SERIAL ANDRE DAN CALVIN 32 : Ternyata, Oh Ternyata …



Created and Story by: Nicolast
Edited by: Edy Cahyadi

“Kalian berdua darimana?” tanya Yudha menyambut kepulangan Asep dan Indra ke rumah.

“Asep saya ajak maen ke rumah temen, Mas,” sahut Indra beralasan.

“Kalo nginep, harusnya dibilangin dong Ndra. Mana ponsel kamu mati lagi, jadinya kamu gak bisa dihubungin semaleman,” sambung Cinta yang tiba-tiba sudah muncul dibelakang Yudha.

“Sorry banget Mbak, laen kali pasti dibilangin deh,” sahut Indra sambil garuk-garuk kepala. Indra sungkan karena yang ngomong itu Cinta, kakak iparnya. Sementara kalau dengan Yudha ia masih bisa berlaku santai aja.

Indra agak bingung juga dengan sikap Yudha dan Cinta yang tidak seperti biasanya. Selama ini baik Yudha maupun Cinta tidak pernah mempermasalahkan kepulangannya atau tidak ke rumah itu. Kenapa hari ini kedua suami istri itu kok jadi mempermasalahkannya.

“Ngomong-ngomong Mas Yudha kok gak kerja pagi ini?” tanya Indra sambil melangkah masuk kedalam rumah disusul Asep.

“Kalian duduk dulu deh, ada yang hendak kami katakan pada Asep,” sahut Yudha.

Indra dan Asep kemudian duduk berdampingan di kursi ruang tamu. Yudha dan Cinta kemudian ikut duduk di kursi yang letaknya tepat didepan kedua cowok itu.

“Ada apah atuh Mas Yudha?” tanya Asep penasaran karena Yudha dan Cinta tidak langsung bicara. Kedua suami istri itu masih menatap Asep beberapa saat.

“Begini Sep,” kata Yudha mulai bicara, “Ada dua hal yang akan saya sampaikan ke kamu. Yang pertama, kamu diterima menjadi satpam di kantor saya,”

“Benar Mas?” tanya Asep antara gembira dan gak percaya.

“Benar,” sahut Yudha sambil mengangguk dan tersenyum meyakinkan Asep.

“Alhamdulillah. Hatur huhun Mas Yudha, hatur nuhun Mbak Cinta,” kata Asep. Pemuda desa itu langsung berdiri dan menyalami sekaligus tangan Yudha dan Cinta.

“Jadi kapan Asep mulai kerja Mas?” tanya Indra. Ia ikut senang mendengar kabar Asep akhirnya diterima menjadi satpam di kantor Yudha.

“Sebentar dulu Sep, sebentar. Mengenai kapan mulai kerja itu tergantung pada keputusan kamu terkait satu hal lagi yang akan saya sampaikan,” kata Yudha.

“Gara-gara hal itulah kenapa semaleman kami menghubung kamu Ndra. Gara-gara hal itu pulalah makanya Mas Yudha gak kerja pagi ini,” sambung Cinta.

Asep kembali ke tempat duduknya. Ia jadi deg-degan melihat sikap Yudha dan Cinta yang spertinya berat sekali untuk mengutarakan hal yang satu lagi.

“Masalah apa sih ini? Kayaknya berat banget ya sampai-sampai Mas Yudha gak kerja pagi ini,” celetuk Indra.

“Begini Sep, semalam sore kita kedatangan tamu,” kata Yudha.

“Tamu? Siapa Mas?” tanya Asep tak sabar.

“Sebentar, coba kamu panggil tamu kita kemari,” kata Yudha pada istrinya.

Cinta kemudian pergi kebelakang. Tak lama Cinta kembali dengan Cindy, Mang Harja, seorang lelaki tua seumuran Mang Harja yang wajahnya terlihat marah, dan seorang gadis cantik berkerudung yang menunduk malu-malu.

“Abah!” seru Asep begitu melihat Mang Harja. Ia langsung berdiri mendekati abahnya dan kemudian mencium tangan abahnya dengan takzim. Setelah itu Asep mencium juga tangan lelaki tua seumuran abahnya yang wajahnya terlihat marah itu. Selesai mencium tangan lelaki itu Asep memandang gadis cantik berkerudung itu malu-malu. Sang gadis juga memandang Asep malu-malu dan kemudian menundukkan kepalanya.

“Kamu kenal mereka semuakan Sep?” tanya Yudha.

“Kenal Mas,” sahut Asep.

“Selain abah kamu, gadis yang berkerudung itu pasti kamu kenal banget kan Sep?” sambung Yudha lagi.

“Iya Mas,” sahut Asep sambil menunduk malu-malu.

“Siapa namanya?”

“Cicih Mas,” sahut Asep pelan, masih tetap malu-malu.

“Kalau yang duduk disamping Mang Harja itu siapa?” tanya Yudha.

“Mang Dayat, abahnya Cicih,” sahut Asep.

“Nah, semalam abahmu, bersama Cicih dan ayahnya datang ke rumah Cindy. Mereka mencarimu Sep. Cindy kemudian membawa mereka bertiga kemari,” kata Yudha.

“Ada apa atuh, abah mencari sayah? Ibu di kampung sehat Bah?” tanya Asep pada abahnya.

“Sehat Sep, alhamdulillah,” sahut Mang Harja.

“Udahlah Kang, gak usah pake basa-basi lagi,” tiba-tiba Mang Dayat langsung memotong pembicaraan, “Cicih bunting Sep!”

Asep dan Indra langsung kaget mendengar kalimat Mang Dayat.

“Bunting? Siapa yang buntingin kamu Cih?” tanya Asep bingung.

“Gak usah pura-pura atuh Sep,” kata Mang Dayat sengit. Cicih hanya menunduk,

“Maksud Mamang?”

“Kamu yang ngebuntingin anak saya!” tuduh Mang Dayat sambil menunjuk Asep.

“Apa?!!!” seru Asep bingung. “Ini fitnah! Fitnah! Saya gak pernah ngebuntingin Cicih,”

“Sep, jangan berdalih. Mengaku aja atuh,” kata Mang Dayat sinis.

“Bener Sep, kalau memang kamu yang berbuat, kamu harus berani mengakuinya,” kata Cindy yang dari tadi diam saja.

