itu adalah Papa Calvin. Ia mengira yang menelponnya adalah salah satu dari om-om yang pernah mem-booking­-nya.

“Emangnya Dion punya kenalan berapa Om sampe bisa lupa gitu?” tanya Papa Calvin. Sebagai orang yang sudah banyak asam garam urusan lonte lanang, Papa Calvinmulai menangkap kesalahpahaman Dion. Papa Calvin langsung sadar ternyata Dion ini rupanya lonte lanang yang melayani om-om juga.

“Om ini ada-ada aja deh. Dion kan bukan piaraan om, jadi terserah Dion mau kenalan dengan om yang mana aja. Cepetan deh om, ngomong ciri-ciri om kayak mana, kalo enggak nelponnya udahan aja ya, Dion lagi ada urusan nih,” sahut Dion mulai kesal. Ia memang beberapa kali mendapatkan telpon dari om-om yang hanya berani menggoda namun tak berani lebih jauh. Dion sangat tidak suka menanggapi om-om yang seperti itu.

“Emang Dion lagi sibuk ngapain? Lagi asik ngentot sama Om yang laen ya?” tanya Papa Calvin tembak langsung ingin memastikan apakah Dion memang lonte lanang seperti yang diduganya.

“Yoi om, ini Dion lagi asik masukin kontol Dion ke lobang pantat. Om kalo mau juga jangan cuman nelpon doang. Kita ketemuan aja langsung, jadi om bisa ngerasain enaknya kontol Dion gak cuman ngebayangin doang,” sahut Dion sinis.

Papa Calvin tersenyum senang mengetahui dugannya ternyata benar.

“Emang Dion tarifnya berapa sekali kentot?” tanya Papa Calvin.

“Siapa dulu nih yang dikentot?”

“Maksudnya?”

“Om atau Dion yang dikentot?”

“Emang beda ya tarifnya?” tanya Papa Calvin pura-pura gak ngerti.

“Ya beda dong Om,”

“Kok bisa beda?”

“Karena enaknya beda,”

“O gitu. Dion ngomong aja deh berapa tarifnya kalo yang dikentot Dion atau kalo yang dikentot Om,” sahut Papa Calvin.

“Kalo yang dikentot Om, tarifnya sekali ngecrot tiga ratus ribu. Kalo Om yang ngentotin Dion sekali ngecrot lima ratus ribu. Kalo om mau ambil paket juga bisa,”

“Paket gimana tuh?”

“Paket flip-flop short time, kita tuker-tukeran dikentot masing-masing sekali ngecrot enam ratus lima puluh ribu. Paket flip-flop semaleman sampe pagi, satu juta. Itu enggak termasuk biaya kamar dan akomodasi. Kalo termasuk biaya kamar dan akomodasi ya tergantung dimana nginepnya, entar Om tambah biaya kamar dan akomodasi,” sahut Dion menjelaskan panjang lebar.

“Kok mahal amat sih? Emangnya Dion masih perjaka sampe semahal itu tarifnya?” tanya Papa Calvin menggoda.

“Terserah Om sih. Kalo mau yang murah Om bisa ke Taman Lawang kok. Disana banyak waria-waria, tarifnya murah kayaknya pas dengan kantong Om,” sahut Dion agak kesal. Nada suaranya terdengar sangat sinis.

“Hahahahaha. Oke, oke. Om mau coba paket flip-flop short time aja dulu. Dion bisa sekarang?” tanya Papa Calvin.

“Sekarang? Siang-siang gini?” tanya Dion.

“Iya. Bisakan?”

“Bisa sih. Sekitar satu jam lagi ya Om, soalnya Dion lagi ada urusan nih,” sahut Dion. Saat itu sebenarnya Dion sedang makan siang dengan Desi di sebuah cafe. Rencananya setelah makan siang mereka akan berpisah. Desi akan pulang sendiri ke rumahnya karena memang dirinya belum berani membawa Dion dan memperkenalkannya pada kedua orang tuanya. Ia lebih berani membawa Dion ke rumah Calvin karena keluarga Calvin tidak banyak tanya seperti kedua orang tuanya. Saat itu tentu saja Desi belum mengetahui bahwa sebenarnya orang tua kandungnya adalah Mama Calvin.