“Saya tidak mungkin mengakui apa yang tidak saya lakukan Mbak,” sahut Asep pada Cindy. Ia memandang Indra, Yudha, dan Cinta, seolah-olah minta dukungan. Sementara Mang Harja terlihat menunduk sedih. Cicih sendiri menundukkan kepalanya dalam-dalam. Asep tidak bisa melihat ekspresi gadis cantik berkerudung itu.

“Cih, benar Asep yang menghamili kamu?” tanya Indra pada Cicih.

“Cicih sudah mengakui ini semua perbuatan Asep. Cicih sudah mengatakannya pada saya waktu di kampung,” kata Mang Dayat.

“Maaf Pak, yang saya tanya Cicih, bukan bapak,” sahut Indra agak kesal karena Mang Dayat yang menjawab pertanyaannya.

Tiba-tiba Cicih menangis tersedu-sedu.

“Sssttt…, sstt…, jangan nangis dong Cih, ssttt…,” bujuk Cindy dan Cinta pada Cicih.

“Cih, ayo ngomong dong, biar masalahnya jadi jelas,” kata Indra lagi.

“Udah, Cicih enggak usah ditanya lagi. Masalahnya udah jelas,” potong Mang Dayat lagi berang.

“Sebentar Mang Dayat. Sabar dulu. Ada baiknya Cicih ditanyai juga,” kata Yudha akhirnya angkat bicara.

Mang Dayat terdiam. Rupanya dia segan karena yang berbicara Yudha, sang pemilik rumah.

“Cih, saya minta kamu ngomong sekarang. Apakah benar yang menghamili kamu itu memang Asep atau bukan?” tanya Yudha yang sebenarnya hanya mengulangi pertanyaan Indra pada Cicih.

Semua yang hadir di ruang tamu rumah Yudha itu menantikan jawaban Cicih, lebih lagi Asep. Cicih sendiri masih terus menangis. Tubuhnya sampai berguncang-guncang karena tangisnya yang tersedu-sedu.

“Cih, tolonglah Aa’. Tolonglah kamu bicara yang jujur, apakah Aa’ yang menghamili kamu,” kata Asep memohon pada Cicih.

“Cicih, mauh, Aa’ nikahi Cicih, hu, hu, hu,” kata Cicih pelan diantara tangisnya.

“Tuh, benerkan. Cicih sudah bilangin begituh. Kumaha Sep. Ngaku tidak euy?!” seru Mang Dayat.

“Sabar Mang Dayat. Sabar. Cicih belum ngomong kok siapa yang menghamili dia. Cicih cuman bilang kalau dia mau Asep menikahi dia,” kata Yudha.

“Sama ajah atuh,” samber Mang Dayat.

“Bapak kok kayaknya maksa banget sih?” kata Indra sewot.

“Sep, gimana menurut kamu?” tanya Yudha.

“Saya bingung atuh Mas. Saya gak ada menghamili Cicih, tapi kenapa Cicih minta saya mengawini dia? Saya teu ngerti Mas,” sahut Asep lirih.

“Kamu berani bersumpah Sep kalau kamu tidak menghamili Cicih,”

“Saya berani sumpah demi Allah, Mas,” sahut Asep.

“Bicara mah gampang atuh Sep. Tapi buktinya, buktinya,” samber Mang Dayat.

“Buktinya kan juga bElon jelas Mang,” kata Cinta.

“Apalagi yang bElon jelas neng, anak saya udah bunting. Bukti apa lagih yang belum jelas atuh?”

“Kitakan gak tau Mang, bener atau tidak Asep yang melakukannya. Karena Cicih juga gak ngomong sama sekali,” jawab Cinta.

“Cicih udah ngomong sama sayah,”

“Kalau gitu kenapa Cicih sekarang gak mau ngomong dihadapan kita? Dihadapan Asep lagi,” sahut Cinta Lagi, “Ayo Cih, ngomong dong. Kalau memang Asep yang menghamili kamu, kenapa kamu gak berani mengutarakannya sekarang?”

“A’ Asep pernah jilat nonok Cicih, hu, hu, hu, hu,” kata Cicih.

Asep kaget mendengarnya. Yang lain juga kaget, bukan karena apa yang diutarakan oleh Cicih namun karena kalimat yang digunakan Cicih sangat vulgar. Sesaat semuanya terdiam sambil memandangi Cicih.

“Enggg, kalau cuman jilat memek, eh nonok doang, mana mungkin kamu hamil Cih,” kata Indra kemudian. Cowok itu menggunakan kalimat yang juga vulgar.

“Ssttt…, Ndra, jangan ngomong begitu. Gak sopan!” kata Cinta sambil menatap adik iparnya itu. Ada getar di suara Cinta. Ibu muda nan cantik itu agak horny juga mendengar adik iparnya bicara vulgar seperti itu.

“Maaf Mbak. Maksud saya supaya jelas masalahnya,” sahut Indra menatap kakak iparnya itu. Tanpa disadari oleh yang lain untuk beberapa jenak meraka saling menatap dan kemudian sama-sama saling membuang muka.

“Astagfirullah, masih gak ngaku juga atuh Sep. Kamu dengar sendirikan apa kata Cicih,” kata Mang Dayat semakin marah.

“Sabar Mang Dayat. Marah-marah seperti itu gak ada gunanya!” kata Yudha dengan suara agak tinggi. Rupanya Yudha bosan juga melihat sikap Mang Dayat seperti itu. “Sekarang Mang Dayat diam saja dulu. Dengarkan saja kelanjutannya. Saya akan menyelesaikan masalah ini,” sambung Yudha.

Mang Dayat kembali mingkem.

“Baiklah, karena Cicih sudah mulai membuka kisahnya, saya rasa untuk kejelasan masalah ini sementara segala sungkan kita hilangkan dulu. Sep, saya mau bertanya ke kamu, tolong kamu jawab dengan jujur,” kata Yudha.

“Iya Mas, saya gak akan bohong,” sahut Asep.

“Benar kamu pernah ngejilat memek Cicih seperti yang tadi dikatakannya?” tanya Yudah.

“Nonok Mas, nonok, bukan memek,” koreksi Cinta pada suaminya.

“Nonok itu maksudnya memek kan Cih?” tanya Yudha ke Cicih mencari pembenaran. Halah, pembiraaan semakin ngawur jadinya.

“Saya gak ngerti memek Mas, hu, hu, hu,” sahut Cicih.

“Memek itu, ini Cih,” giliran Cindy yang ngomong sambil memegang tangan Cicih dan meletakkan telapak tangan gadis desa itu ke selangkangan Cindy dibalik roknya yang pendek.

Indra sempat-sempatnya melotot sejenak ke arah Cindy melihat kenekatan gadis itu memperjelas maksud arti kata memek pada Cicih.

“Itu mah nonok atuh neng, hu, hu, hu,” sahut Cicih.

“Oke, oke, jadi sudah jelas memek itu sama dengan nonok. Sekarang balik lagi ke Asep, benar kamu pernah ngejilat memeknya Cicih Sep?” tanya Yudha lagi.

“Iya Mas, pernah,” sahut Asep lirih.

“Berapa kali?”

“Tiga kali Mas,”

“Cuman jilat doang?”

“Hisap juga pernah Mas,”

“Selain itu?”

“Pegang pake tangan Mas,”

“Selain itu?”

“Sodok-sodok pake jari Mas,”

“Selain itu?”

“Itu aja Mas,”

“Yakin?”

“Yakin,”

“Kamu gak pernah masukin kontol kamu ke memek Cicih?”

“Masshh, kalimatmu ituh,” kata Cinta tanpa sadar suaraya berdesis.

“Ini supaya jelas,” sahut Yudha.

“Gak pernah Mas. Saya gak pernah ngentotin Cicih,” sahut Asep lugu.

Indra, Cindy, dan Cinta melotot mendengar jawaban Asep yang tembak langsung seperti itu. Sementara Mang Harja hanya diam saja dan Mang Dayat tetap cemberut.

“Benar apa yang dikatakan Asep itu Cih?” tanya Yudha pada Cicih.

Gadis itu ternyata mengangguk. Nah, lho.

“Kalau begitu bukan Asep dong yang menghamili kamu Cih,” kata Indra.

Mang Dayat kaget melihat anaknya mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Asep.

“Tapih, kontol A’ Asep pernah dimasukin ke mulut sayah. Maninya juga pernah ditumpahin di mulut sayah. Karena banyaknya sampe saya telen, hu, hu, hu,” sahut Cicih.

“Astaghfirullah! Kamu masukin kontol kamu ke mulut anak sayah Sep?” kata Mang Dayat emosi.

“Kok tadi kamu gak ngomong kalau pernah masukin kontol kamu ke mulut Cicih Sep?” tanya Yudha lagi.

“Mas Yudha kan cuman nanya masukin ke memek doang. Mas kan gak nanya soal masukin ke mulut, makanya gak sayah jawab,” sahut Asep.

“Kamu enggak ngerasa jijik Cih?” tanya Mang Dayat pada anaknya.

“Enggak Bah, kontol A’ Asep enak. Besar lagi. Cicih suka, hu, hu, hu,” sahut Cicih.

“Masya Allah!” sahut Mang Dayat kaget dengan jawaban anaknya itu.

Benar-benar deh lugu banget si Cicih, udah pake kerudung begitu masih ngomong seenaknya wae.

“Kamu sehari-hari pake kerudung begini Cih?” tanya Cinta.

“Iya Neng,” sahut Cicih, tangisan gadis itu sudah mereda.

“Kamu gak takut dosa ngelakuin itu semua sama Asep?” tanya Cinta lagi.

“Kenapa dosa neng?”

“Lho?” Cinta terlongo sesaat. “Itu kan sama dengan zina Cih,” sambung Cinta.

“Zinah kan kalo kontolnya A’ Asep dimasukin ke nonok sayah neng,” sahut Cicih lugu.

Gubrak!!!

“Sama aja Cih,” kata Indra tersenyum geli mendengar jawaban lugu Cicih.

“Beda A’. Kata Romo Cornelius, zina itu kalo kontol dimasukin kedalam nonok,” sahut Cicih.

“Siapa Romo Cornelius?” tanya Yudha bingung.

“Dia itu pastur dari kota yang jadi pemimpin gereja di kebon teh,” sahut Cicih.

“Kamu kenal dengannya Sep?” tanya Yudha.

“Kenal Mas. Dia suka ngasih sedekah ke penduduk desa yang miskin,” sahut Asep.

“Sudah tua orangnya?” tanya Yudha lagi.

“Enggak Mas. Masih muda, sepantaran Mas Yudha gitu. Orangnya udah baik ganteng lagi,” sahut Asep.

Indra melirik Asep. “Jangan-jangan Asep pernah juga ngentot sama tuh pastur,” kata Indra dalam hati.

“Kamu sering ketemu dengan Romo Cornelius itu Cih?” tanya Yudha.

“Sering Mas. Romo Cornelius suka ngasih nasehat gitu ke Cicih. Dia juga suka ngajarin berdoa minta ampun kalau sudah ngelakuin dosa,” kata Cicih.

“Emang kamu pernah ngelakuin dosa apa?” tanya Cinta.

“Sebenarnya bukan Cicih yang ngelakuin dosa atuh. Cicih cuman ikutan doang,”

“Maksudnya?” tanya Cindy.

“Romo Cornelius bilang ke Cicih, dia cuman percaya sama Cicih. Kalau sama penduduk desa lain dia masih kurang percaya,”

“Terus,” Yudha, Indra, Cinta, Cindy, dan termasuk juga Asep berkata serentak tak sabar menantikan kalimat Cicih selanjutnya.

“Katanya dia gak mau kalau dosa yang dibuatnya diketahui penduduk desa yang lain karena nanti susah minta ampunnya,”

“Terus,”

“Jadi katanya kalau dia mau buat dosa cuman dengan Cicih doang,”

“Terus,”

“Ya udah, Cicih mau aja. Yang penting selesai itu Cicih diajarin berdoa minta ampun sama Romo,”

“Emang kamu diapain sama Romo itu Cih?” tanya Asep yang penasaran karena kalimat Cicih gak jelas.

“Dizinahi,” sahut Cicih singkat.