Ketika menerima telpon dari Papa Calvin, Dion langsung menjauh sebentar dari Desi. Ia tidak mau pembicaraannya didengar oleh Desi karena memang sudah terbiasa kalau ia mendapat telepon dari nomor yang tak dikenalnya pasti itu datang dari calon klien baru yang mendapatkan nomor ponselnya entah darimana.

Dion dan Papa Calvin kemudian janjian untuk ketemu di depan gedung bioskop yang kebetulan berada di depan cafe tempatnya makan siang bersama Desi. Papa Calvin nanti akan menjemputnya kesana setelah Dion menghubungi kembali.

Setelah selesai makan siang, Dion mengantarkan Desi kedepan cafe untuk memanggil taksi. Setelah Desi berlalu dibawa oleh taksi ke rumahnya, Dion segera menghubungi Papa Calvin untuk segera menjeputnya di depan gedung bioskop.

Tak sampai lima belas menit mobil yang dikemudikan oleh Papa Calvin berhenti tepat di depan gedung bioskop dimana Dion menunggu.

“Eh, lagi ngapain disini Om?” tanya Dion salah tingkah ketika Papa Calvin membuka jendela pintu mobilnya dan memanggil Dion. Cowok itu tak menduga akan bertemu Papa Calvin disini. Ia juga belum tahu bahwa Papa Calvin lah yang tadi menelponnya.

“Ya mau ngejemput kamu,” sahut Papa Calvin kalem.

“Maksud Om?” tanya Dion bingung.

“Gimana sih, kan kita mau flip-flop short time,” sahut Papa Calvin sambil nyengir nakal.

“Hahhh?” Dion kaget.

“Ayo naik,” ajak papa Calvin sambil mengedipkan matanya.

Dion akhirnya sadar dengan apa yang terjadi. Kagetnya langsung hilang. Dengan senyum mengembang cowok itu langsung naik kedalam mobil Papa Calvin. Ia melepaskan tas ranselnya dari bahu dan duduk di kursi depans ebelah Papa Calvin sambil memeluk ranselnya.

“Tadi lagi sibuk apa sih Yon?’ tanya Papa Calvin sambil menjalankan mobilnya. Saat mengganti perseneling tak lupa sejenak tangannya meremas paha kokoh cowok itu.

“Sibuk makan,” sahut Dion sambil nyengir. “Tangan Om nakal banget sih,” tambah Dion sok marah padahal dibiarinnya aja tangan Papa Calvin itu

“Makan sama siapa?”

“Sama ponakan Om,”

“Trus sekarang ponakan Om kemana?”

“Ya udah disuruh pulang. Gak mungkin kan saya ajak untuk ngelihat Om dan cowoknya ngentot,” sahut Dion nakal.

“Hehehehehehe,” Papa Calvin terkekeh mendengar jawaban Dion itu.

“Kita mau ngentot dimana nih Om?’ tanya Dion.

“Di kantor Om aja,”

“Di kantor? Pelit amat sih, ambil kamar di hotel dong,” ejek Dion. Sebenarnya Dion tahu kalo kantor Papa Calvin itu di hotel. Namun ia pura-pura tidak tahu.

“Bukan pelit. Sensasinya ngentot di kantor itu luar biasa Yon,”

“Entar ketahuan anak buah Om baru tahu,”

“Kalo ketahuan, kita ajak aja sekalian,” sahut Papa Calvin.

Tak lama tibalah mereka berdua di hotel milik Papa Calvin.

“Lho, tadi katanya mau ke kantor. Kok jadi ke hotel?’ tanya Dion tetap pura-pura gak tahu.