“Maksud kamu?” tanya Indra.

“Masak gak ngerti atuh,”

“Kamu dikentot sama dia?’ tanya Asep mempertegas.

“Iya A’,”

“Berapa kali?” tanya Yudha.

“Hampir tiap hari,”

“Astaga!!!!” serempak Yudha, Indra, Cinta, dan Cindy berucap.

“Astaghfirullah!!!” ucap Asep, Mang Dayat dan juga Mang Harja yang dari tadi diam aja.

***

Calvin dikentoti bergantian oleh Andre dan Doni di atas ranjang. Calvin rupanya ingin memuaskan libidonya dengan menjadi objek kentotan dua cowok ganteng maniak sex itu. Semalaman sudah memuaskan kontolnya dengan mengentoti memek Silvia, kini Calvin ingin memuaskan lobang pantat dan lobang mulutnya dengan batang kontol gemuk panjang milik Andre dan Doni. Calvin menungging seperti anjing. Dibelakangnya Doni mengentotinya sekuat-kuatnya. Sementara di depannya Andre mengangsurkan batang kontolnya untuk dioral oleh Calvin.

Seperti itulah gelegak darah remaja. Meski semalam mereka sudah mengentot sedahsyat-dahsyatnya, tetap saja tiada kata puas. Mereka seolah-olah tak merasa lelah untuk mengulanginya lagi dan lagi.

Tubuh ketiganya mengkilap dan basah kuyup bersimbah keringat. Setelah beberapa menit berlalu, Calvin minta Andre menggantikan Doni untuk mengentotnya. Segera saja Andre melakukan apa yang diminta oleh sahabat tersayangnya itu. Doni sendiri yang sebenarnya belum merasa puas lalu melepaskan kontolnya dari lobang pantat Calvin. Dengan sprey dilapnya kontolnya yang tadi menyodok lobang pantat Calvin. Setelah bersih kemudian kontol itu disorongkannya ke mulut Calvin minta diisap.

Sambil dikentot dan menghisap kontol, Calvin mengocok-ngocok kontolnya sendiri kuat-kuat.

“Ohhh… ohhhh…ohhhhh…,” racau Andre.

“Ahhh… terus Vin…, teruss…, isep yang kencenghh.., ooohhh…,” racau Doni.

Setelah beberapa saat mengentoti Calvin, Andre meminta Doni untuk mengentotinya pula. Segera saja Doni melepaskan kontolnya dari mulut Calvin. Doni kemudian menuju ke belakang tubuh Andre. Segera saja dimasukkannya batang kontolnya ke lobang pantat adik kelasnya yang ganteng itu.

“Ohhhhhhhhh……………..,” racau Andre karena merasakan kenikmatan ganda mengentot dan dikentot sekaligus.

***

Dion telah selesai diwawancarai dan dibuat BAP-nya oleh Ali dan Bayu. Kemudian Dion dibawa oleh kedua reserse ganteng itu menuju ke sebuah ruangan. Ruangan itu tertutup dan tanpa jendela. Hanya ada beberapa lobang angin di bagian atas dinding ruangan itu.

Di salah satu sudut ruangan itu ada sebuah lemari. Ali berjalan menuju lemari itu dan membukanya. Didalam lemari itu ada pakaian khusus untuk tahanan kepolisian. Ali mengambil satu stel pakaian tahanan dan kemudian menyerahkannya pada Dion.

“Pakaian kamu buka semuanya dan ganti dengan ini!” perintah Ali.

“Sebelum ganti pakaian, kamu mandi dulu disitu!” kata Bayu sambil menunjuk ke sudut ruangan lain yang disana ada sebuah keran disambung dengan selang.

Dion segera membuka seluruh pakaiannya dan kini cowok ganteng itu sudah telanjang bulat. Bayu menyita seluruh pakaian Dion, termasuk jam tangan dan uang yang didapat Dion dari Papa Calvin.

“Besar juga penghasilanmu dari jualan kontol dan silit,” kata Ali sinis Dion saat melihat uang yang mereka sita dari Dion tersebut.

“Namanya juga germo merongkap gigolo kelas tinggi Li, hehehe,” sahut Bayu terkekeh. Reserse ganteng itu kemudian mengamati tubuh Dion dan nyeletuk, “Kamu rajin nge-gym ya?” tanya Bayu.

Dion hanya mengangukkan kepalanya lemah.

“Kalo gak rajin nge-gym ya gak bakalan laku Yu,” kata Ali sambil tersenyum mengejek. Telapak tangan Ali meraba tubuh Dion mulai dari perutnya yang berotot terus turun kebawah. “Kontol kamu besar juga,” kata Ali sambil meremas batang kontol Dion yang masih lemas.

Dion tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa membiarkan Ali meremas batang kontolnya.

“Sayang juga kalau kita lewatkan Li,” kata Bayu pada Ali.

“Iya, kita pake aja sebentar gimana?” balas Ali.

“Maksud Bapak?” tanya Dion dengan wajah kesal mendengar kalimat Ali itu.

“Sebelum kamu mandi mendingan kita maen-maen dulu sebentar. Gimana? Kamu sukakan?” kata Bayu sambil menyeringai mesum pada Dion.

“Kalau kalian berdua berani menyentuh saya, akan saya laporkan kalian berdua!” ancam Dion.

“Kamu mengancam kami?” tanya Ali.

“Apa yang mau kamu laporkan?” tanya Bayu.

“Kalian berdua telah berlaku tidak senonoh pada saya. Itu yang akan saya laporkan!”

“Laporkan saja kalau kamu berani. Tuduhan padamu akan kami tambah dengan kasus kejahatan prostitusi. Kami punya bukti kalau kamu adalah germo merangkap gigolo untuk melayani nafsu perempuan dan laki-laki sekaligus! Gimana? Masih mau melaporkan kami?” tantang Bayu.

“Hukumanmu akan bertambah berat Yon!” tambah Ali.

Dion mengkeret.

“Gimana? Mau hukumanmu bertambah atau apa yang terjadi didalam ruangan ini cukup jadi rahasia kita bertiga saja?’ tanya Bayu.

“Biarlah ini jadi rahasia kita bertiga saja,” jawab Dion lirih.

“Bagus! Kamu ternyata pintar Yon,” sahut Ali.

Kedua reserse itu lalu menelanjangi diri mereka masing-masing di hadapan Dion. Setelah telanjang keduanya mengocok kontol mereka masing-masing. Dion menatap pasrah pada dua reserse ganteng yang bertelanjang bulat itu. Pandangan Dion turun dari wajah ke tubuh kekar keduanya hingga ke batang kontol mereka yang besar dan panjang.

“Jongkok Yon!” perintah Ali.

“Hisap kontol kami, sekarang!” perintah Bayu.

Dion jongkok. Kedua tangannya memegang kedua kontol itu masing-masing dengan tangan kiri dan tangan kanannya. Kemudian Dion mulai melakukan oral pada kedua kontol itu.

***

Lobang pantat Papa Calvin menganga. Tiga batang kontol milik Antonius, Sony, dan Christian telah selesai menumpahkan sperma mereka di dalam rongga kenikmatan milik Papa Calvin itu. Kini cairan sperma kental itu terlihat meleleh keluar dari lobang itu. Papa Calvin sendiri juga sudah menuntaskan orgasmenya. Spermanya berceceran di perut dan dadanya. Ia orgasme saat Christian sebagai orang yang terakhir mengentotnya menumpahkan spermanya di dalam lobang pantatnya tadi.

“Oh, enaknya,” kata Papa Calvin sambil tertawa girang usai dikentot. Ia bangkit dari atas sofa dan kemudian berjalan ke kamar mandi. “Ayo kita mandi,” ajaknya pada Antonius, Sony, dan Christian.

Ketiganya kemudian berjalan menyusul Papa Calvin ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi berukuran luas itu mereka berempat mandi membersihkan diri. Papa Calvin duduk di closet kamar mandi sambil ngeden. Ia mencoba mengeluarkan semua sperma milik Antonius, Sony, dan Christian yang tadi memenuhi rongga lobang pantatnya.

“Kalian bertiga ikut saya ke rumah ya,” kata Papa Calvin sambil ngeden.

“Mau ngapain Mas?” tanya Sony. Reserse itu sedang menyabuni tubuh kekarnya.

“Saya mau mempertemukan kalian dengan istri saya,” jawab Papa Calvin.

“Untuk apa Mas. Gak enak ah,” sahut Antonius.

“Gak papa. Istri saya juga harus kenal dengan kalian yang sudah membantu menangkap Dion. Sekalian kita makan siang di rumah saya,” sahut Papa Calvin lagi.

“Kebetulan nih, perut Gue rasanya laper banget,” kata Christian.

“Oke deh Mas. Kita ikut ke rumah,” sambung Antonius.

“Selesai mandi saya akan telepon ke rumah supaya istri saya menyuruh pembantu mempersiapkan makanan istimewa untuk makan siang kita,”

“Asyik,” kata Sony.

“Menunya apaan Mas?” tanya Christian.

“Kalian pasti suka kambing guling pake sambel kecap kan?” tanya Papa Calvin.

“Suka banget Mas,” sahut Sony.

“Enak banget tuh,” sambung Christian.

“Mas Gun tahu aja selera kita,” samber Antonius.

“Kalau bisa sediakan juga bir Mas Gun,” tambah Sony lagi.

“Pasti,” sahut Papa Calvin sambil menyiram dan menyebok lobang pantatnya menggunakan air.

***

“Jadi sudah jelaskan Mang Dayat. Yang menghamili Cicih itu bukan Asep, tapi Romo Cornelius seperti yang diceritakan Cicih,” kata Yudha pada Mang Dayat.

“Alhamdulillah. Abah kirain kamu yang menghamili Cicih, Sep,” kata Mang Harja lega.

“Tapi kenapa kamu minta kawinnya sama si Asep atuh Cih. Kenapa kamu gak bilang ke Abah kalau sebenarnya ini perbuatan Romo Cornelius?” tanya Mang Dayat lemas. Ia malu hati karena telah menuduh Asep.

“Cicih mencintai A’ Asep, bah. Lagian Cicih juga mana mungkin nikah sama Romo Cornelius karena dia gak boleh nikah. Selain itu juga Cicih gak suka dengan dia,” sahut Cicih.

“Kenapa kamu gak suka dengan dia Cih?” tanya Asep. Dalam hatinya Asep nelangsa karena mendengar gadis cantik yang sebenarnya dicintainya itu ternyata telah dikentot berkali-kali oleh Romo Cornelius.

“Romo Cornelius suka ngentotin pantat Cicih juga. Meskipun kontolnya kecil gak gede dan gemuk kayak kontolnya A’ Asep, tapi tetep aja Cicih ngerasa sakit banget kalau dikentot di pantat,” sahut Cicih tersipu malu.

Gubrak!!!

“Dia sering ngentot pantat kamu juga Cih?” tanya Asep.

“Gak sering A’. Cicih suka nolak kalau dia minta,”

Yudha, Indra, Cinta, dan Cindy geleng-geleng kepala mendengar cerita Cicih. Indra dan Yudha sendiri dalam hatinya jadi penasaran apakah Asep pernah ngentot dengan pastur itu atau enggak. Hehehe.

“Jadi gimana Sep? Kamu sudah mendengar cerita Cicih. Sekarang semuanya tergantung pada kamu, apakah kamu masih tetap mau di Jakarta dan bekerja sebagai satpam seperti yang tadi saya katakan atau kamu mau menikah dengan Cicih dan menerima gadis ini apa adanya?” tanya Yudha.

“Saya bingung Mas,” sahut Asep.

“Kasih kesempatan Asep untuk berpikir dulu Mas,” kata Indra.

“Benar apa yang dikatakan Indra itu. Asep berilah kesempatan untuk berpikir dulu barang beberapa hari Mas,” sahut Cinta.

“Saya rasa juga sebaiknya begitu. Cih, kamu sabar dulu ya. Biar Asep berpikir dulu disini beberapa hari. Menurut saya, sebaiknya Cicih, Mang Dayat, dan Mang Harja kembali aja ke kampung dulu. Apapun nanti keputusan Asep, dia akan saya suruh pulang ke kampung untuk menyampaikannya langsung ke kamu Cih,” kata Yudha.