“Ini kantor saya,” sahut Papa Calvin.

“Om kerja di hotel?” tanya Dion pura-pura lugu.

“Hotel ini dulunya milik mertua saya,kini saya yang mengelolanya setelah dia meninggal,”

“Oooo…,” sahut Dion lagi. Benar-benar Dion pinter berpura-pura. Padahal ia sudah mengetahui siapa sebenarnya Papa Calvin ini.

Dion mengikuti langkah Papa Calvin masuk kedalam hotel mewah itu menuju ruang kerja Papa Calvin yang berada di lantai paling atas gedung. Tak lama tibalah mereka di ruang kerja Papa Calvin.

Kedatangan mereka disambut oleh Sonya, sekretaris Papa Calvin, yang tak lain dan tak bukan adalah kakak kandung Dion. Sonya dan Dion bersikap biasa saja seperti tidak saling mengenal satu sama lain. Pada Sonya, Papa Calvin mengatakan agar menunda sementara semua jadwalnya karena dia ada urusan penting dengan Dion. Sonya langsung paham dengan ‘urusan penting’ yang dimaksudkan Papa Calvin. Pasti itu berhubungan dengan urusan kelamin. Sudah biasa Papa Calvin melakukan ‘urusan penting’ seperti itu di ruang kerjanya, baik dengan perempuan ataupun dengan laki-laki. Tapi Sonya tak pernah menyangka akhirnya ‘urusan penting’ di ruang kerja itu juga dilakukan dengan Dion, adik kandungnya sendiri. Sonya mulai kuatir, karena ‘urusan penting’ ini beberapa kali juga mengikutsertakannya dirinya dalam sebuah pesta sex kecil di ruang kerja. Apakah kali ini juga akan melibatkan dirinya? Tanya Sonya dalam hati. Kalau sempat itu terjadi maka akhirnya mau tak mau Sonya harus ngentot dengan adik kandungnya sendiri.

Papa Calvin langsung membawa Dion ke ruangannya. Begitu tiba di dalam ruang kerjanya, langsung saja Papa Calvin menarik tubuh Dion dan melumat bibir cowok ganteng itu dengan buas.

“Sejak semalam saya sudah pingin melakukan ini ke kamu Yon,” kata Papa Calvin dengan suara serak setelah sekian lama melumat bibir cowok itu.

Dion hanya senyum saja mendengar kalimat Papa Calvin itu. “Dasar keluarga gila sex,” kata Dion dalam hati.

Papa Calvin segera melucuti seluruh pakaian Dion. Tak sabar ia ingin melihat keindahan tubuh telanjang cowok jantan itu. Sebentar saja Dion sudah bugil di hadapan Papa Calvin. Dengan seringai buas Papa Calvin menikmati tubuh indah milik cowok itu.

“Kamu benar-benar menggairahkan Yon,” kata Papa Calvin dan langsung jongkok di depan selangkangan Dion untuk dengan tak sabar memasukkan batang kontol Dion yang gemuk dan berurat-urat itu dalam mulutnya.

Dion berdiri tegak sambil mengangkangkan pahanya lebar-lebar membiarkan Papa Calvin menikmati batang kontolnya. Setelah dioral beberapa saat batang kontol Dion yang tadinya lemas kini sudah mengeras total. Ukurannya bertambah panjang dan semakin gemuk. Papa Calvin mulai kesulitan memasukkan batang kontol itu kedalam mulutnya.

“Gede banget Yon. Enak banget nih kalo dimasukin pantat,” kata Papa Calvin.

“Siniin deh pantat Om, biar saya masukin,” sahut Dion.

Papa Calvin langsung berdiri dan melepaskan celana panjangnya sekaligus celana dalamnya. Sementara itu kemeja dan dasinya masih tetap dikenakannya. Dion mengambil botol gel pelumas dari dalam tas ranselnya. Rupanya tas ranselnya itu selain berisi pakaiannya juga berisi segala peralatan sex juga. Selain mengeluarkan botol gel pelumas, Dion juga mengeluarkan beberapa bungkus kondom dari dalam tas ranselnya itu.

“Gak usah pake kondom,” kata Papa Calvin begitu melihat Dion mengeluarkan beberapa bungkus kondom itu.

“Sip,” kata Dion senang. Dia memang lebih suka ngentot gak pake kondom karena lebih terasa nikmatnya. Dion lalu melumuri batang kontolnya dengan gel pelumas. Setelah itu tanpa melumuri lobang pantat Papa Calvin dengan gel pelumas langsung saja Dion mencoblos lobang pantat Papa Calvin yang sudah menunggunya sambil nungging memegang meja kerjanya.

“Ohhhhhh…,” erang Papa Calvin antara sakit dan enak saat batang kontol Dion mulai menembus lobang pantatnya.

Dion meremas buah pantat Papa Calvin kuat sambil mendorong batang kontolnya memasuki lobang pantat Papa Calvin sampai seluruhnya terbenam. Setelah selutuh batang kontolnya masuk, Dion mulai menggoyang pantatnya. Mula-mula goyangan yang pelan, namun lama kelamaan menjadi goyangan yang cepat dan kasar.

Papa Calvin menjerit-jerit keras keenakan dikentoti dengan kasar oleh Dion. Untung saja ruangannya itu kedap suara sehingga jeritannya yang sangat keras itu tak terdengar keluar. Tak lama Dion akhirnya ngecrot di dalam lobang pantat Papa Calvin tanpa emminta ijin dulu pada klien barunya itu. Papa Calvin tak protes sama sekali Dion ngecrot di lobang pantatnya karena ia keenakan disiram sperma hangat Dion didalam lobang pantatnya.

“Kok cepat banget sih keluarnya Yon?” tanya Papa Calvin sambil mengelap lobang pantatnya yang berlelehan sperma Dion ketika mereka beristirahat sambil duduk di lantai usai ngentot.

“Namanya juga short time, ya cepet-cepet Om. Kecuali Om milihnya paket semaleman,” sahut Dion.

“Perhitungan banget sih kamu,” kata Papa Calvin. “Saya aja gak minta bayaran kamu nginep di rumah saya semalam,” tambah Papa Calvin sambil tersenyum.

Dion ikut tersenyum mendengar kata-kata Papa Calvin.

“Ya udah, supaya Om puas entar waktu Om ngentotin saya terserah deh mau berapa lama juga saya biarin,” sahut Dion.

“Yon, gimana kalo kita threesome dengan sekretaris saya. Asik lho ngentot bertiga dengan cewek. Ngentotin pantat juga ngentotin memek sambil bisa isep-isep kontol,” kata Papa Calvin.

“Sekretaris yang mana Om?” tanya Calvin agak panik karena ia tahu yang dimaksud oleh Papa Calvin adalah Sonya.

“Itu yang diluar. Cantikkan dia, memeknya juga enak Yon. Lo pasti bakalan suka,”

“Tapi inikan jam kerja Om. Entar kegiatan kantor bakal terganggu dong kalo Om ajak sekretaris Om gabung disini,” kata Dion beralasan untuk menolak secara halus tawaran Papa Calvin.

“Nyante aja. Sonya udah biasa kok. Bentar ya, saya panggil Sonya,” kata Papa Calvin tak perduli dengan alasan yang dikemukan Dion. Papa Calvin menuju meja kerjanya dan memanggil Sonya melalui alat pemanggil yang ada di atas mejanya. “Sonya kamu kedalem deh, suruh orang lain gantiin kerjaan kamu,” kata Papa Calvin.

Kekuatiran Sonya akhirnya terjadi juga. Dengan jantung deg-degan Sonya mengiyakan panggilan Papa Calvin. Beberapa saat kemudian gadis cantik itu masuk kedalam ruang kerja Papa Calvin.