“A’ Asep gak cintah sama Cicih?” tanya Cicih pada Asep. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca lagi. “Waktu pertama kali Aa’ jilat nonok Cicih, Aa’ kan bilang kalau Aa’ cinta sekalih ke Cicih. Karena Aa’ bilang cinta makanya Cicih ngijinin Aa’ jilatin nonok Cicih,” sambung Cicih.

“Aa’ cinta sama Cicih. Tapi berikan kesempatan Aa’ berpikir dulu ya Cih. Kamu jangan sedih begitu atuh, Aa’ jadi sedih juga ngelihatnya,” sahut Asep.

“Sudahlah Cih, lebih baik kita sekarang pulang sajah. Sep, Mamang minta maaf kepada kamu karena sudah menuduh kamu yang menghamili Cicih. Tapi begitupun, Mamang berharap kamu bisa berpikir jernih dan sudi kiranya menikahi Cicih. Gimanapun juga, kamukan sudah pernah ngerasain nonoknya juga,” kata Mang Dayat.

Asep tidak menjawab kata-kata Mang Dayat.

“Sep, kalau begitu kami pamit ke kampung. Kasihan juga Ibu kamu sendiri di kampung,” kata Mang Harja pada putranya.

“Jangan pulang dulu Mang. Makan dulu disini,” tahan Cinta.

“Kami langsung pulang aja neng,” sahut Mang Dayat. Sepertinya Mang Dayat malu hati karena ternyata tuduhannya pada Asep tidak benar. Ia jadi inginsegera pulang saja. Yudha dan Cinta berusaha tetap menahan. Namun Mang Dayat sangat keras untuk pulang, akhirnya Mang Harja pun mau tidak mau jadi mengikuti kemauan Mang Dayat itu.

Mang Harja, Mang Dayat, dan Cicih kemudian pulang dengan diantarkan oleh Asep sampai ke terminal Kampung Rambutan dengan menumpang taksi. Asep membelikan tiket pulang naik bis untuk ketiganya.

Sebelum bis yang membawa Mang Harja, Mang Dayat, dan Cicih berangkat, Asep memberikan abahnya uang sebanyak lima ratus ribu rupiah. Uang itu adalah sebagian dari uang yang baru didapatnya dari Papa Calvin. Jumlah sebesar itu sudah banyak sekali untuk orang kampung seperti Mang Harja. Bapak tua dari desa itu terkejut dan gembira sekali menerima uang dari anaknya sebanyak itu.

“Asep, kamu udah berhasil di Jakarta ya, sampai bisa ngasih Abah uang sebanyak ini?” tanya Mang Harja. Ia menarik tangan anaknya untuk menjauh sejenak dari Mang Dayat dan Cicih.

“Doakan saja Asep lebih berhasil lagi kelak ya bah,” kata Asep.

“Kalau begitu kamu kerja yang bagus sajah di Jakarta Sep. Di kampung juga kamu mau kerja apa? Pokoknya kamu gak usah pulang ke kampung dan gak usah mikirin si Cicih. Yang menghamili dia kan bukan kamu. Harusnya si Dayat nyuruh si Romo Cornelius itu untuk ngawinin anaknya, bukan kamu atuh,” kata Mang Harja. Rupanya bapak tua ini akan mengatakan hal ini pada Asep sehingga ia mengajak anaknya menjauh sejenak dari Mang Dayat dan Cicih. Ia tidak mau kedua orang itu mendengar pembicaraannya. Mag Harja ternyata lebih senang kalau anaknya bekerja di Jakarta dan dapat uang banyak daripada balik ke kampung dengan penghasilan tak jelas.

“Lihat saja nanti, Bah. Lagipula saya belum kepikiran buat nikah,”

“Betul. Abah setuju dengan pendapat kamuh. Nikah mah nanti-nanti sajah. Kamu masih muda, cari duit saja dulu yang banyak dan jangan lupa kirim ke kampung,”

“Iya bah. Salam untuk ibu,” kata Asep.

“Iya, pokoknya kamu harus inget pesan Abah ya,”

“Iya bah,”

Asep kemudian mengantarkan abahnya naik ke atas bis. Setelah bis itu berangkat Asep kembali ke rumah Yudha dengan menumpang taksi lagi.

***

Pesta ngentot bertiga antara Calvin, Andre, dan Doni sudah selesai. Ketiga remaja itu kini duduk santai di teras belakang rumah keluarga Calvin sambil ngobrol-ngobrol. Tadinya Andre dan Doni sebenarnya sudah mau pulang ke rumah masing-masing. Namun ditahan oleh Calvin dan juga mamanya. Mereka meminta Andre dan Doni untuk bersama-sama merayakan kegembiraan keluarga Calvin atas penangkapan Dion. Akhirnya Andre dan Doni merasa tidak enak juga pulang karena Mama Calvin dan tentunya juga Calvin sangat keras menahan keduanya agar jangan pulang dulu.

Andre tentu saja tidak mengetahui bahwa Sony, Antonius, dan Christian akan ikut bersama Papa Calvin. Kedatangan ketiganya bersama Papa Calvin pasti akan sangat mengagetkan Andre nantinya.

Selain mengajak Andre dan Doni untuk iku makan siang bersama, Mama Calvin juga menghubungi Tante Rini dan Om Hendra untuk hadir dalam acara makan siang istimewa itu. Keduanya mengiyakan dan akan segera datang beberapa saat lagi.

Mama Calvin ikut turun ke dapur mempersiapkan acara makan siang bersama itu bersama pembantu setia keluarga mereka, Mbak Minah. Persiapan yang mereka lakukan adalah memasak nasi, sayuran, dan peralatan makan. Sedangkan untuk menu kambing gulingnya dimasak oleh koki terbaik yang mereka miliki di hotel. Papa Calvin telah memerintahkan staf bagian kulinernya untuk itu. Setelah selesai dimasak kambing guling itu akan diantar ke rumah keluarga Calvin sebelum jam makan siang.

“Saya senang sekali melihat ibu gembira sekali siang ini,” kata Mbak Minah tulus pada majikannya.

Mama Calvin tersenyum lebar mendengar kata-kata tulus dari pembantu setia mereka itu.