“Sonya kamu kenalan dulu deh sama Dion. Tadi belon kenalankan,” kata Papa Calvin menyambut kedatangan Sonya.

Sonya dan Dion lalu saling berjabat tangan. Dion yang masih tetap telanjang bulat agak kikuk berjabatan tangand engan kakak kandungnya dalam keadaan seperti itu. Namun mereka berdua tetap harus berakting tidak saling kenal dihadapan Papa Calvin.

“Ada yang bisa saya bantu Pak?” tanya Sonya sesopan mungkin.

“Pasti ada, makanya kamu saya panggil kemari. Saya mau ngentotin lobang pantat si Dion nih, tolong dong kamu jilat-jilat dulu lobang pantatnya sambil lumurin dengan gel ini supaya saya masukinnya gak susah,” sahut Papa Calvin santai.

“Baik Pak,” sahut Sonya sopan tanpa bisa menolak. Sonya lalu mendekati Dion yang sedang duduk di atas sofa. Tanpa memandang wajah ganteng adik kandungnya yang terlihat agak panik itu Sonya langsung jongkok di depan sofa sambil berkata pada Dion, “Pahanya dikangkangin dong.”

Dion melakukan apa yang dikatakan Sonya. Untuk pertama kali dalam hidupnya Sonya menyaksikan batang kontol gemuk panjang dan lobang pantat adik kandungnya itu. Sonya lalu menguak lobang pantat Dion yang sudah agak leba itu dengan jarinya. Dengan perlahan Sonya menyusupkan kepalanya ke selangkangan Dion dan kemudian mulai menjilati lobang pantat Dion dengan lidahnya.

“Arghhhh…,” Dion mengerang tanpa bisa ditahannya. Jilatan lidah Sonya di lobang pantatnya terasa sangat nikmat.

“Tuh kan baru dijilat si Sonya aja kamu udah keenakan Yon,” celetuk Papa Calvin.

Dion dan Sonya mulai menikmati permainan incest mereka. Lidah Sonya semakin lahap bergerilya di lobang pantat Dion. Sementara Dion juga makin keenakan, batang kontolnya membengkak. Keduanya kini lupa diri kalau mereka adalah dua saudara kandung.

Tanpa malu-malu lagi Dion meminta Sonya mengisap kontolnya. Sonya pun yang melihat batang kontol Dion yang menggairahkan itu langsung saja melahap batang kontol adik kandungnya itu.

Papa Calvin lalu bergabung dengan Sonya dan Dion. Diangkatnya rok Sonya ke atas pinggang gadis cantik itu kemudian melepaskan celana dalam Sonya. Papa Calvin lalu menyusup ke selangkangan Sonya mengulumi memek gadis cantik itu. Sonya rupanya sudah sangat bergairah karena menikmati sensasi ngesex dengan Dion. Memeknya sudah basah kuyup penuh lendir. Dengan rakus Papa Calvin menelan seluruh lendir kenikmatan gadis itu.

“Yon, Sonya nafsu banget nih ngesex sama kamu. Memeknya sampe basah kuyup gini. Lo tanggung jawab dong. Kentotin deh sampe dia puas,” kata Papa Calvin setelah menelan lendir Sonya.

“Yesshhh, fuck me Yon,” pinta Sonya mengamini kata-kata Papa Calvin. Ia memang bernafsu sekali ingin merasakan kontol Dion mengaduk-aduk memeknya.

Dion segera menarik tubuh Sonya dan mengarahkan gadis itu untuk duduk di selangkangannya dalam posisi berhadapan. Sonya segera melakukan arahan Dion. Sambil mengangkangi pinggang Dion, Sonya mengarahkan kepala kontol adik kandungnya itu ke mulut memeknya. Sebentar saja batang kontol Dion terbenam di dalam rongga memek Sonya yang licin. Keduanya kemudian berpelukan erat sambil menggoyang-goyangkan pantat mereka menikmati gesekan kontol Dion di rongga memek Sonya.

Papa Calvin lalu berdiri disamping Dion. Disorongkannya batang kontolnya kemulut cowok itu. Dion segera menyambut batang kontol Papa Calvin dengan mulutnya. Sonya menggoyangkan pantatnya naik turun makin cepat. Ia sangat bergairah melihat adik kandungnya yang ganteng itu melahap batang kontol Papa Calvin sambil mengentot dengannya.

Bosan dikulumi oleh Dion, Papa Calvin lalu berdiri di belakang Sonya. Dilumurinya batang kontolnya dengan gel, lalu dengan satu hentakan dibenamkannya batang kontolnya di lobang pantat Sonya. Gadis cantik itu mengerang keenakan. Pada saat yang bersamaan ia menikmati dua sodokan batang kontol yang sama-sama buas di dua lobang kenikmatannya sekaligus.

Beberapa saat ketiganya merengkuh kenikmatan dalam posisi itu. Setelah itu Papa Calvin meminta mereka bertukar posisi. Papa Calvin menginginkan lobang pantat Dion. Sonya rupanya masih menginginkan batang kontol adik kandungnya mengaduk-aduk memeknya. Jadilah posisi Papa Calvin dibawah mengentoti lobang pantat Dion, diatas Dion ada Sonya yang dikentoti oleh Dion.

Posisi ketiganya tak berubah sampai akhirnya Papa Calvin memuntahkan spermanya didalam lobang pantat Dion, dan Dion memuntahkan spermanya didalam memek Sonya. Saat bersamaan juga Sonya mencapai orgasmenya hingga dari dalam memeknya muncrat cairan kental gabungan antara sperma Dion dan lendir kenikmatannya sendiri.

***

Antonius, Om Hendra,dan Made terpana mendengarkan cerita Dion dan Papa Calvin bergantian. Benar-benar cerita yang sangat membangkitkan birahi.

“Kamu dan Sonya benar-benar lonte profesional,” celetuk Om Hendra.

Dion hanya tersenyum tipis mendengar celetukan Om Hendra itu.

“Jadi setelah kamu bisa memasuki kehidupan Mas Gunawan dan istrinya, kamu merasa tidak memerlukan Desi lagi dan meninggalkannya?” tanya Antonius. Reserse ini rupanya masih bisa mengambil kesimpulan meskipun birahinya sempat terlonjak juga mendengar cerita panjang Dion.

Dion menarik nafas panjang sejenak. Ia menatap Made seolah-olah minta dukungan dari pengacaranya itu untuk menjawab pertanyaan Antonius. Made menganggukkan kepalanya, seolah-olah mengatakan pada Dion agar menjawab pertanyaan itu.

“Saya tidak pernah berniat meninggalkan Desi. Sebenarnya diantara niat saya mengambil manfaat darinya, belakangan saya juga mulai mencintainya. Namun setelah mengenal Om Gunawan dan Tante Rina saya memang sudah sulit untuk membagi waktu saya dengan Desi. Kuliah saya pun mulai keteteran,” sahut Dion.

“Kenapa kamu bilang begitu Yon?” tanya Om Hendra.

“Ya mau gimana lagi, saya jadi lebih sering di Jakarta. Saya semakin jarang di Yogya, kuliahpun semakin sering bolos. Saya benar-benar memanfaatkan perkenalan dengan Om Gunawan dan Tante Rina untuk mengumpulkan uang. Karena inilah kesempatan untuk melaksanakan rencana kami. Saatnya sangat tepat apalagi kedua adik saya, David dan Rafael juga sudah bisa memasuki kehidupan keluarga Tante Rina,” sahut Dion sambil memandang ke Papa Calvin dan Om Hendra dengan tatapan sendu. “Tanpa saya sengaja saya terlupa pada Desi,” kata Dion lagi dengan suara lirih. Ada kepedihan didalam suara Dion.