***

Selesai acara serah terima jabatan Papa Andre tetap berada di kantor. Papa Andre tidak pulang ke rumah karena di hari pertamanya sebagai menteri sebentar lagi ia harus menghadap presiden untuk berkosultasi tentang hal-hal yang harus dikerjakannya.

Sementara itu Mama Andre punya acara sendiri juga yaitu pertemuan dan jamuan makan siang bersama dengan ibu-ibu Dharma Wanita di Depdagri. Karena itu Papa dan Mama Andre berpisah. Kedua ajudan yaitu Dadang dan Yusuf lalu berbagi tugas. Dadang mendampingi Papa Andre sedangkan Yusuf mendampingi Mama Andre.

“Selamat bertemu dengan ibu-ibu pejabat Suf,” bisik Dadang pada Yusuf sebelum keduanya berpisah.

“Hehehe,” cengir Yusuf.

“Jangan lupa kirim salam kalo ada yang bagus,” tambah Dadang.

“Capek dong Gue kirim salamnya Dang. Semuanya pasti bagus-bagus. Kalaupun tampangnya gak bagus, paling enggak duitnya pasti baguslah,”

“Dasar matre Lo,”

“Emangnya Elo enggak?”

“Hehehehe,” keduanya tertawa nakal.

Setelah itu keduanya berpisah untuk menjalankan tugas masing-masing. Yusuf kemudian segera menuju mobil dinas yang akan dinaiki oleh Mama Andre. Yusuf bertugas sebagai supir yang akan membawa Mama Andre ke tempat acara pertemuan dan jamuan makan siang itu. Acaranya tidak di gedung Depdagri namun berdasarkan jadwal acara yang diperoleh Yusuf dari bagian kerumahtanggaan Depdagri acaranya dilangsungkan di sebuah hotel mewah di kawasan Thamrin.

“Dasar ibu-ibu pejabat, ada aja cara mereka untuk menghabis-habiskan duit rakyat”, kata Yusuf dalam hati sambil berjalan di belakang menjaga Mama Andre yang juga sedang berjalan sambil berbincang-bincang gak penting dengan para istri dirjen menuju mobil dinasnya di pintu depan gedung Depdagri.

Begitu sudah tiba di mobil, Yusuf sigap membukakan pintu belakang dan Mama Andre langsung masuk kedalam. Setelah itu Yusuf menutup pintu dan berjalan ke pintu depan samping kanan mobil untuk masuk dan siap mengemudikan mobil. Istri-istri Dirjen tersebut kemudian naik mobil masing-masing dan berjalan di belakang mobil yang dikemudikan Yusuf membawa Mama Andre.

Didalam mobil yang kaca mobilnya hitam gelap itu Mama Andre kemudian berganti pakaian. Dengan cuek ia membuka baju kebaya dan kain panjang yang dikenakannya untuk berganti dengan pakaian yang lebih santai.

“Kamu jangan ngintip ya Suf,” goda Mama Andre.

“Iya Bu, saya enggak akan ngintip, tapi kalau lihat langsung bolehkan bu?” sahut Yusuf nakal.

“Ih, kamu ini nakal banget sih,” kata Mama Andre sambil mencubit punggung Yusuf dengan kenesnya.

Beberapa saat kemudian Mama Andre sudah berpakaian santai. Ia menggenakan setelan baju dari bahan sutra asli yang agak ngepas di badan dan rok semi kembang. Dengan pakaian seperti itu Mama Andre yang emang masih terlihat cantik dan seksi diusianya yang sudah kepala empat itu terlihat semakin cantik aja jadinya.

Tak lama kemudian mobil yang dikemudikan Yusuf tiba di depan pintu hotel. Para istri dirjen lebih dulu keluar dari mobil masing-masing dan langsung berdiri di depan pintu hotel menyambut kedatangan Mama Andre. Para istri dirjen itu semuanya juga sudah berganti pakaian. Tidak ada lagi yang menggenakan kebaya seperti saat acara serah terima jabatan tadi semuanya sudah berpakaian santai juga. Rupanya mereka juga berganti pakaian di dalam mobil masing-masing. Kelakuan para istri-istri pejabat ini ternyata sama saja semuanya. Gak peduli yang berpenampilan alim dengan menggunakan kerudung juga ikutan ganti pakaian di mobil juga, hehehe.

“Suf, kamu nanti harus jadi yang terbaik ya. Jangan malu-maluin saya,” kata Mama Andre pada Yusuf sebelum ajudan ganteng itu keluar dari mobil untuk membuka pintu belakang agar Mama Andre keluar.

“Maksud Ibu?” tanya Yusuf bingung.

“Kamu nanti tau sendiri apa maksud saya,” sahut Mama Andre sambil mengerling nakal pada Yusuf.

Yusuf bingung dengan maksud kalimat Mama Andre itu. Namun ia tidak bertanya lagi. Ajudan ganteng itu lalu keluar dari dalam mobil dan berjalan ke pintu belakang. Dengan sigap ia membuka pintu mobil dan Mama Andre keluar dari dalam mobil dengan anggunnya.

“Silakan Bu,” kata para istri dirjen itu mempersilakan Mama Andre masuk ke lobby hotel.

Ada tujuh orang istri pejabat yang ikut bersama Mama Andre. Bersama mereka tentu saja ada juga tujuh ajudan yang semuanya ganteng-ganteng dan jantan-jantan ikut menyertai.

Mama Andre berjalan masuk kedalam lobby didampingi disebelah kiri dan kanan serta belakangnya istri-istri pejabat itu. Para ajudan berjalan di belakang mendampingi. Begitu tiba didalam lobby, para istri pejabat itu langsung disambut manajer hotel tersebut.

“Mari Bu, ruang makannya sudah kami persiapkan,” kata sang manajer hotel ramah dan hangat.

Manajer hotel itu adalah seorang pria berusia sekitar tiga puluhan. Wajahnya ganteng dan penampilannya juga sangat enak dilihat. Sang manajer langsung membawa ibu-ibu itu ke ruang makan.

Istri-istri pejabat itu kemudian duduk di dua meja makan berbentuk bulat. Mama Andre duduk dengan sang manajer dan tiga orang istri pejabat yang paling senior. Sementara empat orang istri pejabat yang lain duduk di meja bulat lainnya. Para ajudan ikut juga duduk di dua meja bulat lain yang juga disediakan.

Tak lama makanan pun sudah terhidang. Para istri pejabat itu makan sambil ngobrol-ngobrol membahas hal-hal yang gak penting banget. Mulai dari tempat jalan dan makan yang asik ke Jakarta sampai tempat berlibur di luar negeri yang bisa belanja asik. Tak ada sedikitpun pembicaraan istri-istri pejabat itu menyangkut soal rakyat. Semua yang dibicarakan hanya urusan senang-senang doang.

***

Tante Rini dan Om Hendra Tandanu tiba di rumah Calvin. Tante Rini membawa bolu berukuran besar dan dua keranjang buah-buahan segar sebagai buah tangan. Supir mereka sibuk mengangkat buah tangan yang dibawa Tante Rini dan Om Hendra itu kebelakang.

Mama Calvin sendiri yang langsung menyambut kedatangan Tante Rini dan Om Hendra. Dengan penuh kebahagiaan Mama Calvin dan Tante Rini, dua kakak beradik itu, saling berpelukan hangat. Keduanya menangis terharu.

“Syukurlah Dion akhirnya tertangkap juga ya Rin,” kata Tante Rini pada Mama Calvin.

“Iya Ci. Saya benar-benar sangat bahagia,” sahut Mama Calvin.

Calvin bersama dengan Andre dan Doni yang ikut ke depan menyambut kedatangan Tante Rini dan Om Hendra juga jadi ikut terharu melihat keharuan dua kakak beradik itu. Tanpa sadar Andre memeluk bahu Calvin dan Calvin pun kemudian merebahkan kepalanya ke bahu teman tersayangnya itu. Untung saja kemudian Doni mencolek tubuh Andre sehingga ia tersadar dan langsung melepaskan pelukannya di bahu Calvin. Kalau saja hal itu terlihat dan disadari oleh Mama Calvin, Tante Rini, dan Om Hendra tentu bisa berabe jadinya.

“Gunawan mana Rin?” tanya Tante Rini.

“Masih dalam perjalanan Ci. Papanya Calvin sedang membawa reserse yang menolong kita kemari,” sahut Mama Calvin. Tentu saja Papa Calvin hanya mengatakan pada Mama Calvin kalau ia hanya membawa mereka tidak mengatakan juga kalau semalaman ia berpesta sex juga dengan mereka plus Christian dan dua puluh lonte lanang lainnya, hehehe.

Mama Calvin lalu mempersilakan Tante Rini dan Om Hendra untuk bersama-sama duduk di teras belakang sambil menunggu kepulangan Papa Calvin. Mama Calvin sendiri kemudian pamit untuk melanjutkan persiapan acara makan siang ke dapur. Tante Rini ternyata juga mau ikutan mempersiapkan acara makan siang, jadinya hanya Om Hendra bersama dengan Calvin, Andre, dan Doni yang duduk-duduk sambil ngobrol di teras belakang.

“Andai saja Desi masih hidup, betapa indahnya ya Om,” kata Calvin pada Om Hendra dengan mata berkaca-kaca. Tiba-tiba saja Calvin teringat pada sepupunya itu.

“Udahlah Vin, Desi sudah tenang di sana,” kata Om Hendra.

“Iya Vin. Kalau kamu sedih seperti ini kasihan Desi didalam kuburnya,” kata Andre membujuk.

“Iya sih, tapi aku sulit sekali melupakannya,” kata Calvin.

“Om ngerti Vin. Kalian berdua memang sangat dekat sekali sejak dulu bahkan sebelum kamu tahu kalau Desi adalah saudara kandungmu meski lain ayah, hubungan kalian sudah sudah seperti saudara kandung saja. Namun kamu harus ingat ini semua sudah ditakdirkan Tuhan. Kita tidak boleh menyesal pada apa yang telah ditakdirkan-Nya,” kata Om Hendra bijak.

“Iya Om. Calvin sudah berusaha. Tapi saat ini Calvin masih sedih kalau ingat Desi,”

“Om berharap kamu bisa tabah,”

“Betul apa yang dikatakan Om Hendra itu Vin. Kamu tidak boleh terus-terusan dalam kesedihan seperti ini,” kata Andre.

Doni hanya mengangguk-angguk saja. Ia tak tahu harus berkata apa-apa. Meskipun baru mengenal dan mengetahui dengan ringkas apa yang terjadi pada Desi, namun Doni bisa juga ikut merasakan keharuan di hati Calvin.

Sedang Calvin dalam keharuan seperti itu, tiba-tiba Mbak Minah datang.

“Bapak sudah pulang, kata ibu semuanya ngumpul di ruang makan,” kata pembantu setia itu pada Calvin, Andre, Doni, dan Om Hendra.

Calvin langsung mengusap matanya yang berair. Kemudian mereka berempat segera menuju ruang makan.

Di ruang makan sudah duduk Papa Calvin, Antonius, Sony, dan Christian. Melihat ketiga orang yang dikenalnya itu Andre langsung terpana karena kaget. Ketiga orang itu juga terlihat kaget begitu melihat keberadaan Andre di rumah Calvin. Namun kekagetan itu segera berusaha mereka hilangkan dengan cepat bersikap biasa. Keempatnya tak saling menegur hanya diam saja dan pura-pura cuek.

Yang tak disangka-sangka oleh semua yang ada disitu adalah ketika Doni tiba-tiba berseru kaget, “Papa??!!!”

“Doni?!! Ngapain kamu disini??!!” seru Sony yang juga tak kalah kagetnya dibandingkan Doni.

“Don, Mas Sony ini papa Elo?” tanya Andre spontan karena kaget luar biasa.

“Jadi, jadi, papa Gue yang Elo ceritain Ndre?” tanya Doni balik ke Andre.

“He eh,” jawab Andre singkat dengan tampang mElongo karena kaget dan bingung.

Yang lain yang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi hanya memandang ketiganya dengan kebingungan.

SERIAL ANDRE DAN CALVIN 32 : Ternyata, Oh Ternyata …. There are any SERIAL ANDRE DAN CALVIN 32 : Ternyata, Oh Ternyata … in here.