“Jadi…, jadi…, jadi David dan Rafael itu adik kamu Yon?” tanya Om Hendra.

“Iya Om,” sahut Dion.

“Kenapa Koh? Mereka juga udah pernah ngentot dengan kokoh?” tanya Papa Calvin pada iparnya.

“Belum sih. Gua kepingin sekali ngentotin mereka berdua. Tapi belum ada kesempatan,” sahut Koh Hendra miris.

“Lalu Koh Hendra kenal mereka dimana?” tanya Papa Calvin.

“Mereka itu adalah lonte-lonte lanangnya si Rina. Lu kan tau Gun, karena Gua mandul si Rina suka seenaknya sama Gua. Dia suka bawa lonte lanang ke rumah untuk ngentot dengan dia. Setelah dia puas dengan lonte-lonte lanang itu baru aku boleh merasakan memeknya yang sudah becek dengan sperma lonte lanang itu. Dia bilang kalo seandainya dia hamil nanti itu anak Gua juga karena Gua ikut nyumbangkan sperma juga bersama-sama sperma lonte-lonte lanangnya dia. Tapi ternyata meski sudah berbagai kontol lonte lanang yang masuk ke memeknya tetap aja dia juga gak pernah bisa hamil,” kata Om Hendra lagi.

“O, gitu,” kata semua yang mendengarkan penjelasan Om Hendra di ruangan interogasi itu secara serempak.

“Sabar aja deh kalo gitu Koh. Mudah-mudahan satu waktu nanti kalian ketemu sama lonte lanang yang spermanya tokcer. Jadi Ci Rina bisa hamil segera,” kata Papa Calvin menyabarkan iparnya itu.

“Mudah-mudahan Gun,” sahut Om Hendra.

Sejenak kemudian semua yang ada di ruangan interogasi itu terdiam. Sepertinya mereka bisa merasakan kepedihan hati Dion dan juga mungkin merasa simpati dengan nasib Om Hendra yang mandul, hehehehe.

“Kamu mencintai Desi Yon?” tanya Papa Calvin memecah kediaman mereka setelah beberapa saat berselang.

“Iya Om,” sahut Dion.

“Kamu tahu siapa Desi?” tanya Papa Calvin.

“Maksud Om?” tanya Dion.

“Kamu tahu Desi anak siapa Yon?” tanya Papa Calvin memperjelas pertanyaannya.

“Anak Om Hendra dan Tante Rini,” sahut Dion sambil memandang ke arah Om Hendra.

“Kamu salah Yon,” kata Om Hendra sambil menggelengkan kepalanya.

“Lalu anak siapa?” tanya Dion bingung.

“Desi adalah Ericka. Dia adalah putri kandung papa kamu dengan istri saya sebelum saya menikah dengannya,” sahut Papa Calvin.

“Hah? Apa?” tanya Dion terkejut.

“Ya, dia adalah adik kandungmu Yon. Hanya saja kalian lahir dari ibu yang berbeda,” kata Papa Calvin.

“Benar Yon. Saya mandul. Saya tidak pernah bisa memberikan Rini anak. Karena itu kami mengasuh Desi,” tambah Om Hendra.

Wajah Dion memerah. Ia membuka mulutnya lebar-lebar seperti berteriak keras, namun tak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya. Air matanya mengalir deras dari sudut matanya ke pipinya. Dion shock.

Antonius segera memerintahkan Ali dan Bayu untuk memanggil paramedis kepolisian untuk segera menangani Dion. Sementara Made berusaha menenagkan kliennya itu, meskipun usahanya sia-sia. Sementara Papa Calvin dan Om Hendra tak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa terenyuh menyaksikan Dion.

SERIAL ANDRE DAN CALVIN 39 : Akhir Kisah Dion. There are any SERIAL ANDRE DAN CALVIN 39 : Akhir Kisah Dion in here.